Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Penggundulan Hutan di Perkebunan Lereng Ijen Berpotensi Picu Banjir dan Longsor di Banyuwangi

penggundulan-hutan-di-perkebunan-lereng-ijen-berpotensi-picu-banjir-dan-longsor-di-banyuwangi
Penggundulan Hutan di Perkebunan Lereng Ijen Berpotensi Picu Banjir dan Longsor di Banyuwangi

sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Upaya menjaga stabilitas kawasan rawan bencana di tiga wilayah, yakni Kecamatan Licin, Glagah, dan Banyuwangi terus diperkuat.

Hal ini dibahas dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Mitigasi Bencana BPBD Banyuwangi yang digelar Rabu (10/12) di Kantor Kecamatan Licin.

Rakor digelar supaya lebih  fokus menjaga keamanan aktivitas warga, mendukung sektor pariwisata, serta memperkuat sinergi lintas sektor dalam pengendalian bukaan lahan, penertiban saluran buangan, hingga peningkatan fungsi rorak dan vegetasi hulu daerah aliran sungai (DAS).

Rakor tersebut dihadiri oleh lurah dari wilayah lereng pegunungan Ijen, Sekretaris Camat Licin, Sekretaris Camat Glagah, perwakilan Perhutani, Koramil, perwakilan cabang Dinas Kehutanan (CDK) Banyuwangi, unsur kepolisian, serta perwakilan perkebunan PT Lidjen.

Pertemuan tersebut menjadi ruang strategis untuk menyatukan langkah penanganan krisis lingkungan dan potensi bencana ekologis akibat kerusakan hutan.

Salah satu isu utama yang menjadi sorotan adalah maraknya ahli fungsi lahan di lereng Ijen, Kecamatan Licin.

Kepala Pelaksana BPBD Banyuwangi Danang Hartanto menyebut, kondisi tersebut berpotensi menimbulkan bencana jika tidak segera ditangani.

”Dalam rakor, kami belum menemukan titik tengah terkait ahli fungsi lahan yang ditanami jagung dan cabai di wilayah PT Perkebunan Lidjen yang juga hadir dalam pertemuan,” ujarnya.

Danang menegaskan bahwa setiap pembukaan lahan di wilayah perkebunan harus memiliki izin dari pihak pengampu, dalam hal ini Dinas Pertanian (Dispertan).

Namun yang terjadi di lapangan, pembukaan lahan masih terus dilakukan tanpa dokumen teknis yang jelas. “Kalau hal ini terus dilakukan, potensi longsor semakin besar.

Dampak paling ringan yang telah terjadi merupakan pendangkalan di bawah, karena erosi yang terus menumpuk di sungai. Tidak ada penangkapan air, sementara posisinya di lereng gunung yang merupakan hulu,” ucapnya.

Menurut Danang, kondisi tanah yang mudah tergerus air hujan memperparah risiko tersebut. Jika pembukaan lahan dilakukan terus-menerus berbarengan dengan musim hujan, maka limpahan material dari hulu tidak bisa dihindari.

Ia juga menyoroti pembangunan rorak yang seharusnya memiliki kajian teknis mendalam, mulai dari kontur tanah, kapasitas tampungan, hingga titik pembangunan yang ideal.

”Kalau rorak dibangun hanya dikira-kira, itu sangat berbahaya. Kalau tidak kuat bisa jebol dan menimbulkan banjir bah. Di desa yang berada disekitarnya beberapa kali terjadi banjir lumpur, dan datanya sudah ada. Kita lihat roraknya itu pembuangannya langsung ke sungai sehingga larike jalan apabila terjadi hujan hanya dalam waktu 15 menit saja,” ungkapnya.


Page 2

Danang mengungkapkan, dorongan ekonomi sering memaksa masyarakat mengubah tanaman keras yang berfungsi menjaga konservasi menjadi tanaman hortikultura, seperti pisang dan komoditas jangka pendek lainnya.

“Karena kondisi ekonomi sulit, masyarakat mengubah tanaman keras jadi horti. Ini masalah serius di bawah. Makanya poin terpenting adalah kesadaran masyarakat,” ungkapnya.

Danang juga menyoroti perbedaan kewenangan antara pemerintah daerah, Perhutani, dan pemerintah pusat dalam pengelolaan kawasan hutan. Kondisi tersebut membuat langkah mitigasi kerap berjalan sendiri-sendiri.

Sehingga, perlu kolaborasi antarinstansi dan pemerintah desa merupakan kunci untuk memastikan pengawasan dan pendampingan berjalan efektif.

“Kalau kita tidak bertemu, tidak ada solusi. Dengan kolaborasi, adu argumentasi, akan mengerucut dan kita rumuskan langkah bersama,” jelasnya.

