Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

140 Jenazah Jalani Ngaben Masal di Banyuwangi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

ngaben

PURWOHARJO – Ratusan umat Hindu di wilayah Kecamatan Purwoharjo menggelar upacara pitrayadnya (ngaben) tingkat  pranawa di Dusun Curahjati, Desa Grajagan, Kecamatan  Purwoharjo, kemarin (18/11). Upacara ritual yang rutin dilaksanakan setiap lima tahun sekali itu, diikuti oleh 140  sawe atau leluhur umat Hindu yang sudah meninggal, untuk  dilakukan prosesi ngaben atau pembakaran secara masal.

Meski terik matahari cukup menyengat, tidak menyurutkan umat dan masyarakat yang menonton upacara ritual itu. Suara gamelan bala ganjur, mengiringi arak-arakan tersebut. Suasana semakin ramai saat anak-anak juga ikut mengusung bade maupun petulangan dari Pura Giri Mulya di  Dusun Curahjati, Desa Grajagan, menuju lokasi pembakaran yang berjarak sekitar tiga kilometer.

ngaben-masal

“Ritual ini rutin kita gelar setiap lima tahun sekali,” terang ketua panitia penyelenggara ngaben masal, Sugiyanto, 45. Menurut Sugiyanto, upacara pitrayadnya yang digelar itu bertujuan menyucikan dan mengembalikan raga sarira para leluhur yang sudah meninggal kembali ke asalnya, yakni panca maha buda.

“Atman (ruh) bisa lebih cepat kembali kepada Sang Maha Pencipta,” katanya. Setelah dilakukan upacara pembakaran, keluarga umat Hindu yang mengikuti ngaben  melarung arang sisa pembakaran dari leluhur di Pantai Grajagan, Desa  Grajagan, Kecamatan Purwoharjo.

“Arang dari leluhur ini nanti kita larung ke laut,” terangnya. Prosesi upacara pitrayadnya itu, diakhiri dengan prosesi nyekah atau mapakatman yang sudah dilarung di Pantai Grajagan untuk distanakan ke ruang tike.  “Upacara pitrayadnya dilaksanakan lima tahun sekali, ini yang kali kedua, pertama pada tahun 2011,” ungkapnya.

Upacara ritual ngaben masal itu, menjadi perhatian warga. Sepanjang jalan yang dilewati arak-arakan ini, warga terlihat berjejer di pinggir jalan. Tidak sedikit dari warga, mendokumentasikan kegiatan itu melalui  ponsel. “Upacara ini jarang ditemukan, dan ini bisa menjadi daya tarik pariwisata di Banyuwangi. Tapi sayang, kurang begitu  diekspose,” ujar Bayu Krishbnandi, 32, salah seorang warga Desa/Kecamatan Purwoharjo. (radar)