Penutupan lokalisasi penjaja seks komersial (PSK) yang dilakukan Pemkab Banyuwangi pada 2013, ternyata belum mampu meniadakan para pelacur di Kota Gandrung. Sampai saat ini, sejumlah lokalisasi PSK ternyata juga masih tetap beroperasi. Berikut liputan wartawan jawapos Radar Genteng Agus Baihaqi.
Di Kecamatan Rogojampi ada Lokalisasi Padangpasir yang berlokasi di Desa Karangbendo dan Lokalisasi Blibis di Desa Patoman. Kecamatan Purwoharjo juga punya dua lokalisasi, yakni Lokalisasi Turian di Desa Karetan, dan lokalisasi di Dusun Grajagan Pantai, Desa Grajagan.
Dari lokalisasi PSK yang ada di beberapa kecamatan itu, sebelum ada penutupan pada 2013, Lokalisasi Sumber Loh di Dusun Padang Bulan, Desa Benelan Kidul, Kecamatan Singojuruh, dan Lokalisasi Turian di Desa Karetan, Kecamatan Purwoharjo, termasuk yang terbesar. Kemudian di susul Lokalisasi Gempol Porong di Dusun Kalirejo, Desa Kaliploso, Kecamatan Cluring. “Dulu setiap wisma ada lima hingga sepuluh PSK,” terang Asipah (nama samara), 55, salah satu mucikari di Lokalisasi Sumber Loh, Dusun Padang Bulan, Desa Benelan Kidul.
Menurut Asipah, sebelum ditutup oleh Pemkab Banyuwangi lokalisasi yang ditempati sangat ramai. Para PSK bukan hanya dari Banyuwangi, tapi juga banyak dari beberapa kota yang ada di Jawa Timur dan provinsi lainnya. “Saat penutupan semua pulang, tapi kemudian balik lagi,” katanya.
Tapi karena sering dilakukan operasi oleh petugas keamanan dan ketertiban, para PSK banyak yang tidak kerasan. Hanya saja, tidak sedikit dari mereka tidak kembali karena telah menikah. “Sekarang ini (PSK) baru-baru, beda dengan yang dulu, yang dulu telah banyak yang menikah,” ungkapnya.
Asipah mengaku kalau saat ini sudah tidak punya anak asuh lagi. Sesuai permintaan suaminya yang telah meninggal, dirinya tidak boleh lagi mengasuh PSK, kecuali ada perempuan panggilan atau pasangan yang datang untuk menyewa kamar. “Dulu saya punya lima cewek,” terangnya.
Dengan menyewakan kamar untuk pasangan selingkuh, dianggap sudah lumayan. Bila pasangan itu menyewa seharian, tarifnya cukup Rp 100 ribu. “Kemarin ada yang datang dan sebentar, saya hanya minta Rp 50 ribu,” cetusnya.
Untuk soal cewek siap boking ini, Asipah mengaku punya pengalaman yang tidak menyakitkan. Saat butuh cewek untuk di wisamanya, pesan dua PSK pada ‘makelar’. Setiap cewek dihargai Rp 600 ribu. “Saya pesan dua berarti Rp 1,2 juta, saya jual perhiasan tapi ceweknya tidak datang,” ungkapnya.
Dengan nada serius, perempuan paro baya itu mengungkapkan saat ini jumlah PSK di Lokalisasi Sumber Loh merosot. Dengan berkurangnya PSK, maka dibuat kesempatan para penjaja seks ini untuk menaikkan tariff. “Dulu itu sekali main hanya Rp 100 ribu, sekarang Rp 150 ribu,” terangnya.(radar)