sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) serta Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) di Jawa Tengah tahun 2026 dipastikan akan dilakukan secara serentak pada 24 Desember 2025.
Penetapan tersebut akan dilakukan langsung oleh Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi.
Kepastian itu disampaikan Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah Ahmad Aziz, usai mendampingi Gubernur Ahmad Luthfi mengikuti sosialisasi kebijakan upah minimum tahun 2026 bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli.
Kegiatan tersebut digelar secara daring dari Kantor Gubernur Jawa Tengah, Rabu (17/12/2025).
“Tadi dipaparkan oleh Mendagri dan Menaker bahwa Peraturan Pemerintah (PP) terkait penetapan upah minimum sudah ditandatangani oleh Presiden kemarin. Namun sampai sekarang penomorannya masih dalam proses. Disampaikan juga oleh Menaker bahwa waktu penetapan upah minimum di seluruh daerah sama,” ujar Aziz, seperti dilansir dari laman jatengprov.go.id.
Menurutnya, pemerintah pusat telah menetapkan bahwa penetapan UMP dan UMK, termasuk UMSP dan UMSK, dilakukan serentak pada 24 Desember 2025.
Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan kepastian hukum dan keseragaman waktu penetapan upah minimum di seluruh Indonesia.
Aziz menjelaskan, terkait formula penghitungan upah minimum, pemerintah masih menggunakan variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan faktor alfa.
Rumusannya adalah inflasi ditambah hasil perkalian pertumbuhan ekonomi (PE) dengan alfa (a). Dalam PP tersebut, rentang nilai alfa ditetapkan antara 0,5 hingga 0,9.
“Penentuan nilai alfa yang akan digunakan nanti dalam menghitung UMP dan UMK menjadi bagian dari pembahasan di Dewan Pengupahan Provinsi maupun Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota,” jelasnya.
Ia menegaskan, nilai alfa tersebut tidak ditentukan sepihak, melainkan melalui dinamika pembahasan di dalam dewan pengupahan yang melibatkan berbagai unsur.
Mulai dari pemerintah, perwakilan serikat pekerja atau buruh, organisasi pengusaha, hingga pakar dan akademisi.
“Terkait alfa itu bagian dari dinamika yang ada di dewan pengupahan. Tentunya nanti ada kajian, alasan, dan pertimbangan. Semua akan diramu dan dibahas bersama oleh Dewan Pengupahan,” imbuh Aziz.
Lebih lanjut, Aziz memaparkan alur penetapan UMP dan UMSP dimulai dari pembahasan di Dewan Pengupahan Provinsi.
Page 2
Page 3
Hasil pembahasan tersebut kemudian direkomendasikan kepada gubernur untuk selanjutnya ditetapkan secara resmi pada 24 Desember 2025.
Sementara itu, untuk penetapan UMK dan UMSK, prosesnya diawali dari pembahasan di Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.
Hasilnya disampaikan kepada bupati atau wali kota, lalu direkomendasikan kepada gubernur paling lambat pada 22 Desember 2025, sebelum akhirnya ditetapkan secara serentak dua hari kemudian.
“Dalam pembahasan dewan pengupahan nanti juga akan membahas berbagai usulan dari perwakilan serikat buruh atau pekerja, organisasi pengusaha, serta pakar dan akademisi. Semua masukan itu menjadi bahan pertimbangan,” jelas Aziz.
Ia juga menyebutkan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah menyiapkan jadwal rapat Dewan Pengupahan Provinsi yang akan digelar pada Kamis (18/12/2025) pukul 13.00 WIB.
Rapat tersebut menjadi langkah awal pembahasan sebelum penetapan upah minimum 2026.
“Kami menyiapkan rapat dewan pengupahan besok. Sambil menunggu PP yang sudah ada nomornya, karena itu menjadi dasar hukum utama dalam pembahasan,” ujarnya.
Terkait upah minimum sektoral provinsi (UMSP), Aziz menegaskan bahwa pembahasannya menjadi kewenangan Dewan Pengupahan Provinsi. Demikian pula UMSK yang menjadi ranah Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.
Hingga saat ini, sektor-sektor yang akan ditetapkan sebagai UMSP 2026 belum ditentukan karena masih menunggu hasil rekomendasi dari dewan pengupahan.
“Untuk sektoral itu, sektor apa saja yang nanti dibahas dan direkomendasikan akan ditentukan di dewan pengupahan. Landasannya adalah PP tersebut, nanti akan kita lihat secara lengkap sebagai dasar pembahasan,” jelasnya.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli dalam arahannya menyampaikan bahwa penentuan nilai alfa harus memperhatikan prinsip proporsionalitas.
Hal itu dilakukan agar upah minimum tetap mampu memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja dan buruh.
Sedangkan untuk penetapan upah minimum sektoral, Menaker menegaskan bahwa sektor yang ditetapkan harus memenuhi kriteria tertentu.
Di antaranya sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) lima digit serta memiliki karakteristik dan tingkat risiko kerja yang berbeda dibandingkan sektor lainnya.
“Sektor tertentu yang ditetapkan harus memiliki karakteristik dan risiko kerja yang berbeda, sehingga memang layak diberikan upah minimum sektoral,” tuturnya.








