Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Rebo Pungkasan, Nelayan Larung Kepala Sapi di Perairan Selat Bali

Nelayan Pantai Cemara mengangkat gitik sesaji untuk selanjutnya dilarung ke Selat Bali, kemarin (15/11).
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Nelayan Pantai Cemara mengangkat gitik sesaji untuk selanjutnya dilarung ke Selat Bali, kemarin (15/11).

BANYUWANGI – Nelayan Pantai Cemara Lingkungan Pakis Rowo mempunyai tradisi unik dalam bulan safar. Mereka melaksanakan ritual tradisi Rabu Pungkasan di bulan Safar dengan melarung kepala sapi di Selat Bali, kemarin.

Persembahan sesaji itu diletakkan di atas tandu berukuran satu kali dua meter. Sesaji itu berisi buah-buahan, poro bungkil, kembang setaman, ayam hidup, beras, jenang, dan sebuah kepala sapi berukuran besar. Komposisi itu harus lengkap sebagai persembahan dalam ritual sujud syukur nelayan di tengah Selat Bali.

Sesepuh nelayan setempat Mbah Ahmad, mengatakan, semua sesaji harus lengkap. “Jika kurang, maka akan mengurangi rasa syukurnya. Seperti jenang itu ada jenang merah putih. Terus bebas merah, kuning, dan hitamg. Ada juga telur dan aneka makanan kemudian diletakkan dalam wadah takir di atas ancak,” jelasnya.

Tradisi larung sesaji kepala sapi dimulai dengan iring-iringan sesaji di ikuti oleh warga dengan membaca salawat dengan diiringi musik hadrah rebana. Sesampainya di Pantai Cemara, mulai dilakukan doa yang dipimpin langsung oleh mbah Ahmad sebagai sesepuh setempat.

Usai dilantunkan doa, perahu siap berjajar rapi. Sesajipun mulai diangkat menuju ke laut. Puluhan nelayan yang telah ditunjuk menjadi panitia langsung beranjak untuk melakukan ritual dengan melarung sesaji tersebut.

Ketua panitia syukurann Pantai Cemara Muhamad Muhyi mengatakan, proses melarung sesaji itu sebenarnya memberi makan dan memberi rumah bagi ikan agar datang. Namun, hal itu diartikan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat pesisir telah diberikan rezeki dari laut yang melimpah.

Bedanya dengan ritual di tempat lain, lanjut Muhyi, tanggal penyelenggaraannya. Jika ditempat lain diselenggarakan pada bulan Muharam atau Suro, tradisi larung sesaji di Pantai Cemara justru dilaksanakan pada bulan safar atau biasa di sebut ritual sapar- Saparan.

“lntinya sama, yakni tasyakuran. Tapi bedanya, jika di Muncar atau tempat lain itu acaranya di gelar pas bulan suro, kita melaksanakan bulañ Safar,” jelasnya. (radar)