Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

HIV/AIDS, Siapa Tidak Takut?

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Sejak ditemukan tahun 1983 oleh ilmuwan Prancis, Luc Montagnier, dkk, virus HIV secara masif dan cepat menjalar ke seluruh dunia. Tidak terkecuali ke Indonesia. Empat tahun kemudian, tepatnya tahun 1987, virus HIV terdeteksi masuk ke Indonesia. Seorang turis dari Belanda meninggal dunia di Bali dan dinyatakan positif karena virus ini.

Bagaimana dengan Banyuwangi tercinta ini? Seiring dengan mobilitas penduduk Banyuwangi yang tinggi dan sangat dekat dengan Bali, dua tahun kemudian, yaitu April 1999, virus tersebut sudah terdeteksi masuk Banyuwangi. Seorang ibu rumah tangga, mantan tenaga kerja yang bekerja di luar negeri dinyatakan meninggal, karena virus tersebut.

Menyusul suami dan anaknya juga meninggal, karena penyebab yang sama setahun kemudian. Sejak ditemukannya penderita tersebut, akselerasi peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS yang terdeteksi lumayan tinggi. Bahkan Banyuwangi menempati juara tiga terbanyak setelah Surabaya dan Malang.

Sampai tahun ini, bulan Juni, di Banyuwangi telah terdeteksi 1191 kasus HIV/AIDS. Sebanyak 234 orang di antaranya sudah meninggal dunia dan 459 orang lainnya dalam keadaan mengenaskan (AIDS). Se-buah angka yang luar biasa, mengingat jumlah penduduk Banyuwangi hanya 1,5 jutaan. Terkejutkah Anda? Jangan dulu. Masih banyak data yang akan membikin kita lebih terkejut.

Di Banyuwangi tercinta ini, tiap bulannya diketemukan rata-rata 25 orang kasus HIV/AIDS baru. Kebanyakan mereka tertular dari hubungan seks yang tidak aman (77 %) dan peng-guna narkoba suntik (13 %). Lainnya adalah transmisi dari ibu ke anak dan juga ada yang tidak diketahui cara penularannya. Perlu dikatahui bahwa angka 1191 orang, yang terdeteksi saat ini bukan angka riil. Bukan angka yang menunjukkan kebenarannya.

Di luar itu masih banyak orang orang yang terjangkit HIV/AIDS, yang tidak terdeteksi. Fenomena ini biasa kita sebut dengan fenomena gunung es, di mana yang terlihat atau yang terdeteksi hanyalah puncaknya. Badan dan dasar gunung tidak kelihatan. Sekarang, mari kita menghitung dengan mereka-reka jumlah mereka yang belum terdeteksi.

Dalam ilmu epidemiologi, perhitungannya adalah satu kasus yang terdeteksi mewakili 100 sampai 200 kasus yang tidak terdeteksi. Kita ambil tengah- tengah saja, yaitu satu kasus mewakili 150 kasus yang tidak terdeteksi (WHO 1:100). Mari kita kalikan 1191 x 150 = 178.650. Wow, ternyata di Banyuwangi sdh terdapat kasus HIV/AIDS 178.650 orang? Terkejutkah Anda? Silahkan terkejut! Tetapi, penulis maunya tidak hanya “terkejut”.

Melainkan juga harus “takut”, khususnya bagi Anda yang hidungnya ada belangnya. HIV/ AIDS menyerang segala usia, baik laki laki maupun perempuan. Data menunjukkan, saat ini usia-usia produktif yang banyak terinfeksi. Paling banyak di usia 16 sampai 45 tahun. Lebih spesifik lagi terbanyak di usia 21 sampai 25 tahun. Suatu usia yang masih sangat muda sekali. Masih segar-segarnya. Kok bisa ya? Bisa!

Coba sekarang kita tengok sedikit ke tempat-tempat hiburan malam maupun siang, kara-oke maupun kafe. Kita akan temui anak-anak usia sekolah berseliweran di sana. Apakah mereka diutus sekolah untuk belajar praktik lapangan di sana? Atau hanya sekadar mencari hiburan setelah penat menerima pelajaran di sekolah? Ternyata tidak, awalnya mereka memang hanya menemani karaoke, sekadar menuangkan minuman, lalu diajak nyanyi dan dapat fee.

Lama-lama ternyata tidak cukup hanya di situ. Urusan selanjutnya silakan Anda tebak sendiri. Jadi, kalau ada anggapan bahwa “pekerja” yang masih muda masih belum terjangkit HIV, anggapan seperti itu patut ditinjau ulang kembali. Banyak di antara mereka terjangkit HIV di usia muda. Bahkan mati di usia muda. Sekarang mari pandangan kita arahkan ke kenyataan yang ada di masyarakat.

Di Banyuwangi saat ini ada sekitar 13 lokalisasi besar dan beberapa lagi yang kecil yang tiap hari beroperasi dan selalu tampak ramai. Semua terlihat senang dan sangat menikmati, tanpa rasa takut sedikit pun terhadap HIV/AIDS. Apakah mereka benar-benar tidak takut virus HIV? Atau mereka mungkin tidak tahu kalau di sana sudah ada yang terinfeksi HIV? Hanya mereka dan Tuhan yang tahu, apalagi semua penderita HIV dilindungi oleh aturan yang melarang orang lain mengungkapkan bahwa mereka telah terinfeksi.

Selain itu, ada aturan yang membolehkan mereka melakukan kegiatan layaknya orang ‘normal’ , termasuk tetap boleh “ber-praktik” di lokalisasi. Hmmm…Tidak takutkah Anda? Mudah-mudahan sudah mulai takut. Banyak cara dan usaha sudah dilakukan untuk menghentikan laju penyebaran virus HIV. KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) sudah bekerja keras.

Dinas Kesehatan sudah menggandeng dua dinas lain untuk ikut serta dalam penanggu-langan ini. Yang terbaru, Gubernur Jawa Timur dan Bupati Banyuwangi bersedia memberikan pesangon Rp 5 juta bagi yang mau pensiun jadi PSK (Radar Banyuwangi, 23 Juli 2012). Luar biasa! Tetapi, semua itu terasa hambar kalau prilaku ma-syarakat masih belum juga berubah.

Jangankan menghentikan kegemarannya untuk “jajan”, untuk menggunakan alat pengaman (kondom) saat berhubungan saja susahnya minta ampun. Mudah-mudahan di bulan suci Ramadan ini, semua bisa mengerem diri, bisa dan mau ‘berintrospeksi’ diri. Bisa memanfaatkan bulan yang suci ini, sehingga nantinya tidak ada lagi yang suka “jajan”. Tidak ada lagi berita tentang penolakan PSK terhadap pesangon (menolak pensiun). Yang terpenting, semua takut terhapap virus HIV, sehingga tidak lagi berprilaku yang berisiko tertular virus tersebut. Amin! (radar)