The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian

Hidupkan Budaya Yang Sudah Mati

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

GLAGAH – Berbagai macam ritual bersih desa dilaksanakan untuk memperingati datangnya tanggal 1 Suro kalender Jawa. Di Desa Kenjo, Glagah District, ada tradisi unik untuk memperingati datangnya tanggal 1 Cork, yakni menggelar tradisi sapi-sapian.

Tradisi sapi-sapian merupakan salah satu rangkaian bersih desa setempat yang digelar setiap 1 Cork, Wednesday (14/10), yesterday. Tradisi sapi-sapian itu sudah berlangsung tiga tahun terakhir setelah sekian puluh tahun tidak digelar.

Tahun ini kegiatan itu lebih semarak dan tambah ramai masyarakat yang menyaksikan. Bupati Abdullah Azwar Anas dan beberapa jajaran forum pimpinan daerah (forpimda) dan Forum Pimpinan Kecamatan (Forpimka) Glagah hadir menyaksikan tradisi adat Desa Kenjo itu.

Tokoh adat Desa Kenjo, Busairi, mengatakan tradisi sapi-sapian lebih menceritakan asal-usul desa setempat. He revealed, awal terbentuknya Desa Kenjo dimulai sekitar tahun 1700- an. Dulu ada tiga orang yang berasal dari Bugis, yakni Kamisa, Mujono, dan Dakir, datang ke lereng Cawan.

Mereka tidak bertahan lama tinggal di Cawan karena kesulitan mencari air. Ketiganya lantas datang ke tempat yang menjadi cikal bakal Desa Kenjo tersebut. Kamisa, Mujono, dan Dakir, lantas mengolah sawah untuk bercocok tanam.

Lantaran tidak menemukan hewan untuk membajak, mereka terpaksa membajak dengan tenaga manusia. Dua di antaranya bertugas menarik bajak, sedangkan seorang yang lain mengemudikan bajak tersebut. Selang beberapa lama akhirnya ketiga orang itu berhasil menemukan sapi.

Sapi itu kemudian dimanfaatkan untuk membajak sawah. ”Sawah yang dibajak dengan menggunakan sapi hasilnya lebih bagus,” kata Busairi. Dari waktu ke waktu, warga yang datang dan menetap di daerah cikal bakal desa Kenjo itu semakin banyak.

Sementara nama Kenjo itu sendiri berasal dari kata gunjo, yakni wadah air yang terbuat dari bambu sepanjang sekitar satu meter. Tradisi sapi-sapian ini sempat mandek sejak tahun 1942. But now, tepatnya sejak tiga tahun yang lalu warga kembali menghidupkan tradisi peninggalan leluhur tersebut.

Pada tradisi sapisapian kemarin, ada beberapa pria yang didandani ala sapi. Sapi jadi-jadian tersebut memikul bajak dan diarak keliling kampung. Di belakang rombongan sapi-sapian itu diikuti oleh rombongan warga yang berperan sebagai, tukang semprot sawah, tukang tandur padi, pemasang kicir, hingga penjual jamu gendong.

Untuk menambah semarak, ditampilkan juga kesenian barong milik warga Desa Kenjo di barisan paling belakang dengan diiringi musik kuntulan untuk keliling kampung. Bupati Anas mengapresiasi pelaksanaan tradisi adat masyarakat Desa Kenjo itu.

according to her, tradisi adat ini harus dipertahankan dan dilestarikan sebagai kekayaan budaya agar supaya anak cucu tidak melupakan begitu saja tradisi adat yang sudah turun-temurun dilaksanakan. In particular, Anas juga meminta kepada tokoh adat Desa Kenjo untuk menggali lagi tradisi adat lain yang ditinggalkan untuk dihidupkan kembali untuk menambah khasanah kebudayaan masyarakat Desa Kenjo.

”Budaya itu memang harus lebih banyak digali. Budaya yang mati harus dihidupkan kembali,Said Anas. Sehari sebelum acara sapi-sapian, ritual bersih desa ini diawali selamatan nasi tumpeng yang diikuti seluruh warga desa masyarakat Desa Kenjo.

Usai selamatan tumpeng, rangkaian ritual bersih desa dilanjutkan arak-arakan oncor keliling kampung. Then, pada siang kemarin dilaksanakan tradisi sapi-sapian. (radar)