Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Jadi Juri Profesional Harus Lulus Uji Kompetensi

Astriyani sedang menilai lomba burung di gelanggang kicau Pujasera, Kelurahan Tukangkayu, kemarin.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Astriyani sedang menilai lomba burung di gelanggang kicau Pujasera, Kelurahan Tukangkayu, kemarin.

Lomba burung berkicau di Banyuwangi makin semarak. Jurinya tidak hanya melibatkan kaum pria. Para kicau mania kini bisa menyaksikan juri wanita di arena gantangan.

KRIDA HERBAYU, Banyuwangi

JURI wanita saat ini mulai menghiasi barisan para juri kicau burung di Banyuwangi. Salah satunya Astriyani, 33. Perempuan asal Dusun Krajan, Desa Pakistaji, Kecamatan Kabat ini kerap diundang untuk menilai suatu perlombaan burung berkicau.

Menjadi juri burung berkicau bukan cita-cita Astriyani. Namun, sejak bercerai dengan sang suami, Astri rela membanting tulang demi mencukupi kebutuhan dua anaknya. Kecintaan Astri pada burung berawal dari seorang teman. Kala itu, temannya menitipkan seekor burung love bird. Lalu Astri mulai mempelajari karakteristik dan suara kicau burung.

Setelah mendapatkan ilmu tentang kicau burung secara otodidak, Astri mulai memberanikan diri ikut temannya yang merupakan seorang juri kicau burung. Selama ikut teman tersebut, Astri mulai peka dengan suara kicau burung khususnya love bird.

Astri pun ditawari oleh temannya bergabung dalam persatuan juri kiçau burung yang bernama Rajawali Indonesia. Astri resmi menjadi juri profesional sejak awal bulan Juli 2017. Mulai dari situlah, dirinya mengantungi rupiah demi rupiah dari hasil mendengarkan suara kicauan burung.

Sebelum menjadi juri kicau burung, Astri sempat bekerja sebagai tukang ojek keliling. “Dulu pernah ngojek, tetapi hasil dan risikonya tidak sesuai,” ujar Astri. Astri mengaku, ilmu menjuri kicau burung yang dimiliki masilt belum seberapa. Untuk menjadi, seorang juri kicau burung profesional perlu mengikuti ujian kompetensi.

“Saya baru saja mengenal dunia kicau burung dan ingin lebih mendalami pekerjaan tersebut,” ucap Astri.

Ujian kompetensi tersebut terdiri dari tiga tingkat, muda, madya, dan senior. Astri sama sekali belum mengikuti ujian tersebut dan ingin mengikuti ujian itu untuk lebih kompeten lagi di bidangnya.

Pendapatan Astri dari hasil menjuri kicau burung cukup menjanjikan. Dalam satu kali memenuhi undangan menjadi juri, dirinya mendapatkan upah sebesar Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu.

Hampir setiap minggu, Astri selalu mendapatkan undangan dari berbagai event kicau burung di Banyuwangi. Dalam satu minggu biasanya dirinya memenuhi tiga undangan event kicau burung.

Astri mengatakan, event kicau burung yang paling ramai biasanya ada di Kecamatan Muncar, Genteng, Rogojampi, Alasmalang, dan Wongsorejo. Burung yang dilombakan juga bervariasi. Ada Kenari, Cucak Ijo, dan Murai.

“Selain ngekek burung, yang dinilai juga suara burung saat berkicau menirukan sebuah lagu,” ungkap Astri.

Dalam menilai kicau burung, juri menaruh sebuah bendera berwarna sebagai tanda poin yang didapatkan. Bendera warna kuning berarti burung berkicau selatna 3 hingga 7 detik. Sedangkan bendera warna biru untuk burung yang berkicau selama 8 hingga 15 detik. Selanjutnya bendera merah untuk burung yang berkicau selama 15 hingga 21 detik.

Menjadi seorang juri kicau burung tidak menutup kemungkinan jauh dari risiko. Terkadang celotehan dan tangan jahil para peserta kerap sekali mengganggu. Namun, Astri tidak peduli dengan ulah jahil tersebut dan terus melakukan pekerjaannya sebagai seorang juri kicau burung.

Poténsi burung kicau di Banyuwangi sangat besar. Kebanyakan burung milik peserta hasil dari ternak dan tidak langsung ditangkap dari alam. Hal tersebut sangat membantu menjaga populasi burung yang ada di alam.

“Kami juga sering memberikan sosialisasi kepada peserta, agar tidak menangkap burung secara besar-besaran. Hai tersebut bertujuan agar tidak merusak populasi burung di alam liar,” tandas Astri. (radar)