BANYUWANGI – Puluhan warga Kelurahan Bulusan, Kecamatan Kalipuro, ramai-ramai mendatangi kantor DPRD Banyuwangi kemarin (16/5). Mereka datang ke kantor wakil rakyat lantaran cemas dan khawatir digusur rencana pendirian pabrik Indocement di sekitar tempat tinggalnya direalisasikan.
Saat berada di kantor DPRD Banyuwangi, puluhan warga Bulusan tersebut diterima langsung Ketua DPRD, I Made Cahyana Negara. Selain itu, warga menganggap persoalan tersebut berkaitan dengan perda rencana detail tata ruang wilayah (RDTR) kawasan strategis Pelabuhan Ketapang dan bagian wilayah perkotaan Banyuwangi, maka ketua pansus raperda tersebut, yakni Irianto, juga minta hadir menemui warga asal Bulusan.
“Kami datang ke kantor dewan untuk menanyakan kejelasan perda yang telah disahkan DPRD tersebut,” ujar Ristono, perwakilan warga. Ristono mengatakan, pihaknya datang ke kantor dewan untuk mendapat kejelasan soal wacana relokasi lahan seluas 988 hektare (Ha) di kawasan Pelabuhan Ketapang, termasuk sebagian wilayah Kelurahan Bulusan. Kebetulan, di wilayah kelurahan Bulusan ada rencana pendirian pabrik semen Indocement.
“Sepengetahuan kami, ada klausul yang menyatakan bakal ada relokasi. Harga akan ditentukan oleh juru tafsir pengadilan. Warga bingung,” kata dia. Ketua DPRD, I Made Cahyana Negara, menjelaskan, perda RDTR kawasan strategis Pelabuhan Ketapang dan bagian wilayah perkotaan Banyuwangi, tidak berkaitan langsung dengan rencana pendirian pabrik Indocement tersebut.
“Perda ini hanya mengatur dan menata zona. Ketika ada rencana pendirian perusahaan, itu lain lagi ceritanya,” kata politikus asal Desa Ketapang tersebut. Menurut Made, perda tersebut bertujuan mengatur zona supaya lebih tertata. Karena itu, dia berharap masyarakat tidak mengaitkan perda tersebut dengan rencana pendirian suatu perusahaan.
“Ini hanya dikait-kaitkan saja. Dipikir, kalau perda ini mengatur zonasi kawasan industri, warga akan digusur semua. Kan tidak seperti itu. Kalau toh akan ada pendirian perusahaan, harus sosialisasi kepada masyarakat,” tegasnya.
Made menambahkan, perusahaan akan membeli lahan atau rumah warga untuk keperluan pembangunan pabrik, maka harus ada kesepakatan antara warga sebagai penjual dengan pihak perusahaan selaku pembeli. Jika salah satu pihak tidak sepakat, maka jual beli tidak bisa dilakukan. Sebab, masyarakat memiliki hak milik atas rumah atau lahan tersebut.
Di sisi lain, Made menduga kekhawatiran masyarakat akan terkena penggusuran itu dilatarbelakangi lantaran pihak perusahaan yang berencana mendirikan pabrik di Bulusan kurang terbuka sejak awal. “Semestinya sosialisasi diberikan kepada seluruh lapisan masyarakat secara gamblang, sehingga tidak timbul tafsir macam-macam seperti ini,” pungkasnya. (radar)