BANYUWANGI – Majelis hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi kembali “mengobral” putusan bebas bagi terdakwa perusakan fasilitas milik PT. Bumi Suksesindo (BSI). Kali ini yang diputus bebas adalah Didik Hengki Prasetyo, 21, dan Sunarto alias Narto alias Pak Po, 43.
Keduanya dianggap tidak terbukti melanggar Pasal 160 dan 170 ayat 2 ke-1 KUHP seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU). Dalam sidang pembacaan putusan kemarin, majelis hakim yang diketuai Ahmad Rasyid membebaskan kedua terdakwa dari tuntutan JPU.
Majelis hakim menilai kedua terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pidana yang tertuang dalam unsur yang didakwakan JPU kepada keduanya. Atas ketentuan itu, hakim menyatakan keduanya tidak bersalah dan dibebaskan dari segala dakwaan.
Salah satu poin terpenting dalam putusan itu mengenai peran langsung keduanya yang dianggap lemah sebagai penyebab kerusuhan di lokasi tambang milik PT. BSI. Tidak ada bukti kuat yang menyatakan keduanya terlibat dan turut serta dalam insiden perusakan fasilitas BSI di area tambang emas Tumpang Pitu.
Atas dasar pertimbangan itu majelis hakim akhirnya membebaskan keduanya dari hukuman. Hakim juga meminta agar kedua terdakwa segera dibebaskan. Selain itu, juga harus ada pemulihan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabat.
Majelis hakim juga memerintahkan terdakwa dikeluarkan dari rumah tahanan negara. Putusan bebas itu langsung disambut tepuk tangan pengunjung sidang. Pengunjung sidang yang didominasi keluarga Hengki dan Pak Po tidak kuasa menahan haru.
Menanggapi putusan itu, terdakwa yang didampingi kuasa hukumnya menyatakan menerima putusan. JPU masih menyatakan pikir-pikir. “Kami masih akan pikir-pikir untuk banding ataukah menerima,” ujar JPU Arief Romadhoni.
Dengan putusan bebas Pak Po dan Hengki, total yang dinyatakan bebas murni empat orang. Selain Hengki dan Pak Po, majelis hakim juga memberikan vonis bebas kepada Edi Laksono dan Fitriyani. Riono alias No Bajil divonis delapan bulan penjara. Satu lagi terdakwa, yakni Bukat alias Edi Maling, divonis sepuluh bulan penjara.
Persidangan Hengky dan Pak Po kemarin menjadi akhir dari rangkaian persidangan terdakwa perusakan fasilitas tambang milik PT. BSI yang terjadi November 2015 lalu. Kala itu warga lewat pengeras suara mengajak warga lain berunjuk rasa di areal tambang milik BSI.
Demo itu dipicu pengelola tambang membendung Sungai Ringin Agung. Itu mengakibatkan banjir di rumah warga sekitar tambang. Selain itu, unjuk rasa itu dipicu limbah penambangan berpotensi mencemari lingkungan.
Imbasnya, warga berkumpul dan marangsek masuk ke areal tambang. Sesampai di dalam, Jovan dan Suyadi melakukan tindakan perusakan. Hal itu mengakibatkan kaca pos penjagaan, kantor, dan laboratorium milik BSI pecah. Polisi yang menjaga areal tambang akhirnya berhasil menciduk keduanya. Kemudian, kasusnya ditangani penyidik Polda Jawa Timur. (radar)