Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Mogok Makan di Depan Pemkab Banyuwangi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Tolak-Tambang-Tumpang-Piotu,-Gelar-Aksi-Mogok-Makan-di-Depan-Pemkab-Banyuwangi

BANYUWANGI -Aksi massa menolak penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi berlanjut kemarin (17/3). Setelah turun jalan Rabu siang (16/3), sebanyak 13 warga Sumberagung meneruskan aksinya dengan mogok malam di depan kantor Pemkab Banyuwangi.

Pantauan Jawa Pos Radar Banyuwangi, untuk menopang aksi mogok makan kali ini, warga mendirikan tenda di depan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman Makam Pahlawan (TMP) Wisma Raga Satria. Bukan itu saja, mereka  juga membentangkan spanduk penolakan penambangan emas yang dilakukan PT. Bumi Suksesindo (BSI) tersebut.

Salah satu peserta aksi, Budiawan, mengatakan dia bersama 12 rekannya akan mogok makan sampai ada respons dari Pemkab Banyuwangi. “Kami berharap Bupati Abdullah Azwar Anas menutup kegiatan penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu,” ujarnya.

Dikatakan, penolakan terhadap aktivitas penambangan emas tersebut didasari beberapa per timbangan. Salah satunya, potensi kerusakan lingkungan akibat proses penambangan yang  tidak ramah lingkungan. “Kami berkaca ada tambang emas yang ada di tanah air. Tidak ada tambang emas yang ramah lingkungan,” kata dia.

Budiawan menambahkan, potensi kerusakan lingkungan akibat penambangan emas oleh PT. BSI secara otomatis akan membahayakan  keselamatan warga. “Jika pohon-pohon ditebang, masyarakat terancam bencana angin, abrasi, dan lain-lain,” tuturnya.

Selain itu, beberapa waktu lalu pihak PT. BSI pernah menyampaikan sosialisasi rencana uji coba pengeboman batu di Gunung Tumpang Pitu. Kala itu PT BSI menyampaikan siap menanggung biaya renovasi jika ada rumah warga yang rusak akibat proses peledakan batu  tersebut.

“Tetapi pihak BSI belum menentukan detail perbaikan rumah yang rusak itu akan seperti apa? Belum jelas,” cetusnya.  Sementara itu, disinggung tentang potensi sakit yang akan diderita jika aksi mogok  makan tersebut dilanjutkan, Budiawan, mengaku tidak khawatir.

“Itu sudah menjadi risiko perjuangan,” pungkasnya. Sebelumnya, Bupati Abdullah Azwar Anas sudah pernah menyampaikan tanggapan terhadap gugatan perwakilan (class action) izin tambang emas di Gunung Tumpang Pitu.

Menurut Anas, gugatan tersebut merupakan hak masyarakat yang patut dihargai. Bupati Anas membeber proses panjang keberadaan tambang emas di Banyuwangi tersebut di hadapan para undangan upacara pembukaan Musyawarah Daerah (Musyda)  XII Muhammadiyah di halaman Masjid KH Ahmad Dahlan, Banyuwangi, 28 Februari  lalu.

Pernyataan itu dia sampaikan lantaran  mendapat pertanyaan perkembangan terkini  terkait permasalahan tambang emas Tumpang Pitu dari salah satu pengurus Muhammadiyah.  Kala itu Anas mengatakan, perusahaan pengelola tambang emas di Banyuwangi tersebut hadir ke Bumi Blambangan sebelum  dirinya menjabat Bupati Banyuwangi pada periode pertama di tahun 2010 lalu.

“Saat kami menjadi bupati, surat izin tambang emas sudah ada di Banyuwangi,” ujarnya kala itu.  Pada awalnya, di antara 40 dokumen perjanjian  antara pemkab dengan pihak perusahaan pemilik izin tambang kala itu, tidak ada satu  poin pun yang memberikan keuntungan langsung kepada rakyat Banyuwangi.

Pada dokumen perjanjian tersebut, pemerintah hanya mendapat royalti sebesar tiga persen sesuai Undang-Undang (UU) tentang mineral  dan batu bara. Royalti sebesar tiga persen itu harus dibagi antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim dan Pemkab Banyuwangi.

Anas menuturkan, di awal kepemimpinannya,  ada dua opsi terkait tambang tersebut. Opsi pertama datang dari para demonstran yang  meminta dirinya mencabut izin usaha pertambangan (IUP) tambang emas yang digadang-dagang  merupakan yang terbesar kedua se-Indonesia setelah Freeport di Papua.

Sedangkan opsi lain, suatu kelompok menyatakan kalau  izin tersebut dicabut, maka akan dibawa ke meja hijau, bahkan hingga tingkat arbitrase internasional. Pada saat yang sama, kata Anas, pihaknya banyak belajar terhadap keberadaan tambang  emas di berbagai daerah.

Hasilnya, tidak ada satu pun literatur yang menyatakan pencabutan izin tambang emas yang menuai sukses. Salah satunya pencabutan izin tambang emas yang dilakukan Bupati Kutai Timur, Kalimantan Timur (Kaltim) kala itu, yakni Isran Nor.

“Pak Isran Nor kurang hebat apa? Kabupatennya kaya. Beliau juga ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi). Tetapi beliau digugat hingga tingkat Arbitrase Internasional. Apa yang terjadi? sampai Pak  Isran Noor turun dari jabatannya, tambang emasnya masih menggantung,” bebernya.

Anas menambahkan, pihaknya mencabut izin tambang emas Tumpang Pitu dan digugat di tingkat Arbitrase Internasional, Pemkab Banyuwangi tidak akan mampu membayar pengacara untuk dikirim ke Eropa. Bahkan  jangankan membayar pengacara, sekadar membiayai tiket perjalanan ke pengadilan arbitrase internasional pun pemkab tidak mampu.

Bukan itu saja, imbuh Anas, pihaknya juga mempelajari persoalan tambang emas yang terjadi di Buyat, Sulawesi Utara (Sulut). Tambang emas di Buyat didemo. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan internasional turun ke Buyat.

“Pelajaran apa yang kita peroleh? Tambang emas di Buyat tidak tutup, emasnya di kuras sampai habis, tetapi isunya dibelokkan ke isu lingkungan. Maka pemerintah daerah (pemda)  dan negara tidak sempat mengurus ekonominya, akhirnya ekonominya habis  sedangkan lingkungannya rusak,” papar bupati berusia 42 tahun tersebut.

Berkaca dari beberapa literatur itu, Anas mengaku mencabut izin tambang belum tentu menyejahterakan rakyat, justru akan menambah masalah baru. “Maka akhirnya kami putuskan, kami pakai kaidah “kalau kamu tidak dapat keseluruhan, maka kamu harus berjuang untuk mendapatkan sebagian”. Inilah yang kami ambil untuk melakukan evaluasi tambang emas di Banyuwangi,” ujarnya. 

Disinggung mengenai class action yang dilakukan sejumlah warga ke Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi, Anas mengaku pihaknya menghargai langkah tersebut. Saya kira, class action itu hak masyarakat. Itu wajar. Intinya, saya menghargai semua niat baik,” pungkasnya. (radar)