PESANGGARAN – Sudah menjadi tradisi tahunan, setiap pergantian tahun seluruh tempat Wisata dipadati pengunjung. Tahun baru seolah menjadi musim panen bagi pengelola tempat wisata. Bukan hanya destinasi baru yang jadi jujugan wisatawan, objek lama pun tetap menjadi favorit dikunjungi.
Pantai Boom, Pulau Merah, Pantai Blimbingsari, Plengkung, Sukamade, Watudodol dan Gunung Ijen, masih menjadi magnet bagi wisatawan. Destinasi baru, seperti Pantai wedi Ireng, Pantai Mustika, dan Bangsring Undetwater atau rumah apung, makin ramai didatangi.
Membeludaknya wisatawan ke kabupaten berjuluk Sunrise of Java ini menjadi berkah bagi pengelola wisata. Bangsring Underwater misalnya. Sepanjang libur panjang kemarin, dalam sehari jumlah pengunjung bisa menembus 1.000 orang.
Mereka ingin menikmati pemandangan terumbu karang, naik banana boat, dan melihat ikan hiu. “Pengunjung memang ramai mas. Sehari bisa 1.000 orang. Kita sampai kualahan menyediakan pelampung dan alat snorkeling,” ujar seorang petugas loket Bangsring Underwater (Bundar) kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi.
Ramainya kunjungan wisata itu tak lepas dari kerja keras pemerintah kabupaten yang gencar melakukan promosi wisata. Kampanye itu kini membuahkan hasil. Orang luar kini mulai melirik Banyuwangi. Sayang, makin moncemya nama Banyuwangi itu kadang belum diimbangi dengan fasilitas penunjang di tempat wisata.
Salah satu contoh adalah objek wisata Pulau Merah yang berlokasi di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, sebagai mercusuar wisata di Banyuwangi hingga saat ini kondisinya masih kerap kurang mengenakkan. Selain akibat faktor alam, seperti sampah kiriman pada musim hujan, juga akibat pengelolaan dan minimnya sumber daya manusia.
Hal itu terlihat dari saran yang diberikan pengunjung dari luar kota. Diantara mereka memberikan masukan berkait penataan MCK (mandi, cuci, kakus) dan beberapa fasilitas lain. Selain itu, saat puncak kunjungan beberapa wisatawan juga menanyakan penginapan atau home stay.
Pantauan Jawa Pos Radar Genteng di Pulau Merah, beberapa sarana sederhana yang belum terselesaikan dengan baik adalah penataan parkir kendaraan. Parkir mobil yang menghadap bibir pantai banyak dikeluhkan pengunjung karena merusak pemandangan laut.
Seperti diungkapkan Heru Winano, 40. Warga Surabaya itu menilai objek wisata di Pulau Merah cukup baik. Namun, fasilitas pendukung yang tersedia terkesan belum memiliki standar baku. Salah satunya soal MCK. “MCKnya kalau bisa dibenahi sedikit. Kalau bagusnya sudah, tapi kebersihannya kurang,” katanya.
Selain itu, pria yang pelesir bersama keluarga besarnya tersebut juga membandingkan kebersihan pantai Pulau Merah dengan pantai lain yang masih dalam satu kawasan di Samudera Hindia. Menurut dia, sampah kiriman karena faktor alam yang terjadi di Pulau Merah sama saja dengan di Kuta Bali. Bedanya di Kuta ada pembersihan setiap pagi.
“Saya baru dari Kuta lalu ke sini (pulau Merah). Di sana sama juga ada kotoran, tapi bersih karena ada mobil yang melakukan pembersihan di pagi hari,” jelasnya. Pernyataan pengunjung itu langsung mendapat tanggapan para pelaku usaha pariwisata, salah satunya Agus Prihandoyo.
Pengelola home Stay tersebut mengungkapkan, keterbatasan penginapan saat pengunjung membeludak terjadi di berbagai tempat wisata. “Masalah pengunjung tidak mendapat penginapan itu ada di mana- mana, di Lombok juga demikian,” ucapnya.
Menurut Agus, jumlah home stay di Pulau Merah memang kurang. Kalau ramai pengunjung seperti sekarang, seluruh home stay full penyewa. Namun, pengelola masih ragu membangun home stay baru. Jumlah kunjungan saat masa liburan dan hari normal sangat berbeda jauh.
Jika pembangunan dilakukan tanpa perhitungn tepat, dikhawatirikan justru kerugian yang akan diterima pengelola. “Di sini itu saat ramai dan saat normal perbedaannya sangat mencolok. Itu yang jadi masalahnya,” terangnya.
Sementara itu, pihak KBM Abdul Rohman mengakui pengelolaan wisata Pulau Merah masih banyak kekurangan. Loket masuk diakui masih belum memadai. Pihaknya sudah berupaya melakukan pembenahan, tapi Pulau Merah tersebut menurutnya cukup kompleks.
Selain berhubungan dengan dinamika di luar wisata, seperti tambang, kondisi sosiologis masyarakat sekitar Pulau Merah juga cukup dinamis. “Kemarin kita sudah menyiapkan pembangunan, tapi ada ramai-ramai (demo) itu. Akhirnya yang di atas menunda dulu.
Selain itu, persoalan kesadaran beberapa pelaku usaha juga masih butuh pendekatan, misalnya dari 30 pemilik payung, baru tiga orang yang sadar dan sukarela memberikan retribusi kepada kita,” tandasnya. (radar)