Mendaki Ijen Bersama Mahasiswa Luar Negeri
BANYUWANGI – Kesohoran blue fire Gunung Ijen mengundang daya tarik tersendiri bagi putra ketiga Presiden RI Joko Widodo, Kaesang Pangarep. Sabtu malam kemarin (30/7), Kaesang bersama 20 teman-temannya mendaki puncak gunung yang memiliki ketinggian 2.443 meter di atas permukaan air laut (MDPL) tersebut.
Kaesang tampaknya penasaran dengan fenomena api biru kawah Ijen. Dia pun datang ke Bumi Blambangan sejak Sabtu bersama teman-temannya yang berasal dari Indonesia dan luar negeri untuk melakukan pendakian ke Gunung Ijen.
Informasi Jawa Pos Radar Banyuwangi, putra bungsu Jokowi ini datang dengan menggunakan kendaraan Elf bersama 20 rekannya. Dia tiba di Banyuwangi Sabtu (30/7) pukul 14.00. Dari arah Situbondo, Kaesang dan rombongan menyempatkan diri berhenti di kawasan wisata Watudodol.
Di sana, dia yang bersama rekan-rekannya yang berasal dari Inggris, Jepang, China, Taiwan dan Hongkong menikmati keindahan Pantai Watudodol dengan view patung Gandrung dan Selat Bali. Puas menikmati keindahan laut Selat Bali, Kaesang dan rombongan bergegas menuju rumah Beata, yang ada di Jalan Klungkung No 17 Kelurahan Taman Baru, Banyuwangi untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan menuju Gunung Ijen.
Beata merupakan rekan dari Kaesang. Kesederhanaan ditunjukkan oleh mahasiswa SIM University Singapore tersebut. Meski dia anak presiden, Kaesang tidak tinggal di hotel berbintang. Sebaliknya, dia memilih istirahat di rumah teman kuliahnya tersebut.
Setelah beberapa jam rehat dan makam malam di Taman Baru, pukul 23.00, Kaesang dan rombongan bergegas menuju Ijen. Menggunakan kendaraan Elf, rombongan yang dikawal dua Paspampres itu langsung meluncur ke arah barat menuju Gunung Ijen.
Cukup lama rombongan Kaesang berada Ijen. Sampai di pos Paltuding, rombongan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju kawah untuk menyaksikan fenomena blue fire. Puas menikmati keindahan Ijen, rombongan yang sudah turun gunung pada Minggu (31/7), langsung menuju Resto & Café Kedung Lumpang di Desa Kenjo, Kecamatan Glagah.
Sampai di Kedung Lumpang pukul 09.00. Selanjutnya, Kaesang dan rekan-rekannya menikmati menu khas Banyuwangi. Ada ayam kesrut, wader, sayuran, belut, tempe penyet, dan sambal. Dengan menu sarapan yang biasa-biasa tersebut menandakan bahwa Kaesang merupakan sosok yang sangat sederhana.
Pria yang pada tanggal 25 Desember genap berusia 20 tahun itu terlihat lahap menyantap menu khas ayam kesrut Kedung Lumpang. Pengawalan yang dilakukan oleh petugas kepolisian dan TNI yang mendampingi Kaesang juga sangat ketat.
Meski terlihat sangat ketat, namun pengawalan yang dilakukan “didesain” sedemikian rupa agar tidak terlalu menonjol. Hampir seluruh petugas pengawal hanya menggunakan pakaian preman. Bahkan, polisi berseragam yang sebelumnya berjaga di Resto & Café Kedung Lumpang, akhirnya balik kanan dengan sendirinya menjelang Kaesang datang.
Setelah puas menikmati sarapan dengan menu sederhana, Kaesang dan rombongan pun meninggalkan Resto & Café Kedung Lumpang, rombongan langsung bergegas kembali ke rumah Beata di Taman Baru. Selanjutnya, pukul 11.00, Kaesang rombongan pun langsung meninggalkan Banyuwangi menuju Mojokerto.
Sekadar diketahui, Kaesang menjalani program semacam kuliah kerja nyata di Kabupaten Mojokerto. Program ke desa-desa itu merupakan bagian dari Community Outreach Program (COP), sebuah program tahunan service learning yang diselenggarakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Kristen Petra Surabaya.
Ratusan peserta berasal dari berbagai negara. Mereka diminta terjun langsung membangun desa, sekaligus mengasah rasa empati. Dalam COP, mahasiswa asing dan lokal saling berinteraksi dengan masyarakat yang berbeda budaya dan minim fasilitas.
COP berlangsung selama tiga minggu, mulai 14 Juli sampai 4 Agustus 2016 di lima desa Kapubaten Mojokerto. Terdapat sembilan negara yang menjadi peserta COP, yakni dua negara dari Eropa dan tujuh negara dari Asia.
COP yang mengusung tema “Keep Blessing The Nations” ini akan diisi berbagai kegiatan. Diantaranya mengajar anak-anak desa, bantuan fisik seperti mengecat sekolah atau mendirikan fasilitas tenaga listrik solar cell, dan atraksi budaya seperti tari dan makan. (radar)