DPT Amburadul, Gugat KPU Rp 10 M
BANYUWANGI – Gara-gara Daftar Pemilih Tetap (DPT) bermasalah, seorang warga menggugat KPU senilai Rp 10 miliar. Penggugat tersebut adalah Mohamad Amrullah, warga Desa Pondok Nongko, Kecamatan Kabat. Selain ditujukan kepada KPU (tergugat I), Amrullah juga menggugat kepala Dispendukcapil (tergugat III) dan bupati Banyuwangi (tergugat II).
Sidang perdana gugatan perdata kemarin digelar di Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi. Sidang tersebut dipimpin ketua majelis hakim Endru Sonata, beranggota Achmad Rasyid dan Muswandar. Dalam gugatannya, Amrullah yang didampingi tiga penasihat hukunmya meminta kepada majelis hakim agar pemilihan bupati tanggal 9 Desember nanti ditunda.
Alasannya, sampai saat ini DPT masih dianggap bermasalah dan belum klir. Tidak sekadar ditunda, Amrullah dan kelompok pengacara muda Banyuwangi itu juga menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banyuwangi senilai Rp 10 miliar.
“DPT pilkada masih amburadul. Tak semua warga bisa ikut men coblos karena persoalan KTP salah satunya,” beber Amrullah kemarin. Dalam sidang perdana kemarin Amrullah tampil komplet bersama tiga lawyer lain.
Sayang, tergugat satu dan tergugat dua tidak hadir. Tergugat tiga diwakili kuasa hukumnya, Oesnawi. Sidang akhirnya ditunda pekan depan, 25 November. Amrullah mengatakan, masalah DPT itu merupakan kelanjutan dari gugatan soal KTP yang kini masih ditangani Pengadilan Negeri Banyuwangi.
Akibat tidak ber-KTP, dia merasa dirugikan dan meminta plibup ditunda. Warga Pondok Nangka, Kecamatan Kabat, itu menjelaskan sesuai undang-undang pilkada bisa ditunda lantaran tiga alasan; karena bencana alam, KPU tak siap, dan anggaran tidak tersedia.
“Di sini pilkada bisa ditunda karena KPU belum siap. DPT-nya masih amburadul,” jlentehnya. Dia beralasan DPT merupakan dasar data kependudukan yang disediakan dinas tersebut dan bupati sebagai penanggjawab.
Pria bertubuh subur itu meminta KPU menggiatkan sosialisasi pilkada. Penelusuran Jawa Pos Radar Banyuwangi, nama Amrullah ternyata sudah masuk dalam DPT. Beberapa waktu lalu Ketua KPU Banyuwangi, Samsul Arifin, mengatakan nama Mohamad Amrullah sudah masuk DPT.
Ketika permasalahan itu ditanyakan kepada Amrullah, dia mengaku namanya memang sudah masuk DPT. Hanya saja, Amrullah mempertanyakan masuknya ke DPT itu apakah setelah ada gugatan ataukah memang masuk sudah lama.
“Sesuai aturan KPU agar bisa masuk DPT harus menyerahkan KTP asli. “Lha, KTP saya saja enggak bisa keluar dari Dispenduk. Kok bisa masuk dalam DPT. Itu kan aneh,” ujarnya keheranan. Bahkan, dia mengklaim problem yang dia alami itu juga dialami orang lain.
Di posko pengaduan yang dibuka selama dua pekan terakhir, sudah 40 lebih warga yang mengalami nasib tidak jelas terkait amburadulnya DPT. “Kami membuka pengaduan secara terbuka bagi masyarakat Banyuwangi yang tidak memiliki hak pilih atau tidak tercantum dalam DPT,’ tandas Amrullah.
Sebelumnya, Mohammad Amrullah juga menggugat bupati Banyuwangi, kepala Dinas Kependudukan, dan camat Kabat sebesar Rp 10 miliar karena kepengurusan KTP elektronik lamban. Citizen law suit atau gugatan warga negara terhadap pelayanan pemerintah saat warga negara tidak puas itu masih dalam tahap persidangan.
Dasar mengajukan ganti rugi Rp 10 miliar itu karena selama tidak memegang KTP, Amrullah kehilangan kontrak kerja dengan klien di sejumlah daerah. Lambatnya pelayanan itu menyebabkan dia rugi. Kontrak kerja banyak yang batal karena saya tak bisa bepergian ke luar kota.
JP-RaBa kemarin mencoba menghubungi Kepala Dispendukcapil Banyuwangi, Sudjani. Sayang, ketika berhasil ditemui, Sudjani tidak mau berkomentar. “Kalau mau tanya soal itu (gugatan) saya no comment. Biar persidangan saja yang menyelesaikan,” ujar Sudjani sembari ngeloyor memasuki ruang kerjanya. (radar)