Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Kuliah setelah Sering Bertemu Mahasiswa Unej

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

seringgHeru Sandika Triana, jaksa yang berdinas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi ini, punya hobi cukup ekstrem. Pria yang tinggal di Jalan Mendut, Kelurahan Taman Baru, Kecamatan Banyuwangi, itu dikenal suka panjat tebing. Banyuwangi PENAMPILANNYA memang cukup meyakinkan. Sambil menenteng tas warna hitam, Heru Sandika yang siang itu mengenakan se ragam kebesarannya warna cokelat me langkahkan kaki di gedung Penga dilan Negeri (PN) Banyuwangi.

Se bagai jaksa yang tergolong muda, Heru terlihat fresh siang itu. Dalam deretan jaksa di Kejari Banyu wangi, Heru yang lahir di Jalan Men dut, Kelurahan Taman Baru, itu pa ling muda. Tetapi, jam terbangnya ter golong sudah lumayan. “Saya balik dan dinas di Banyuwangi pada 2011,” ujar Heru kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi kemarin Pria 35 tahun itu mulai meniti karir se bagai jaksa di Kejari Karangasem, Bali, pada 2002. Dia menjadi jaksa setelah lulus dari Fa kultas Hukum, Universitas Mataram (Un ram), dan pendidikan jaksa di Jakarta.

Dua tahun berdinas di Karangasem, Heru di mutasi ke Kejari Lombok Tengah, Nusa Teng gara Barat (NTB), hingga 2011. “Dari Lombok Tengah pindah ke Banyuwangi ini,” ucap pria murah senyum itu. Awal menjadi jaksa, Heru mengaku tidak bisa lepas dengan hobinya panjat tebing. Te tapi, karena kesibukannya, hobinya itu tidak bisa disalurkan seperti saat masih men jadi mahasiswa. “Saat dinas di Kejari Lombok Tengah, saya ditunjuk menjadi pelatih panjat tebing,” kenangnya.

Kecintaan Heru terhadap panjat tebing tum buh sejak dia masih duduk di bangku SMPN 2 Banyuwangi. Awalnya dia kerap men jelajahi gunung bersama kelompok pen cinta alam. “Waktu masih SMP sering ke Gunung Ijen dan Gunung Argopuro, Situbondo,” katanya. Selepas SMP dan masuk SMA Banyuwangi, suami Lina itu mulai menggandrungi panjat tebing. Lantaran tidak ada fasilitas, latihan panjat tebing ini dilakukan di jembatan Tam bong, Desa Pakistaji, Kecamatan Kabat.

Jembatan Tambong itu pernah kita sulap menjadi arena latihan. Biaya kita tang gung sendiri,” ungkapnya. Untuk mengasah keterampilan panjat te bing, Heru kerap berguru kepada para pen cinta alam Universitas Negeri Jember (Unej). Bahkan, setelah lulus SMA pada 1995, dia sering bolak-balik Banyuwangi-Jem ber hanya sekadar latihan panjat tebing. “Ikut kompetisi panjat tebing yang per tama di Jember, tapi tidak menang,” ce tusnya. Gara-gara gila panjat tebing, bapak dua putra itu sempat tidak melanjutkan pendidikan.

Sejak 1995 hingga 1997 hanya ber main panjat tebing di Jember. “Sering ber temu mahasiswa Unej, lama-lama kok ingin kuliah juga ya,” ujarnya sambil ter tawa. Setelah dua tahun meninggalkan dunia pen didikan, pada 1997 Heru mendaftar kuliah melalui jalur UMPTN (ujian masuk per guruan tinggi negeri) dan diterima di Fakultas Hukum, Unram, NTB. “Baru masuk di Unram, ada kompetisi panjat tebing dan saya juara II,” sebutnya. Atas prestasinya itu, Heru langsung menjadi atlet panjat tebing.

Mewakili Pro vinsi NTB, dia masuk 12 besar da lam kejuaraan nasional (kejurnas) di Kalimantan Timur pada 1999. Lalu, men jadi juara pertama dalam kejurnas di Jem ber. “Saya juga masuk tim untuk PON pada ta hun 2000,” beber Heru. Dengan nada serius Heru menyebut, panjat tebing adalah hobi beratnya. Sampai saat ini dia sudah berhasil menaklukkan se jumlah gunung, seperti Gunung Rinjani, Se meru, dan Raung. “Pernah jatuh, beruntung tidak luka serius,” kenangnya.

Selain hobi panjat tebing, Heru juga senang balap motor. Kesukaan main motor lahir sejak dia SMA. Terkait hobinya yang satu ini, dia pernah mengikuti balap motocross di sejumlah daerah. “Saya per nah ikut di NTB, juga pernah ikut di Banyuwangi dan Muncar,” katanya. Dalam even motocross tersebut, kategori yang dia ikuti tidak main-main, yakni special engine (SE) 250 CC. “Balapan motocross tidak pernah menang, karena se kadar hobi saja,” cetus Heru. (radar)

Kata kunci yang digunakan :