BANYUWANGI – Keberatan para pengusaha tambang pasir dan batu (sirtu) yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Galian C Banyuwangi terkait mahalnya biaya pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) coba diluruskan pihak Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pertambangan (Disperindagtam). Instansi yang salah satu tugasnya mengurus pertambangan di Bumi Blambangan ini menegaskan bahwa sebenarnya retribusi yang diterima pemkab dari setiap pengurusan IUP Pertambangan, itu “hanya” sebesar Rp 1,5 juta per dokumen.
Kepala Disperindagtam Banyuwangi, Hary Cahyo Purnomo mengatakan, berdasar amanat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2011 tentang retribusi jasa umum, retribusi biaya cetak WIUP sebesar Rp 150 ribu per lembar. Sedangkan untuk mengurus IUP dibutuhkan sepuluh lembar peta WIUP tersebut. Jadi, retribusi yang diterima daerah dari pengurusan IUP sebesar Rp 1,5 juta. “Retribusi itu disetor ke kas daerah,” ujarnya kemarin.
Mengenai pernyataan Ketua Asosiasi Pengusaha Galian C yang menyebut biaya pengurusan IUP mencapai Rp 130 juta, Hary menjelaskan, besarnya biaya tersebut berasal dari jasa konsultan, baik konsultan tambang dan konsultan penyusunan dokumen lingkungan. Dikatakan, tarif konsultan tambang berkisar antara Rp 55 juta sampai Rp 90 juta, sedangkan tarif konsultan penyusunan do kumen lingkungan berkisar Rp 10 juta sampai 15 juta.
“Yang menunjuk konsultan ya pengusaha sendiri, bukan pe merintah,” kata dia. Hal lain yang menyebabkan biaya pengurusan IUP cende rung mahal adalah uang ja minan reklamasi. Namun de mikian, pemerintah sudah memberikan keringanan kepada para pengusaha terkait uang jaminan reklamasi tersebut. Caranya, uang jaminan reklamasi bisa dicicil setiap tahun atau setiap dua tahun. “Misalnya, jika jaminan reklamasi lahan pasca tambang mencapai Rp 250 juta, bisa dicicil setiap ta hun Rp 50 juta,” paparnya.
Hary menambahkan, ke giatan usaha pertambangan bersifat padat modal. Dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan sa ngat masif. Sehingga, dalam pe rencanaan dan studinya harus di lakukan dengan benar. “Ini ber kaitan dengan keterlanjutan atau kelestarian daya dukungling kungan. Agarkerusakan lingkungan bisa diatasi, harus dilakukan reklamasi dan pe nanganan pasca tambang,” tu turnya. Lebih lanjut dikatakan, IUP tidak bisa disamakan dengan izin usaha yang lain, misalnya surat izin usaha perdagangan.
Sebab, objek dari kegiatan tambang pasir, batu, dan tanah berada dalam penguasaan negara, itu sesuai dengan ama nat Pasal 33 ayat (3) Un dang-Undang Dasar (UUD) 1945. Selain itu, objek usaha per tambangan itu merupakan sumber daya alam (SDA) tidak terbarukan. “Jaminan reklamasi itu akan dikembalikan jika pihak pengelola tambang melakukan reklamasi. Jika tidak, uang jaminan itu akan digunakan oleh pemerintah untuk melakukan reklamasi,” pungkasnya. (radar)