Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Saron Pentatonis Mini Made In Sugiarto Warga Kemiren

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

alat-musik-tradisional-saron-mini-produksi-sugiarto-di-desa-kemiren-glagah-mulai-digemari-anak-anak

Laris Manis karena Terinspirasi Konser Lalare Orkestra

MENJADI perajin alat musik tradisional Banyuwangi memang sudah kesibukan sehari-hari Sugiarto sejak dulu. Angklung, kendang, biola, dan saron, adalah peralatan musik tradisional yang biasa dia buat. Akhir-akhir ini dia tidak hanya  disibukkan membuat peralatan musik  grup dewasa.

Saat ini bersama rekannya Prayit yang juga warga RT02/RW02 Dusun Krajan, Desa Kemiren, Glagah, dia tengah disibukkan dengan pembuatan saron mini yang mulai banyak dicari anak-anak. Sudah puluhan unit saron mini yang berhasil dia jual. Saron mini itu memang untuk mainan anak-anak yang menggemari musik  tradisional.

Pesanan saron mini meningkat drastis setelah konser Lalare Orkestra beberapa waktu lalu. Sugiarto yang juga pemain alat musik saron itu menyadari Lalare Orkestra telah membuat anak- anak menjadi lebih mencintai   musik tradisional.

Sebelum pesanan saron mini buatannya meningkat seperti saat ini, banyak anak-anak kecil yang sengaja datang ke rumahnya untuk menjajal saron mini yang dia buat itu.  Setelah mencoba, ternyata mereka ingin memiliki. Keesokan harinya bisa dipastikan para orang  tua datang ke tempat Sugiarto bekerja.

Mereka datang untuk memesan saron mini kepadanya karena anak-anaknya merengek ingin dibelikan saron mini buatan Sugiarto itu. ”Anak-anak di sini (Kemiren) memang suka tabuhan, tapi setelah ada Lalare Orkestra  tampil itu yang minta dibuatkan saron mini tambah banyak,” kata  bapak satu anak itu.

Hal yang sama juga diungkapkan  Supri, salah satu orang tua yang memesan saron kepada Sugiarto. Saat konser Lalare Orkestra beberapa waktu lalu, anaknya yang masih berusia empat tahun juga melihat konser musik tradisional anak-anak itu. Keesokan harinya anaknya yang masih berumur   empat tahun itu merengek  dibelikan saron agar bisa ngetop seperti personel Lalare Orkestra.

”Padahal, masih kecil anak saya, tapi dia menangis ingin dibelikan saron,” kenang Supri. Hal senada juga diungkapkan Prayit, salah satu tukang kayu rekan Sugiarto. Secara kebetulan  anak perempuannya yang bernama Fira, 10, merupakan personel Lalare Orkestra. Namun, dia tidak memiliki alat musik tradisional seperti yang dia mainkan  saat konser beberapa waktu lalu.  Setelah konser selesai, Fira   meminta bapaknya beli saron.

”Akhirnya saya buatkan saron yang mini juga,” terang Prayit.  Sugiarto menambahkan, membuat saron mini tidak jauh berbeda dengan membuat saron berukuran besar. Bisa dikatakan membuat saron mini lebih mudah dan tidak butuh waktu lama.  Membuat satu unit saron mini bisa dilakukan dalam waktu  sehari.

”Bahan bakunya kayu mahoni atau kayu kembang,” tambahnya.  Harganya sangat terjangkau. Satu unit saron mini polos atau  masih belum dicat dibanderol Rp 350 ribu. Namun, apabila saron mini itu sudah diukir dan dicat, harganya lebih mahal, bisa mencapai Rp 600 ribu.

”Saron mini ini persis seperti saron aslinya, hanya ukurannya kecil. Suaranya sama saja,” kata dia. Dengan banyaknya anak-anak  yang mulai kepincut alat musik  tradisional itu tentu sangat  berdampak baik terhadap kesenian Banyuwangi ke depan.

Jika  sejak usia dini sudah mencintai alat musik tradisional, tentu kalau  sudah dewasa nanti mereka akan  menjadi generasi penerus pemusik tradisional di Banyuwangi. ”Sekarang sudah banyak  anak-anak yang pintar bermain angklung atau saron. Itu sangat  baik saya kira ke depannya. Kita tidak perlu lagi khawatir pemusik  tradisional akan punah” pungkasnya. (radar)