The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian
Social  

Dicurigai Mirip Teroris, Tertahan di Bandara Changi

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

HARI masih sangat gelap, sinar lampu juga masih belum redup menyinari. Waktu menunjukkan pukul 02.30. Udara malam masih dingin hingga menembus pori-pori kulit. Di tengah gelap dan dinginnya malam, para santri sudah bangun dari tidurnya.

Sebagian di antara mereka bahkan sudah mulai berkemas dan bersiap menuju bandara Juanda Surabaya. Bangun di sepertiga malam bagi para santri bukan hal baru. Terlebih bagi asatid (panggilan ustadz dan ustadzah). Karena hampir setiap malam, para santri dan asatid terbangun untuk mengerjakan salat malam.

Kedisplinan para santri dalam mengerjakan salat malam, seolah sudah menjadi budaya yang mengakar sangat kuat. Tanpa dikomando, ketika terbangun di sepertiga malam, mereka langsung membersihkan diri, mandi dan mengerjakan salat qiyamul lail.

Bersama dengan kokokan ayam dan dinginnya pagi kota Pahlawan, kami yang sudah mulai sibuk berkemas dan bersiap-siap, langsung diantar menuju bandara Juanda Surabaya dari hotel tempat kami menginap. Jaraknya juga tak terlalu jauh, hanya lima menit perjalanan menuju bandara.

Untuk memudahkan selama perjalanan, semua santri dan asatid juga kompak mengenakan seragam yang telah ditentukan. Kami harus datang pagi-pagi sekali ke bandara. Because, take off dari Bandara Juanda Surabaya ke Bandara Changi Singapura dijadwalkan pukul 06.05.

Pesawat China Airlines dengan nomor penerbangan C1752 yang akan kami tumpangi sudah menunggu di apron Bandara Juanda. Semua penumpang pun bergegas memasuki pesawat dan take off meninggalkan Bandara Juanda Surabaya, menuju Bandara Changi Singapura.

Dari Surabaya menuju Bandara Changi hanya ditempuh dua jam perjalanan. Rombongan pun turun dari pesawat, persyaratan masuk negara lain seperti paspor sudah disiapkan jauh sebelumnya. Satu persatu dokumen para rombongan santri Al-Kautsar diperiksa petugas keimigrasian Singapura.

Di tengah kesibukan dan ketatnya pemeriksaan, rombongan kami sempat tertahan sekitar 30 menit di bandara. Bukan karena gurauan bom atau karena tidak membawa paspor, melainkan salah satu ustad dalam rombongan kami wajahnya mirip seperti terduga teroris.

Dia adalah Ustadz Ali Mansur. Dia harus menjalani sejumlah pemeriksaan tambahan dari petugas keimigrasian Singapura. even though, segala prosedur dan ketentuan sudah dilalui, mulai dari menyerahkan paspor dan mengisi lembar formulir tentang tujuan, lama tinggal selama di Singapura.

Jalannya pemeriksaan cukup ketat dan melelahkan. no doubt, seluruh rombongan yang sudah lolos harus rela menunggu tuntasnya pemeriksaan Ustadz Ali Mansur yang tak lain adalah Ketua rombongan Ponpes Modern Al-Kautsar. Ustadz Ali Mansur diminta untuk ikut dengan petugas keimigrasian.

Pemeriksaan dilakukan secara terpisah. Selain memeriksa berkas dokumen, sejumlah barang bawaannya juga turut dibongkar untuk digeledah petugas imigrasi di bandara Changi Singapura. Prosedur dan permintaan pun dilakukan dan dihadapi dengan penuh kesabaran.

Around 25 menit menjalani pemeriksaan, Ustadz Ali Mansur pun dinyatakan lolos dan bisa masuk ke Singapura. Kami pun turut senang dan bersyukur bisa kembali melanjutkan perjalanan. Pemeriksaan ekstra ketat tersebut bukan kali pertama ini dialami oleh Ustadz Ali Mansur.

Pada kunjungan sebelumnya, yakni pada tahun 2016 then, kejadian serupa dialaminya. Even, ketika itu pemeriksaan memakan waktu lebih lama, sekitar satu jam. Dia harus bolak-balik menjalani sejumlah pemeriksaan petugas imigrasi di Bandara Changi Singapura.

“Kata petugas imigrasi hanya sekadar penulisan nama Ali Mansur gandeng atau tidak. Saya juga tidak tahu kenapa. Apa karena wajah saya ini mirip terduga teroris begitu,” ucapnya sambil terkekeh-kekeh. Jika dilihat sepintas dari ciri fisik, wajah Ustad Ali Mansur memang sedikit ada kemiripan dengan wajah terduga teroris Ali Imron.

No wonder, jika petugas imigrasi memeriksanya dengan ketat dan jeli. Bus penjemput juga sudah stand by di area parkir bandara. Rom- bongan santri bergabung dengan puluhan santri lainnya dari Ponpes Modern Al-Kautsar Tanjung Pinang, Riau islands (Kepri).

Suasana pun riuh, meski tak saling kenal satu sama lain. Para santri yang dari Banyuwangi dan Tanjung Pinang seolah sudah menjadi satu dan keluarga sendiri. Puluhan santri dari Ponpes Modern Al-Kautsar Tanjung Pinang sudah melakukan perjalanan dengan jalur laut dan darat menggunakan armada bus.

Perjalanannya memakan waktu dua jam, dari pelabuhan Tanjung Pinang menuju Pelabuhan Tanah Merah di Singapura. Perjalanan kami lanjutkan dari Bandara Changi menuju salah satu sekolah yang akan dikunjungi kali pertama, yakni sekolah Bedok Green Secondary School Singapura. (radar)