Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Harjaba ke-254 Banyuwangi Bertema Tandang Bareng, Refleksi Sejarah dan Penguatan Kolaborasi Daerah

harjaba-ke-254-banyuwangi-bertema-tandang-bareng,-refleksi-sejarah-dan-penguatan-kolaborasi-daerah
Harjaba ke-254 Banyuwangi Bertema Tandang Bareng, Refleksi Sejarah dan Penguatan Kolaborasi Daerah

sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Peringatan Hari Jadi Banyuwangi (Harjaba) ke-254 yang mengusung tema ”Tandang Bareng” digelar di halaman kantor Pemkab Banyuwangi, Kamis (18/12). Rangkaian Harjaba berlangsung khidmat dan sarat akan makna sejarah.

Perayaan diawali dengan upacara yang seluruh petugasnya berasal dari jajaran penjabat dan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Bupati Ipuk Fiestiandani didapuk sebagai inspektur upacara. Dia menekankan pentingnya memahami Hari Jadi Banyuwangi bukan sekadar penanda usia, melainkan menjadi refleksi jati diri daerah.

“Hari ini (kemarin), 254 tahun yang lalu, sejarah Banyuwangi ditorehkan. Bukan sekadar sebagai penanda waktu, tetapi juga jati diri. Sebuah wilayah yang lahir dari keberanian, bertahan melalui ujian zaman, dan tumbuh melalui keberagaman,” ujar Ipuk.

Usai upacara, peringatan Harjaba dilanjutkan dengan pertunjukan fragmen sejarah bertema ”Perang Puputan Bayu” dari Dewan Kesenian Blambangan (DKB). Fragmen ini menggambarkan perlawanan heroik rakyat Blambangan terhadap kolonialisme.

Fragmen tersebut diperankan oleh anak-anak dari Sekolah Rakyat (SR) Banyuwangi, yang tampil penuh semangat.

Ipuk menegaskan, tanggal 18 Desember yang jatuh kemarin merupakan momentum penting yang membawa memori kolektif masyarakat Banyuwangi kembali ke tahun 1771, saat peristiwa Puputan Bayu meletus.

“Peristiwa itu adalah simbol perlawanan heroik rakyat Blambangan melawan kolonialisme. Banyuwangi tidak lahir dari ruang hampa, tetapi lahir dari perjuangan peradaban,” tegasnya.

Menurut Ipuk, sejarah Banyuwangi bukan hanya tentang perlawanan terhadap ketertinggalan dan ketidakadilan, tetapi juga tentang keterbukaan dan keberanian untuk maju tanpa kehilangan akar budaya yang sudah ada selama berabad-abad.  

“Kini Banyuwangi tidak lagi berada di pinggiran. Kita telah menempatkan diri sebagai bagian penting dari mozaik Indonesia modern, sebagai daerah yang berani berinovasi namun tetap berpijak pada kearifan lokal,” ujarnya.

Pada Harjaba ke-254 ini, Pemkab Banyuwangi mengusung tema “Tandang Bareng”, yang dalam Bahasa Oseng berarti kerja dengan melangkah bersama. Tema tersebut menjadi penegasan bahwa pembangunan daerah tidak dapat berjalan optimal jika dilakukan sendiri-sendiri.

”Diperlukan sinergi, gotong royong, dan kolaborasi dari seluruh elemen, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi, komunitas, hingga seluruh masyarakat,” kata Ipuk.

Ia menambahkan, Harjaba harus menjadi pemantik kolektif untuk kemajuan bersama, terutama di tengah era pergeseran besar peradaban dunia yang ditandai dengan disrupsi ekonomi, perubahan iklim, dinamika geopolitik, serta persaingan global yang semakin ketat.

“Di tengah perubahan itu, Banyuwangi memilih satu jalan yang tegas, yakni bertumbuh tanpa meninggalkan siapa pun,” ucapnya.


Page 2

Ipuk juga menekankan bahwa semangat ”Tandang Bareng” merupakan kekuatan utama Banyuwangi. Pembangunan, menurutnya, hanya akan bermakna jika pemerintah dan rakyat berjalan bersama.

“Dalam semangat Tandang Bareng di sinilah kekuatan Banyuwangi dari kolaborasi yang tulus, gotong royong yang hidup, dan optimisme yang membumi,” imbuhnya.

Ke depan, Ipuk optimistis peluang Banyuwangi terbuka sangat luas. Letak geografis yang strategis, kekayaan alam, keunggulan budaya, serta kualitas sumber daya manusia menjadi modal besar untuk melompat lebih jauh.

Dalam rangkaian Harjaba tersebut, Pemkab Banyuwangi juga memberikan apresiasi kepada insan, lembaga, dan pelaku usaha yang telah berkontribusi nyata bagi kemajuan dan pembangunan daerah di Kota Gandrung. Acara ditutup dengan tasyakuran sederhana bersama masyarakat lintas profesi.

