Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Mahasiswa-Alumni Kecam Kampus Dijaga Preman

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Mahasiswa-Alumni-Kecam-Kampus-Dijaga-Preman

SEMENTARA itu, munculnya beberapa orang berpakaian preman yang terkesan “disiagakan”  di dalam kampus Universitas  17 Agustus 1945 Banyuwangi  mendapat kecaman mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Kampus  (Ampek) ’45 Banyuwangi dan  alumni Untag Banyuwangi.

Keberadaan orang berpakaian preman tersebut dirasa sangat tidak etis  dan meng ganggu proses belajar. Koordinator Ampek ’45 Banyuwangi, Akyl Gilang Per mana, mengecam pihak Untag Banyuwangi yang dirasa sengaja menyiagakan beberapa orang berpakaian preman di dalam kampus.

Menurutnya, aksi itu merupakan bentuk menghalangi-halangi kubu ketua Pepernas yang legal dari pihak Kemenkum HAM RI,  yakni Sugihartoyo. Mahasiswa dan alumni juga  akan melakukan aksi besar-besaran untuk mengusir beberapa  orang berpakaian preman itu dari lingkungan kampus jika mereka terus disiagakan.

”Kami akan lakukan aksi besar-besaran untuk mengusir mereka (preman). Kami hanya membela yang benar dan kami ingin legalitas ijazah kami,” seru Gilang. Dia menambahkan, aksi pengerahan  beberapa orang berpakaian  preman di kampus Untag Banyuwangi  itu sudah sangat jelas mengganggu aktivitas mahasiswa  di dalam kampus.

Sebab, saat ini  mahasiswa-mahasiswi sedang  mengurus kartu rencana studi (KRS). Tentu, kata dia, para mahasiswa yang akan masuk ke dalam kampus akan waswas melihat kondisi  pintu pagar kampus ditutup. Selain itu, banyak dijumpai beberapa orang berpakaian preman.

”Iya, saat ini lagi KRS-an. Tahu ada preman begitu banyak, mahasiswa takut masuk kampus,” pungkasnya. Prasetyo Cahya Ramadan, koordinator Ampek ’45 Banyuwangi, mengatakan pihaknya juga perlu tahu siapa sebenarnya yang mendatangkan preman-preman di kampusnya.

Dia juga merasa perlu tahu apakah memang benar pihak kampus membayar beberapa orang berpakaian preman itu dengan uang kampus. Jika hal itu benar sangat disayangkan pihak Ampek. Sebab, uang mahasiswa untuk  membayar ke kampus ternyata  hanya dibuang sia-sia untuk membayar sekelompok orang  berpakaian preman itu.

”Kalau benar begitu adanya, kalau sudah lulus  mending jadi preman saja biar dapat  pekerjaan dari Untag,” ujarnya. Adanya pengerahan beberapa  orang berpakaian preman di  kampus Untag Banyuwangi itu  juga sangat disayangkan alumni.

Eko Sukartono, salah satu alumni  yang juga perintis berdirinya  Fakultas Pertanian di Untag  Banyu wangi pada tahun 1980 itu menyesalkan adanya pengerahan  beberapa orang berpakaian  preman di dalam kampus. ”Adanya orang-orang dari luar di dalam  kampus itu berlebihan sekali.  Sangat disesalkan,” tegas Eko.

Eko menambahkan, adanya  kegiatan orang berpakaian preman di dalam kampus ini juga  dirasa tidak mendidik mahasiswa. Seharusnya, kata dia, para  mahasiswa diberi pendidikan  yang mengedepankan asas demokrasi. Namun, itu malah mengajarkan aksi premanisme  yang sangat berseberangan dengan ideologi kampus.

”Itu di dalam kurang-lebih ada 100  preman. Seharusnya tidak seperti  itu. Itu tidak mendidik. Pihak akademisi di dalam kampus juga  seharusnya tidak tinggal diam  dengan hal ini,” tambahnya. Eko berharap pihak-pihak yang  berpolemik, yakni kubu Waridjan  dan Sugihartoyo, patuh dan tetap   mengikuti proses mediasi yang rencananya akan dilaksanakan  Rabu atau Kamis mendatang.

Dalam mediasi yang difasilitasi Polres Banyuwangi itu, kata Eko, juga akan dihadiri pihak Kemenkum HAM, pihak Kopertis, Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi, dan jajaran Forpimda Banyuwangi. ”Kalau menggunakan preman, saya kira kurang  cantik mainnya,” pungkas Eko.  (radar)