BANYUWANGI – Sidang kasus spanduk berlogo palu arit di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran dengan terdakwa Hari Budiawan alias Budi Pego, kembali digelar, kemarin (27/9). Sidang dimulai pukul 09.00 dengan agenda mendengarkan tanggapan penuntut umum atas eksepsi penasihat hukum Budi Pego.
Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim, Putu Endru Sonata itu dihadiri oleh jaksa penuntut umum (JPU) Budi Cahyono, dan penasihat hukum terdakwa, Ahmad Rifai dan rekan.
JPU Budi Cahyono menegaskan, isi eksepsi penasihat hukum sangat tidak berkaitan dan telah memasuki materi pokok perkara. Ditegaskan pula, surat dakwaan yang dibuat JPU telah sesuai dan memenuhi syarat formil sesuai pasal 143 huruf (b) KUHAP, yakni telah diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa.
“Bahwa surat dakwaan sudah disusun dengan uraian secara cermat, jelas, dan lengkap, mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan,” ujar Budi Cahyono.
JPU juga menyampaikan agar majelis hakim menyatakan pemeriksaan atas nama terdakwa Hari Budiawan alias Budi Pego dilanjutkan dengan memeriksa materi perkara. Selain itu, majelis hakim diminta memanggil para saksi dan menghadirkan barang bukti dalam persidangan berikutnya.
Sebelum sidang ditutup, penasihat hukum terdakwa sempat menyampaikan permohonan penangguhan penahanan terdakwa kepada majelis hakim. Sayangnya, permohonan itu justru ditolak oleh majelis hakim dengan sejumlah pertimbangan.
“Sidang ditutup dan akan dilanjutkan pada Selasa, 3 Oktober 2017 dengan agenda putusan sela,” tegas ketua majelis hakim, Putu Endru Sonata sambil mengetuk palu sidang. Terkait tanggapan jaksa atas eksepsi tersebut, penasihat hukum terdakwa, Ahmad Rifai masih akan menunggu putusan sela majelis hakim minggu depan.
Sementara mengenai penangguhan penahanan yang belum bisa dikabulkan oleh majelis hakim, pihaknya cukup kecewa. “Kami tentu kecewa atas tidak dikabulkannya permohonan penangguhan penahanan terdakwa. Tapi, kami tetap menghormati putusan majelis hakim tersebut,” kata Rifai.
Seperti sidang sebelumnya, puluhan massa Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), Pemuda Pancasila (PP), Forum Peduli Umat Indonesia (FPUI), dan Forum Suara Blambangan (Forsuba) terus mengawal proses peradilan itu.
Aparat kepolisian juga memperketat penjagaan selama berjalannya sidang. Tidak hanya di dalam ruang persidangan, penjagaan ketat juga terjadi di luar kantor PN Banyuwangi. Bahkan, sejumlah pengunjung sidang harus melalui pemeriksaan tiga lapis.
Pertama, pemeriksaan di pagar berduri. Kedua, pemeriksaan di depan pintu gerbang PN Banyuwangi, dan pemeriksaan ketiga di depan pintu masuk ruang persidangan. Satu per satu peserta sidang diperiksa dan digeledah.
Personel kepolisian yang mengamankan jalannya sidang juga berpakaian dinas dan sipil. Polisi yang berseragam dinas juga tampak mengenakan rompi anti peluru dan bersenjata lengkap.
Ketua Pemuda Pancasila, Eko Suryono mengajak seluruh ormas Islam dan nasionalis Bumi Blambangan tersebut mendesak segala hal yang terindikasi berkaitan dengan PKI harus dihukum berat. Terlebih tentang bahaya laten komunisme, Banyuwangi memang punya sejarah kelam.
Sebanyak 62 orang kader GP Ansor setempat telah menjadi korban kekejaman PKI pada 18 Oktober 1965 di Dusun Cemetuk, Desa Cluring, Kecamatan Cluring.
“Sidang kali murni tentang pengibaran logo palu arit yang itu mirip dengan lambang PKI, yakni organisasi terlarang musuh negara, musuh seluruh warga Indonesia. Dan sejarah mencatat, PKI pernah membantai dengan keji putra-putra Banyuwangi,” tegas Eko. (radar)