PESANGGARAN – Badan Lingkungan Hidup (BLH) Banyuwangi melakukan uji lab air laut di kawasan pantai Pulau Merah, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Kamis lalu (18/8). Hasil uji lab untuk mengetahui kandungan berbahaya pada air laut di Pulau Merah itu akan diketahui dua pekan mendatang.
Saat dikonfirmasi Jawa Pos Radar Banyuwangi tadi malam, Pelaksana tugas (PlT) Kepala BLH Banyuwangi, Chusnul Chotimah, mengakui pihaknya mengambil sampel air laut Pulau Merah untuk diuji lab. ‘’Hasilnya akan diketahui 14 hari mendatang,’’ ujarnya saat ponselnya dihubungi tadi malam.
Chusnul menambahkan, ada beberapa parameter yang diuji dalam sampel air laut tersebut. Oleh karena itu, pihaknya membawa sampel air tersebut untuk kemudian diproses dan juga dibekukan dulu. ‘’Sampel air laut dari kawasan muara Pulau Merah. Yang terpenting air itu ada apa di dalamnya. Daripada main tebak-tebakan, lebih baik kita uji sampel air itu untuk mengetahui kandungan di dalamnya apakah masih dalam taraf aman ataukah tidak,” ujarnya.
Chusnul juga berjanji akan membeberkan hasil uji lab tersebut. Sebab, kata dia, masyarakat umum harus tahu hasil uji lab air laut di Pulau Merah tersebut. ‘’Nanti kalau ada hasilnya, sampeyan akan saya hubungi. Apa pun hasilnya masyarakat harus tahu,” tuturnya.
Sementara itu, Chusnul menegaskan banjir lumpur yang melanda kawasan pantai Pulau Merah itu ditengarai terjadi akibat aktivitas pembangunan sarana dan prasarana di Gunung Tumpang Pitu. Secara logika, kata dia, pembangunan fisik di kawasan hutan itu tentu diimbangi penebangan pohon dan pengerukan tanah.
Nah, tanah hasil pengerukan itulah yang diduga kuat terbawa arus Sungai Katak yang bermuara di Pantai Pulau Merah. “Di atas (Gunung Tumpang Pitu, Red) memang ada kegiatan pembangunan sarana dan prasarana, seperti jalan, kantor, base camp, dam pengendali, dan lain-lain,” ujarnya tadi malam.
Pembangunan fisik tersebut tentu membutuhkan lahan. Logikanya, kata Chusnul, kebutuhan lahan untuk lokasi pembangunan sarana dan prasarana itu dilakukan dengan cara menebang pohon dan mengeruk tanah.
“Dengan intensitas hujan yang tinggi, tanah yang dikeruk itu terbawa arus sungai yang bermuara di kawasan Pulau Merah,” kata dia. Menurut Chusnul, PT. Bumi Suksesindo (BSI) selaku pengelola pertambangan emas di Gunung Tumpang Pitu sebenarnya telah melakukan langkah-langkah pengendalian, termasuk memasang tanggul sederhana menggunakan pasir dan karung untuk mencegah tanah uruk itu terbawa aliran sungai.
Tetapi, karena intensitas hujan tinggi, penahan tersebut tidak mampu menahan seluruh tanah uruk tersebut. Menurut Chusnul, kejadian tersebut di luar prediksi. Sebelumnya, awal Agustus ini diprediksi sudah musim kemarau, ternyata hujan kerap mengguyur lantaran faktor elnino.
“Sebenarnya BSI sudah melakukan tahap-tahap pembangunan sesuai prosedur,” kata dia. Dia menambahkan, di antara enam waduk yang direncanakan dibangun di kawasan penambangan emas, saat ini sudah tiga waduk yang rampung dibangun.
“Diharapkan, pembangunan enam waduk tersebut tuntas pertengahan September,” ujarnya. Masih menurut Chusnul, PT. BSI sudah mulai melakukan pengerukan sedimen dan upaya normalisasi kawasan tersebut. Pengerukan sedimen itu diharapkan mengembalikan fungsi Sungai Katak sebagaimana mestinya.
Sayang, Senior manager External Affairs PT. Bumi Suksesindo (BSI), Bambang Wijonarko, belum berhasil dikonfirmasi. Ponselnya berada di luar jangkauan saat dihubungi hingga pukul 19.48 tadi malam. (radar)