BANGUNAN tua di Banyuwangi masih menjadi incaran tim ekspedisi peninggalan kolonial Jawa Pos Radar Banyuwangi (JP-RaBa) dan komunitas Banjoewangie Tempo Doeloe (BTD). Kali ini tim ekspedisi mengunjungi sebuah bangunan tua di Kelurahan Penataban, Kecamatan Giri, yakni SMK PGRI 2 Giri Banyuwangi.
Meski terlihat jadul (lawas), tapi konstruksi bangunan SMK PGRI 2 Giri Banyuwangi itu masih terlihat kokoh. Bangunan dengan plafon tinggi, pintu dan jendela besar-besar menandakan bangunan itu peninggalan kolonial Belanda pada zaman dulu.
Tampaknya, bangunan itu masih seperti aslinya dulu. Terlihat hanya ada sedikit renovasi pada bangunan tersebut, yakni renovasi lantai dan atap bangunan. Yang dulu atap terbuat dari seng, saat ini sudah diganti genting. Lantai bangunan pun demikian, dulu awalnya berlantai ubin, tapi saat ini sudah diganti keramik.
Informasi yang dikumpulkan Jawa Pos Radar Banyuwangi dan BTD, bangunan itu didirikan pada tahun 1900-an. Kala itu pemerintah Belanda memerintahkan beberapa pengusaha asal Belanda membuka lahan perkebunan kopi, karet, tembakau, teh, cokelat, dan lain-lain, di Pulau Jawa paling timur.
Saat itu ada empat pengusaha swasta asal Belanda yang ditunjuk. Mereka diberi kebebasan membuka lahan di wilayah Glenmore. Salah satu pengusaha tersebut adalah JH. Behms. JH. Behms adalah warga berkebangsaan Belanda yang lahir pada 23 Agustus 1863 di Franeker, Belanda.
Saat usianya menginjak usia 40-an, dirinya bersama ketiga rekannya bersama-sama membuka lahan di wilayah Glenmore dengan nama C.O. (Cultuur Ondememing) Kendanglembu. Perkebunan itu di bawah naungan David Bemie Administrasi Kantoor (DBAK) yang berkedudukan di Jember, Karesidenan Besuki.
Singkat cerita, saat perkebunan sudah mulai berjalan dengan baik dan beberapa pekerja dari luar kota sudah mulai didatangkan, keempat pengusaha asal Belanda ini terlibat konflik yang mengakibatkan mereka harus berpisah.
Konflik tersebut terlihat sangat serius. Sampai-sampai pengadilan Belanda mengutus JH. Behms harus pergi dari perkebunan Glenmore yang dia dirikan itu. Dia pun memilih pergi ke arah timur, yakni menuju Kelurahan Penataban, Kecamatan Giri.
Di Kelurahan Penataban JH. Behms membangun sebuah rumah mewah yang saat ini menjadi gedung SMK PGRI 2 Giri. Tidak diketahui secara pasti tahun berapa rumah itu dibangun JH. Behms dan bagaimana proses pembangunannya. Sebab, JH. Behms sangat jarang muncul dan tertulis di buku-buku sejarah.
“Tapi kami prediksi itu dibangun pada tahun 1900-an,” ujar Munawir, ketua BTD. Humas BTD, Yanuar Widodo, menjelaskan setelah rumah yang dibangun itu berdiri dengan kokoh, Behms mempersunting wanita pribumi asal Malang bernama Halimah.
Dia pun mengajak istri dan keluarga istrinya tinggal di Banyuwangi. Sebagian keluarga Halimah dibelikan sawah di daerah Krikilan, Glenmore. Sebagian lagi ada yang dipe kerjakan sebagai sopir, pembantu rumah tangga, koki, tukang kebun, dan lain-lain.
Masing-masing dari mereka juga dibuatkan sebuah rumah di belakang rumah JH Behms di Kelurahan Penataban itu, sehingga terbentuk perkam pungan kecil keluarga Halimah di lokasi tersebut. Hingga saat ini perkampungan itu masih padat penduduk.
Bahkan, saat Halimah mening gal dunia, jenazahnya dima kamkan di sebuah perkampungan di belakang rumah milik JH Behms tersebut. Sementara itu, ketua ekspedisi, MH. Qowim, menjelaskan berdasar literatur yang ditemukan, pernikahan JH Behms dan Halimah tidak dikaruniai anak. Namun, mereka mengasuh empat anak bernama Sirat Minggu, Asmiati, Paino, dan Saelah.
“Di masa hidupnya, keluarga Behms terkenal sebagai keluarga baik, dermawan, dan peduli terhadap pribumi,” jelas MH. Qowim. Diceritakan Munawir, berdasar penelusuran yang dilakukan didapatkan data bahwa keluarga JH. Behms hidup rukun.
Perkampungan kecil di belakang rumah JH. Behms juga tampak tenang waktu itu. Memasuki Perang Dunia II tahun 1942, Behms ditangkap dan ditawan penguasa Jepang yang mengalahkan penguasa Belanda. Dia ditahan di rumah tahanan (penjara) di Malang kemudian dipindahkan ke Semarang hingga meninggal pada tanggal 29 Maret 1944.
Setelah meninggal, rumah itu ditempati Halimah dan anak-anak asuhnya. Akibat semua harta kekayaan JH. Behms disita Jepang—termasuk rumah—akhirnya keluarga Halimah jatuh miskin. Halimah meninggal dunia dalam keadaan miskin.
“Bangunan di SMK PGRI 2 Giri ini masih asli semua. Hanya lantai dan atap saja yang diganti tapi masih terawat dengan baik,” pungkas Munawir. (radar)