BANYUWANGI – Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Tengku Badar Johan Hamid, “turun” ke Banyuwangi kemarin (16/9). Bersama rombongan yang terdiri atas petugas Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, dan beberapa anggota Komisi IX DPR RI, Tengku Badar mengedukasi para pengusaha jamu tradisional di Bumi Blambangan.
Itu dilakukan sebagai upaya pengawasan peredaran jamu tradisional yang diduga mengandung bahan kimia obat (BKO) dan marak beredar di masyarakat. Rombongan petugas BPOM itu diterima Wakil Bupati (Wabup) Yusuf Widiatmoko di aula Rempeg Jogopati, Pemkab Banyuwangi. Para pelaku usaha industri jamu tradisional Jatim dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKAT) Banyuwangi dihadirkan dalam acara itu untuk berdialog dan mendengar bahaya jamu tradisional bercampur bahan kimia.
Tengku Johan mengatakan, banyak obat tradisional yang mengandung bahan kimia dan beredar di tengah masyarakat. Yang tidak kalah mengkhawatirkan, sebagian besar masyarakat tidak tahu obat yang mereka konsumsi mengandung BKO. Masyarakat hanya tahu, mengonsumsi jamu tradisional baik untuk kesehatan. Padahal, jika jamu tradisional itu mengandung BKO justru dapat merusak beberapa organ tubuh.
“Kita perlu dialog agar produsen lebih selektif dan tidak mencampuri jamu dengan BKO. Jamu itu baik, tapi tidak boleh mengandung BKO,” ujarnya. Sekadar tahu, jumlah produsen jamu tradisional se- Indonesia mencapai 1.648 unit usaha. Di Jatim, pelaku industri jamu tradisional sebanyak 405 unit. Banyuwangi merupakan pilot project Pokjanas penanggulangan obat tradisional yang mengandung BKO. Banyuwangi dipilih sebagai pilot project lantaran kabupaten ini punya potensi besar mengembangkan usaha jamu tradisional.
Sementara itu, Wabup Yusuf Widiatmoko mengatakan, masyarakat menganggap obat tradisional dan memberikan reaksi cepat terhadap penyakit yang diderita. Anggapan masyarakat yang demikian ditangkap oleh sejumlah perusahaan jamu dengan memproduksi obat tradisional yang dengan cepat bisa menyembuhkan penyakit. Sayang, dalam menambah kecepatan reaksi jamu tersebut, para produsen memberikan tambahan bahan kimia.
“Keberadaan obat yang tidak sesuai aturan tidak hanya memberikan kerugian pada masyarakat, tapi juga pada pelaku usaha tersebut. Sebab, jika tidak dipercaya masyarakat, omzet perusahaan akan turun,” cetusnya. Sementara itu, usai mengedukasi para pelaku usaha jamu, rombongan meninjau produsen obat tradisional di Banyuwangi, yakni UD 2 Singa di Kecamatan Rogojampi dan usaha jamu milik Bu Jumini yang memproduksi Jamu Pegel Linu. Dalam lawatan tersebut, BPOM tidak menemukan penyimpangan yang berarti. Hanya ada sejumlah kesalahan kecil, misalnya proses pencucian botol yang menggunakan bahan tidak jelas dan volume tiap botol yang tak sama. (radar)