Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Bisnis Gaharu di Bumi Blambangan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

bisnis-gabaruHarganya Bisa Tembus Rp 20 Juta per Kg

GAHARU merupakan tanaman penghasil dammar wangi atau gubal. Hampir semua bagian tanaman tersebut memiliki manfaat. Mulai akar, biji, daun, getah, hingga kayu, bisa dimanfaatkan. Tentu saja bila kita mau kreatif menggunakannya. Dalam satu pohon gaharu dapat dihasilkan gubal kemedangan dan abu. Gubal merupakan kayu berwarna hitam (hitam kecokelatan) dan diperoleh di inti kayu yang memiliki kandungan damar wangi beraroma kuat.

Kemendangan adalah kayu gaharu dengan kandungan dammar wangi lebih rendah daripada gubal serta memiliki penampilan fisik berwarna kecokelatan hingga abu-abu. Abu gaharu merupakan serbuk kayu hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu. Gubal dan kemedangan bermanfaat untuk mengikat senyawa parfum kosmetik dan obat-obatan. Sedangkan abunya bermanfaat sebagai dupa untuk ritual agama bagi umat tertentu .“Biasanya gubal banyak dibutuhkan di negara Prancis dan Jepang,” ujar Rahman Halim, warga Kecamatan Giri, Banyuwangi, yang memiliki usaha pengolahan pohon gaharu. 

 Usaha yang dirintis Halim berjalan sejak awal tahu lalu. Dia menjalankan pengolahan kayu tersebut dengan didampingi ayahnya, Nurohim. Halim tertarik menjalankan bisnis itu karena keuntungan yang menggiurkan. Gubal dan kemendangan yang dihasilkan satu pohon yang berusia lima hingga tujuh tahun bisa menembus harga Rp 20 juta per kilogram (Kg). Saat ini Halim memang masih fokus pada jual-beli bibit pohon gaharu dan membuat bahan baku dupa. Bahan baku sebagian kecil datang dari wilayah Banyuwangi, seperti Kecamatan Songgon dan Kecamatan Kalibaru.

Namun, secara dominan bahan memang di ambil dari Nusa Tenggara, Kalimantan, Papua, Sumbawa, Sumatera. Di Pulau Jawa, kata dia, pertumbuhan tanaman gaharu memang kurang menonjol dibandingkan di pulau-pulau lain. Bahan baku yang didapat akan ia bagikan ke rumah masing-masing karyawan, kemudian diolah menjadi balok kayu kecil. Balok kecil tersebut berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang sekitar sembilan centimeter (9 cm), dengan lebar 2 cm, dan ketebalan tujuh hingga delapan milimeter (8 mm). 

 Pengerjaannya memang masih secara manual. Dengan menggunakan berbagai macam pisau khusus, para karyawan harus mendapatkan bentuk sesuai yang diinginkan pembeli. “Bila bentuk kayu sedikit saja melenceng dari ketentuan yang telah disepakati, klien akan menolak. Beberapa kali klien membatalkan kesepakatan karena bentuk tidak sesuai,” jelas Halim.Balok kayu yang sudah setengah diolah tersebut akan dikirim ke distributor yang lebih besar, seperti di Jakarta, untuk didesain menjadi dupa.

Hingga akhirnya, bahan tersebut diekspor ke negara lain. Tidak hanya dupa, sisa kayu gaharu bisa dijadikan pernik berupa kerajinan tasbih atau gelang. Dari usaha itu, Halim bisa meraih omzet sekitar Rp 15 juta hingga Rp 20 juta per bulan. Ia mengirim produk buatannya tergantung permintaan. Biasanya per bulan satu klien bisa memesan 500 Kg hingga 1 ton gaharu. Dengan permintaan yang masif ini, Rahman Halim berharap bisa melibatkan masyarakat sekitar. Saat ini, dia punya puluhan karyawan yang tersebar di Banyuwangi. 

 “Pegawai memang paling banyak berasal dari Kelurahan Kertosari, Desa Jambesari, dan Kelurahan Kebalenan. Saya ingin apabila usaha sudah mulai terstruktur, saya ingin melibatkan warga sekitar untuk mengembangkan usaha kami,” jelasnya. Selama ini penetrasi perekrutan karyawan yang dilakukan memang secara langsung. Halim sering menghampiri warga yang sedang berkerumun untuk mempresentasikan usaha yang baru dirintis. Selanjutnya, bila ada yang tertarik, dia mengundang warga ke rumahnya untuk diberikan arahan lebih lanjut. (radar)