Ziarah ke Makam Bupati

Sementara itu, usai upacara Harjaba, rombongan Bupati Ipuk Fiestiandani melakukan ziarah ke makam Bupati Banyuwangi pertama, Raden Temenggung Wiroguno yang dikenal sebagai Raden Alit.

Komplek pemakaman Bupati Banyuwangi berada sebelah barat Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi di Kelurahan Kepatihan.

Ziarah ini menjadi bagian dari rangkaian Harjaba sebagai bentuk penghormatan kepada para pendiri dan leluhur yang telah meletakkan fondasi pemerintahan serta peradaban di Bumi Blambangan.

Ipuk mengatakan, Banyuwangi tidak lahir dari ruang hampa. Daerah ini tumbuh dari perjuangan peradaban panjang yang diwariskan oleh para leluhur. Mulai dari para pemimpin Blambangan hingga rakyat kecil yang setia menjaga jati diri daerah.

“Dari tanah Banyuwangi inilah tersimpan nilai kesetiaan, keberanian, keteguhan, dan daya juang yang diwariskan oleh para leluhur, mulai dari para pemimpin Blambangan hingga rakyat kecil,” ujar Ipuk. (ray/aif)


Page 3

sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Peringatan Hari Jadi Banyuwangi (Harjaba) ke-254 yang mengusung tema ”Tandang Bareng” digelar di halaman kantor Pemkab Banyuwangi, Kamis (18/12). Rangkaian Harjaba berlangsung khidmat dan sarat akan makna sejarah.

Perayaan diawali dengan upacara yang seluruh petugasnya berasal dari jajaran penjabat dan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Bupati Ipuk Fiestiandani didapuk sebagai inspektur upacara. Dia menekankan pentingnya memahami Hari Jadi Banyuwangi bukan sekadar penanda usia, melainkan menjadi refleksi jati diri daerah.

“Hari ini (kemarin), 254 tahun yang lalu, sejarah Banyuwangi ditorehkan. Bukan sekadar sebagai penanda waktu, tetapi juga jati diri. Sebuah wilayah yang lahir dari keberanian, bertahan melalui ujian zaman, dan tumbuh melalui keberagaman,” ujar Ipuk.

Usai upacara, peringatan Harjaba dilanjutkan dengan pertunjukan fragmen sejarah bertema ”Perang Puputan Bayu” dari Dewan Kesenian Blambangan (DKB). Fragmen ini menggambarkan perlawanan heroik rakyat Blambangan terhadap kolonialisme.

Fragmen tersebut diperankan oleh anak-anak dari Sekolah Rakyat (SR) Banyuwangi, yang tampil penuh semangat.

Ipuk menegaskan, tanggal 18 Desember yang jatuh kemarin merupakan momentum penting yang membawa memori kolektif masyarakat Banyuwangi kembali ke tahun 1771, saat peristiwa Puputan Bayu meletus.

“Peristiwa itu adalah simbol perlawanan heroik rakyat Blambangan melawan kolonialisme. Banyuwangi tidak lahir dari ruang hampa, tetapi lahir dari perjuangan peradaban,” tegasnya.

Menurut Ipuk, sejarah Banyuwangi bukan hanya tentang perlawanan terhadap ketertinggalan dan ketidakadilan, tetapi juga tentang keterbukaan dan keberanian untuk maju tanpa kehilangan akar budaya yang sudah ada selama berabad-abad.  

“Kini Banyuwangi tidak lagi berada di pinggiran. Kita telah menempatkan diri sebagai bagian penting dari mozaik Indonesia modern, sebagai daerah yang berani berinovasi namun tetap berpijak pada kearifan lokal,” ujarnya.

Pada Harjaba ke-254 ini, Pemkab Banyuwangi mengusung tema “Tandang Bareng”, yang dalam Bahasa Oseng berarti kerja dengan melangkah bersama. Tema tersebut menjadi penegasan bahwa pembangunan daerah tidak dapat berjalan optimal jika dilakukan sendiri-sendiri.

”Diperlukan sinergi, gotong royong, dan kolaborasi dari seluruh elemen, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi, komunitas, hingga seluruh masyarakat,” kata Ipuk.

Ia menambahkan, Harjaba harus menjadi pemantik kolektif untuk kemajuan bersama, terutama di tengah era pergeseran besar peradaban dunia yang ditandai dengan disrupsi ekonomi, perubahan iklim, dinamika geopolitik, serta persaingan global yang semakin ketat.

“Di tengah perubahan itu, Banyuwangi memilih satu jalan yang tegas, yakni bertumbuh tanpa meninggalkan siapa pun,” ucapnya.