BANYUWANGI – Langkah Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi melakukan penahanan terhadap Heri Budiawan alias Budi Pego menuai dukungan lintas kalangan.
Budi Pego yang bertindak sebagai koordinator aksi dinilai paling bertanggung jawab atas kemunculan gambar yang menyerupai logo Partai Komunis Indonesia (PKI), yakni palu arit, pada spanduk yang dibentangkan peserta aksi tolak tambang di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran pada 4 April lalu tersebut.
Dukungan terhadap langkah Kejari Banyuwangi tersebut datang dari Pemuda Pancasila (PP), Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC-NU), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Suara Blambangan (Forsuba) serta Forum Peduli Umat Indonesia (FPUI).
Dukungan disampaikan dalam sesi jumpa pers yang digelar di kawasan Jalan Ahmad Yani, Banyuwangi, kemarin (7/9). Di hadapan sejumlah awak media, mereka juga menolak isu kriminalisasi pada proses penahanan Budi Pedo.
Sebab, demo tolak tambang dan keberadaan logo palu arit adalah dua hal yang sangat berbeda. Demonstrasi untuk menyampaikan aspirasi di depan umum adalah hak setiap warga negara. Namun, mengibarkan gambar mirip lambang PKI sudah jelas dilarang.
Wakil Ketua PC-NU Banyuwangi, Nanang Nur Ahmadi meminta masyarakat tidak mencampur aduk soal demo dengan kemunculan spanduk berlogo palu arit tersebut. “Jangan dicampur aduk. Masyarakat harus memahami itu, jangan sampai ikut arus. Sejarah jelas mencatat, kalau adu domba, menghasut, dan menebarkan isu sesat adalah keahlian dari PKI,” ujarnya.
Ketua PP Banyuwangi, Eko Suryono, menambahkan pihaknya mendukung langkah Kejari Banyuwangi menahan Budi Pego selaku koordinator demo palu arit. “Karena foto dan video sudah jelas (ada gambar menyerupai logo palu arit pada Spanduk yang dibawa peserta aksi,” kata dia.
Sementara itu, Ketua FPUI, Kiai Hanan, menyampaikan pengalaman hidupnya di era G-30S-PKI. Dia mengaku melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kekejaman Laten Komunis. “Karena itu, saya sedikit pun tidak terima jika ada oknum atau kelompok yang dengan sengaja atau tidak mengibarkan logo palu arit. Dan saya mendukung langkah Kejaksaan menahan Koordinator demo,” cetusnya.
Ketua Forsuba yang juga sesepuh Gerakan Pemuda (GP) Ansor Banyuwangi, Abdillah Rafsanjani, menegaskan bahwa pengibaran logo palu arit adalah sebuah kejahatan. Karena logo tersebut adalah lambang organisasi terlarang yang merupakan musuh negara dan musuh seluruh masyarakat Indonesia.
“Jangan main-main dengan logo palu arit, Banyuwangi, pernah terluka,” pintanya. Terkait kekejaman PKI, lanjutnya, 60 lebih kader GP Ansor telah menjadi korban kekejaman laten komunis pada 18 Oktober 1965.
Mereka dibantai di Dusun Cemetuk, Desa Cluring, Kecamatan Cluring. Sebagai bentuk penghormatan terhadap para korban, di lokasi tersebut didirikan monumen. Sekadar mengingatkan, pada 4 April lalu, Budi Pego bersama para pendukungnya menggelar demo di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran.
Dalam demo itu, muncul spanduk bergambar mirip lambang Partai Komunis Indonesia (PKI). Polisi kemudian menahan Budi Pego pada Senin (4/9). (radar)