Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Harga Gabah Murah, Petani di Banyuwangi Resah

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Buruh-memanggul-gabah-ke-kendaraan-di-Desa-Kepundungan,-Kecamatan-Srono,-kemarin.

SRONO – Para petani di wilayah Kecamatan Srono dan Singojuruh kini mulai panen. Tetapi, para petani tampaknya kurang semringah karena harga gabah mulai turun. Harga yang turun itu dianggap tidak seimbang dengan biaya perawatan.

Salah seorang petani asal Dusun Pekulo, Desa Kepundungan, Kecamatan Srono, Boadi, 53, mengatakan saat ini sebagian petani di Kecamatan Srono mulai panen padi. Diperkirakan, panen itu akan ramai pertengahan April. “Sayang,  harga gabah murah,” katanya.

Menurut Boadi, harga gabah kering sawah hanya laku dijual  Rp 3.900 per kilogram (Kg). Padahal, dua hari sebelumnya masih bertahan di kisaran Rp 4.100 per Kg. “Jenis padi sama, kualitasnya juga tidak jauh beda. Tapi baru dua hari sudah turun Rp 200,” katanya.

Para petani tidak bisa berbuat banyak menghadapi harga gabah kering yang murah itu. Harga yang murah itu dianggap sangat tidak toleran dan menyakiti petani. Apalagi, biaya operasional mengalami kenaikan drastis.

Ongkos bajak sawah yang sebelumnya hanya Rp 600 ribu per bahu atau  7.500 meter persegi, kini naik menjadi Rp 900 ribu. Ongkos tanam juga naik. Jika sebelumnya  hanya Rp 500 ribu per bahu, kini naik menjadi Rp 625 ribu per bahu. Belum lagi biaya pemupukan  dan perawatan.

“Beruntung tanaman padi masih bagus. Kalau ambruk kena angin, mungkin lebih pusing lagi karena rugi besar,” ungkapnya. Hal senada juga diungkapkan, Sanimin, 52. Petani asal Desa Sumbersari, Kecamatan Srono, itu menyebut saat ini harga gabah kering memang murah dibanding panen tahun lalu. Gara-gara harga gabah murah itu, para petani  resah karena utang di penggilingan padi tidak bisa dilunasi.

“Petani banyak  yang utang,” terangnya. Perjanjian antar petani dan pemilik penggilingan padi, terang dia, sudah lazim dilakukan. Selama musim tanam hingga perawatan, petani akan mendapat bantuan dana segar dari pemilik penggilingan padi. Jika sudah panen, hasil panen padi harus dijual ke penggilingan padi tersebut.

“Kalau tidak ada bos penggilingan padi, kami tidak punya biaya menggarap sawah,” ujarnya. Hasil panen padi itu, jelas dia, akan ditotal oleh pihak penggilingan padi. Jika kualitas padi bagus dan bobotnya melampaui ekspektasi, maka setelah dikurangi utang petani baru bisa  mendapat hasil.

“Kalau punya modal sendiri bisa transaksi ke penggilingan lain, tapi kalau sudah punya utang tidak bisa tawar-menawar harga,” tandasnya. Sementara itu, salah seorang pengusaha penggilingan padi di Kecamatan Singojuruh, H. Faried Hartanto, mengatakan produksi hasil panen padi tahun ini dinilai menurun dibanding tahun lalu.

Jika panen di bulan yang sama tahun lalu per hektare mampu menghasilkan enam hingga tujuh ton, kini hanya lima hingga enam ton.  Turunnya produksi gabah itu,  terang dia, diduga karena faktor cuaca. Tahun ini curah hujan masih  rendah, sehingga air irigasi di  persawahan saat musim tanam kurang lancar.

Belum lagi pemupukan yang tidak berimbang dan cuaca ekstrem, seperti angin kencang  dan guyuran hujan saat padi  menjelang masa panen. Akibatnya, tanaman padi ambruk dan hasil  panen merosot. “Harga gabah  ke ring sawah Rp 4 ribu per Kg dan kering giling Rp 4.750 per Kg,”  pungkasnya. (radar)