Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Tolak Kenaikan Pajak Hiburan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Ilustrasi

PD Panggil Anggota Fraksi untuk Bersikap

BANYUWANGI – Rencana kenaikan tarif pajak hiburan, khususnya tempat karaoke hingga 35 persen, mulai mendapat penolakan dari Partai Politik (parpol). Ketua DPC Partai Demokrat (PD), Michael Edy Haryanto meminta anggota fraksi PD di DPRD untuk menolak rencana kenaikan pajak hiburan tersebut.

Untuk menyikapi rencana kenaikan pajak hiburan itu, DPC PD segera memanggil pimpinan dan anggota FPD untuk membahas rencana kenaikan pajak daerah itu. PD menilai, rencana kenaikan pajak hiburan itu perlu dipertimbangkan secara matang agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan kebijakan pajak tersebut.

Karena itu, DPC PD akan membahas secara khusus dengan anggota fraksinya rencana kenaikan pajak yang dinilai para pelaku usaha itu sangat memberatkan tersebut. Kenaikan pajak hiburan hingga 35 persen itu dinilai terlalu ambisius dan berpotensi mengancam pelaku usaha.

“Saya akan panggil Fraksi PD agar menolak raperda ini. Karena ketentuan tarif pajak hiburan, khususnya pajak karaoke tidak masuk akal. Tarif pajak sebesar 35 persen itu mencekik pengusaha,” ujar Michael kemarin (18/7).

Seperti diketahui, eksekutif dan legislatif berencana meningkatkan tarif pajak hiburan di Bumi Blambangan. Payung hukum yang mengatur kenaikan tarif pajak tempat hiburan tersebut, yakni rancangan peraturan daerah (raperda) tentang Perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2011, telah rampung digodok DPRD dan tim eksekutif.

Dalam raperda yang telah tuntas dibahas tersebut, eksekutif dan legislatif sepakat meningkatkan tarif pajak hiburan di Banyuwangi. Besaran kenaikan tarif yang disepakati bervariasi, yakni sebesar lima sampai 25 persen.

Peningkatan tarif paling signifikan terjadi pada objek pajak berupa karaoke keluarga. Pada Perda Nomor 2 Tahun 2011, tarif pajak tempat karaoke keluarga sebesar sepuluh persen, sedangkan dalam raperda perubahan perda pajak daerah yang telah rampung dibahas Panitia Khusus (Pansus) DPRD) bersama pihak eksekutif, tarif pajak karaoke keluarga mencapai 35 persen.

Menurut Michael, meningkatkan tarif pajak tempat karaoke hingga menjadi 35 persen sama saja dengan membunuh pengusaha secara pelan-pelan. Terutama pengusaha tempat karaoke kecil.

“Bagi pengusaha tempat karaoke kecil atau yang tempat karaoke-nya sepi pengunjung, jangankan membayar pajak 35 persen, untuk menutup biaya operasional saja kadang mereka kesulitan. Silakan cek langsung ke lapangan,” kata dia.

Dia menambahkan, kalau rencana tarif pajak karaoke sebesar 35 persen diterapkan, banyak tempat usaha yang gulung tikar. Akibatnya bukan hanya dirasakan pengusaha tempat hiburan tersebut, tetapi juga dirasakan para karyawan yang notabene rakyat Banyuwangi.

Michael mengaku dirinya telah bertanya langsung ke beberapa pengusaha tempat hiburan. Para pengusaha tempat hiburan mengaku belum pernah dimintai pendapat oleh DPRD dalam rangka pembahasan raperda pajak daerah tersebut.

“Sebelum raperda ini disahkan, saya minta supaya DPRD mengundang para pelaku usaha dalam rangka menyerap aspirasi guna mencari solusi,” serunya. Dia menegaskan, sebagai ketua partai, pihaknya bukan hanya pro pengusaha yang utama justru pro rakyat.

“Bagzaimanapun, pengusaha memberikan kontribusi terhadap Banyuwangi. Kami bukan hanya pro pengusaha, tetapi kami juga pro rakyat. Kalau pengusaha dibunuh, dampaknya tidak hanya dirasakan pengusaha, tetapi juga dirasakan para karyawan,” kata dia.

Michael menuturkan, pihaknya meminta Fraksi PD di DPRD Banyuwangi meningkatkan pengawasan penarikan pajak tempat hiburan. Pengetatan pengawasan dinilai lebih efektif meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak hiburan.

“Asal pengawasan optimal, dengan tarif sebesar sepuluh persen saja, pajak yang masuk ke kas daerah sudah cukup besar. Itu lebih baik daripada dinaikkan hingga sebesar 35 persen namun ada kongkalikong antara pengusaha,” jelas politikus berlatar belakang pengusaha tersebut.

Masih menurut Michael, pihaknya sepakat dengan program Bupati Anas memasang tax monitor alias peranti penghitung pajak di tempat usaha, termasuk tempat karaoke. “Itu mengajari orang jujur. Kalau tarif dinaikan, justru memicu kongkalikong,” pungkasnya. (radar)