BANJARSARI – Bagi sebagian orang, kain bekas tidak lebih berharga dari sekadar sampah. Namun, dengan sedikit kreativitas dan sentuhan tangan, kain bekas tersebut ternyata mampu “disulap” menjadi barang kerajinan bernilai estetika tinggi. Bahkan, barang kerajinan berbahan kain bekas itu juga diminati pasar.
Harganya pun tergolong tinggi. Salah satu contohnya adalah keset yang diproduksi warga Banjarsari, Kecamatan Glagah. Meskipun berbahan baku kain kaos yang didapat dari perusahaan konveksi di seantero Banyuwangi, tetapi minat warga terhadap barang kerajinan tersebut sangat tinggi.
Bahkan, kini keset made in Banjarsari itu sudah dipasarkan ke Bali, Surabaya, Malang, dan beberapa kota lain di Jawa Timur. Susana, 40, pemilik usaha kerajinan tersebut mengatakan, kain kaos bekas dia dapatkan dengan harga hanya Rp 2.500 sampai Rp 4.000 per kg. Setelah dikreasi menjadi keset, harganya lantas menjulang tinggi.
Bayangkan saja, keset kecil dengan ukuran 50 centimeter (cm) kali 30 cm dipatok dengan harga Rp 15 ribu per lembar. Untuk ukuran sedang, yakni 65 cm kali 35 cm, harganya mencapai Rp 20 ribu per lembar. “Sedangkan keset besar ukuran 75 cm kali 40 cm, kami pasarkan ke tangan pengepul seharga Rp 30 ribu,” tutur Susana.
Menurut dia, tidak semua kain perca yang dibeli tersebut dapat digunakan untuk mebuat keset. Jika dipersentase, kain kaos yang bisa dimanfaatkan untuk membuat keset sekitar 60 persen. “Karena kami belinya kuintalan. Tidak mungkin membelinya satu per satu,” ulasnya.
Kini, setelah empat tahun home industry miliknya beroperasi, Susana sudah bisa mempekerjakan belasan tetangganya. Rinciannya, delapan orang bekerja sebagai buruh jahit, sedangkan empat orang bekerja sebagai buruh potong kain perca. Buruh jahit diberi upah sebesar Rp 3.500 untuk satu keset ukuran kecil, Rp 5 ribu per satu keset ukuran sedang, dan Rp 7 ribu untuk satu keset ukuran besar.
Sedangkan buruh potong kain perca diberi upah sebesar Rp 2 ribu per kg. Susana mengaku mampu menjual sedikitnya 15 keset per hari. Dalam sebulan, rata-rata 450 sampai 500 keset hasil yang diproduksi mampu terserap pasar. “Ide awal untuk membuat keset datang secara tiba-tiba saat saya melihat banyak kain bekas yang tidak dimanfaatkan dengan baik,” pungkas Susana. (radar)