Melalui rakor ini, disepakati bahwa BPBD dan seluruh pihak akan segera menyusun rumusan langkah teknis.

Minggu depan akan digelar pembahasan lanjutan untuk memetakan persoalan, membagi peran setiap instansi, serta menyiapkan prioritas aksi di lapangan.

“Kita harus bergerak cepat. Selanjutnya akan ada pembukaan sedimen di wilayah bawah karena kerusakan vegetasi di atas sudah parah. Kita buka saluran yang tertutup akar dan sedimen supaya jalur air kembali berjalan,” ungkapnya.

Danang menegaskan, seluruh langkah mitigasi yang ditempuh merupakan bagian dari misi kemanusiaan untuk menyelamatkan masyarakat dari ancaman banjir, longsor, dan bencana ekologis lainnya.

Kolaborasi lintas sektor diharapkan menjadi momentum membangun kembali kesadaran publik tentang pentingnya menjaga ekosistem hutan.

“BPBD berkomitmen memperkuat sistem mitigasi berbasis desa, sekaligus mendorong semua pihak untuk mengedepankan pengelolaan hutan berkelanjutan dari hulu ke hilir,” tegasnya. (ray/rio/aif)


Page 3

Danang mengungkapkan, penanaman jagung sejak dulu dan cabai yang baru dibuka dari aktivitas ahli fungsi lahan kian memperbesar risiko, karena minimnya tanaman keras penahan tanah.

“Penanaman jagung dan cabai sekali buka bisa sekitar 50 hektar. Itu sangat berbahaya, baik di lereng Ijen maupun di arah Kalibendo. Banyak keluhan warga di daerah tersebut. Kalau bicara soal banjir, itu bukan hanya di hulu tapi juga berdampak ke hilir,” tambahnya.

Dalam rakor tersebut, kata Danang, belum ada keputusan final. BPBD masih akan mengumpulkan data bersama lintas sektor. Ia menyebut sebelumnya pernah ada kesempatan koordinasi, namun tidak dilaksanakan pihak terkait.

“Makanya kita lihat pola pikirnya, baik masyarakat, camat, kades hingga forkopimda. Polanya harus pendekatan kerja sama karena di situ sudah ada perputaran ekonomi,” ujarnya.

Danang menegaskan perlunya ketegasan kepada perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak patuh terhadap aturan dan tidak memikirkan dampak lingkungan. Perusahaan hanya memikirkan hasil tanpa memikirkan akibatnya.

”Harus ada sanksi tegas dari Pemkab. Jika diabaikan, HGU-nya bisa ditarik oleh negara. Jangan sampai terjadi bencana besar seperti di Aceh akibat kerusakan lingkungan yang dilakukan,” tegasnya.

Sebelumnya, Wakil Direktur PT Perkebunan Lidjen Suprayogi Tanoerahardjo mengatakan, pihaknya telah melakukan pembangunan rorak di sekitar kawasan perkebunannya. Hingga kini 28 titik rorak yang sudah dibangun.

Rorak tersebut berfungsi sebagai penahan limpasan air hujan sekaligus menjaga agar tanah subur (top soil) tidak terbawa arus.

“Tanpa disuruh pun kami sebenarnya sudah menyiapkan rorak. Karena material yang terbawa banjir selama ini adalah tanah subur. Kami juga ingin tanahnya tetap berada di sini (kawasan PT Perkebunan Lidjen),” jelas Yogi.

Langkah ini juga membantu menjaga jalan raya di sekitar perkebunan tetap kering setelah hujan, terutama jalur vital yang sering dilalui warga.

“Kami akan terus menambah jumlah rorak sambil melihat ke mana arah aliran air. Semua air kami tampung kecuali yang terlalu dekat permukiman, itu langsung kami alirkan ke curah,” jelasnya.

Kondisi Tutupan Hutan Sangat Memprihatinkan

Kepala Pelaksana BPBD Banyuwangi Danang Hartanto mengatakan, kondisi tutupan hutan di sejumlah wilayah Kabupaten Banyuwangi berada dalam situasi memprihatinkan.

Kerusakan hutan terjadi secara menyeluruh di jalur barat, selatan hingga utara, mulai dari Pesanggaran, Glenmore, Sempu, hingga Licin, dengan pola pengelolaan yang berbeda-beda.

“Kondisi hutan kita memprihatinkan, dari Pesanggaran sampai Licin. Kita ingin mencari polanya seperti apa. Bagaimana pengelolaan bersama Perhutani dan CDK dari bawah, langsung pada permasalahan masyarakat,” katanya.