Jamaiyah Adukan Kapolsek ke Propam
ROGOJAMPI – Meski sudah menghirup udara bebas, Wiwit Santoso, 28, dan Jamaiyah, 45, warga Dusun Patoman, Desa Watukebo, Kecamatan Rogojampi, belum bisa menerima kejadian yang menimpa mereka. Gara-gara masalah utang-piutang yang dibuktikan dengan catatan di atas kertas rokok, ibu dan anak itu harus mendekam selama 60 hari di balik jeruji besi.
Saat ditemui Jawa Pos Radar Banyuwangi di rumahnya, Jamaiyah Iangsung memanggil anaknya, Wiwit, dan suaminya, Sunarto, 51, untuk menceritakan permasalahan yang mereka hadapi. Kejadian yang menimpanya itu terjadi sekitar Juli 2015 saat dia hendak membeli kue Lebaran untuk dijual lagi.
Biasanya Jamaiyah membeli kue kepada tetangganya yang biasa dipanggil Mbak Tri. Karena kue di Mbak Tri sudah habis, Jamaiyah disarankan kakak iparnya, Suwati, 55, membeli kue di rumah Sriyatun. Selain lokasinya dekat, menurut kakak iparnya itu, harga kue di Sriyatun murah.
Jamaiyah pun membeli kue kepada Sriyatun dengan total belanja senilai Rp. 6.517.000. Sesuai kesepakatan, pelunasan pembayaran dilakukan satu bulan setelah hari raya dan disepakati harus lunas pada 25 Agustus 2015.
Jamaiyah mengaku, sebelum jatuh tempo dia sudah menyuruh anaknya menyicil utangnya itu. Pada 20 Agustus dia mengaku menyicil Rp 5.800.000 dan pada tanggal 23 Agustus Rp 717.000. Dengan demikian, utangnya sudah lunas.
Untuk meyakinkan utang tersebut sudah lunas, Jamaiyah meminta kakak iparnya, Suwati, bertanya kepada Sriyatun. “Waktu itu Mbak Sriyatun mengatakan utangnya memang sudah lunas sambil membolak- balikkan tangan,” kata Jamaiyah.
Dua bulan kemudian permasalahan muncul. Sriyatun bersama suaminya, Alpan, dan salah seorang yang mengaku oknum LSM bernama Agus datang menagih utang. Sriyatun mengatakan, Wiwit, anak Jamaiyah, memiliki utang Rp 23 juta.
Sriyatun juga mengatakan, utang kue Lebaran senilai Rp 6.517.000 belum lunas sambil menunjukkan bukti utang berupa coretan angka di balik bungkus rokok. Tak merasa berutang, Wiwit dan Jamaiyah bersikukuh. Setelah semakin ramai, Kepala Dusun Patoman, Saiful Irnaini, bersama Ketua RT, Kasmidi, pun datang ke rumah Jamaiyah.
Suwati, kakak ipar Jamaiyah, juga datang untuk meyakinkan bahwa utang sejumlah Rp 6.517.000 kepada Sriyatun sudah lunas. “Waktu itu kakak ipar saya ikut tanya ke Mbak Sriyatun, karena sebelumnya Mbak Sriyatun bilang sudah lunas. Tapi waktu datang ke rumah jawabannya berbeda,” lanjut Jamaiyah.
Permasalahan di rumah Jamaiyah itu sempat dihentikan karena tidak cukup bukti. Tetapi, sekitar satu minggu kemudian, Jamaiyah dan anaknya dipanggil ke balai desa guna menyelesaikan masalah tersebut. Karena Jamaiyah dan anaknya tidak merasa menggunakan uang, pihak Sriyatun akhirnya melaporkan ibu dan anak itu ke Polsek Rogojampi.
Pada 1 Desember setelah diperiksa beberapa kali, ibu dan anak itu langsung dimasukkan ke sel. Tanpa persiapan dan pemberitahuan sebelumnya, keduanya pun ditahan di Polsek Rogojampi selama 15 hari, lalu dipindah ke Lapas Banyuwangi selama 45 hari.
“Awalnya saya ditahan sementara supaya memudahkan pemeriksaan. Ternyata saya dan ibu saya ditahan terus sampai dipindah ke lapas. Padahal, barang bukti belum jelas. Bapak saya meminta penangguhan juga tidak diizinkan,” ujar Wiwit, anak sulung Jamaiyah.
Terkait nasib yang menimpanya itu, Jamaiyah dan keluarganya mengirimkan surat kepada Unit Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Banyuwangi dan berniat akan melanjutkan perkara itu sampai Polda Jatim. Wiwit mengaku kecewa dan kesal karena dia dan ibunya ditahan tanpa bukti dan peradilan yang jelas. Dia pun berharap ada keadilan yang bisa diterima terkait peristiwa tersebut.
“Kami sudah mengirimkan surat resmi ke Propam Polres Banyuwangi dan akan melanjutkan laporan ke polda. Sebab, sudah jelas ada kesalahan penyidik, tapi kasus tetap dilanjutkan,” ujar Edi Sungkono, kuasa hukum Jamaiyah. Sementara itu, saat dikonfirmasi via telepon, Kapolsek Rogojampi, Kompol Toha Choiri, mengatakan dirinya masih mengamati kasus tersebut.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan kesalahan penyidikan, Toha dengan enteng mengatakan dirinya akan menunggu proses yang sedang berjalan. “Kalau mau lapor Propam ya silakan, itu hak mereka. Kita tunggu saja prosesnya,” ujarnya. (radar)