The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian

Gandrung doesn't come from Seblang

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

ribuan-penari-gandrung-melakukan-latihan-terakhir-di-pantai-boom-sore-kamarin

Sudah Muncul sejak Tahun 1774

GANDRUNG. Siapa tak kenal kesenian tradisional Banyuwangi yang satu ini? Bukan hanya di Indonesia, seni-tradisi warisan nenek moyang warga Bumi Blambangan ini telah melanglang buana ke seantero jagat. Kesenian gandrung kerap ditampilkan pada forum-forum terhormat tingkat internasional.

Salah satunya di tahun 2015 then, Gandrung Banyuwangi tampil dalam perhelatan budaya Indonesia yang menjadi tamu kehormatan pada ajang Frankfurt Fair 2015. However, diakui atau tidak, belum banyak warga yang tahu asal-muasal kesenian yang telah diakui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ministry of Education and Culture) sebagai salah satu warisan budaya non-bendawi tersebut.

Tidak terkecuali masyarakat Banyuwangi. Tidak sedikit masyarakat yang berpendapat bahwa kesenian gandrung berasal dari Seblang, yakni upacara sakral yang diadakan tiap tahun di Desa Bakungan dan Desa Olehsari, Glagah District.

However, sejatinya kesenian gandrung sudah muncul sejak tahun 1774, pada awal zaman pemerintahan Raden Tumenggung Wiroguno alias Mas Alit. Meanwhile, Seblang yang diupacarakan baru muncul pada tahun 1890 di Desa Bakungan dan tahun 1930 di Desa Olehsari.

Seperti tulisan Almarhum Fatrah Abal, dalam bukunya yang berjudul Gandrung Itu Bukan Seblang. Dalam buku yang dirilis pertama oleh Dewan Kesenian Blambangan (DKB) pada Desember 2014 itu Fatrah Abal juga mencoba meluruskan penafsiran masyarakat tentang nama gandrung.

Sebagian masyarakat menafsirkan Gandrung dengan arti jatuh cinta sampai tergila-gila. Bagi Fatrah, pendapat tentang nama gandrung yang seperti itu sah-sah saja dan bisa diterima. Because, yang dinilai adalah kesenian gandrung pada era 1900-an setelah tari gandrung yang awalnya dibawakan laki-laki berubah menjadi penari perempuan.

even though, nama gandrung telah disematkan sejak awal kemunculan kesenian tersebut, yakni sejak tari gandrung dimainkan oleh laki-laki dan mengenakan pakaian sebagaimana digunakan sehari-hari, tanpa bedak, gincu, apalagi perhiasan.

Wakil Sekretaris DKB, MH Qowim, pun sependapat dengan Fatrah Abal. Especially, he said, pantun atau byasanan dan wangsalan yang disenandungkan pada awal kemunculan gandrung tidak berbau percintaan. Byasanan atau wangsalan itu justru mengandung makna pengarahan, petunjuk, dan nasihat yang berhubungan dengan napas perjuangan rakyat Blambangan kala itu.

“Sesuai dengan gending-gending wajib yang harus dibawa dalam kesenian gandrung tersusun dalam prasemon, maka dapat di pastikan bahwa kata gandrung yang disandang pun merupakan prasemon yang mengandung makna filosofis setara dengan yang diperjuangkan. That is, “gandrung” atau “sangat mengharapkan” atau “sangat mendambakan” keselamatan sisa-sisa rakyat Blambangan bagian timur, menjadi manusia yang mandiri dan bermartabat," he said.

Menurut MH. Qowim berdasar analisis Fatrah Abal, first time appearing, gandrung dibawakan laki-laki. Diperkuat sejumlah referensi, salah satunya buku berjudul Gandroeng van Banjoewangi karya John Scholte, gandrung merupakan alat perjuangan.

Dalam buku yang ditulis pada tahun 1926 the, penulis Belanda itu memaparkan, setelah perang Puputan Bayu (1771-1772) rakyat Blambangan yang nyaris habis kocak-kacir. Mereka tinggal dalam kelompok-kelompok kecil di dalam hutan. Untuk menyatukan dan membangkitkan kembali semangat juang, mereka mencari siasat.

Mereka sepakat membentuk kesenian gandrung. Kesenian baru itu tampil keliling dari satu tempat ke tempat lain untuk menyatukan kembali sisa-sisa pejuang Blambangan lewat syair-syair yang tidak dimengerti Belanda: podho nonton, sekar jenang, seblang lukinto, layar kumendhung, and others.

Namun pada perkembangan berikutnya, tari gandrung dibawakan perempuan. Penari gandrung perempuan pertama yang tercatat adalah gadis bernama Semi yang berasal dari Dukuh Cungking pada tahun 1895. Dukuh Cungking tersebut kini masuk wilayah Kelurahan Mojopanggung, Giri . District.

However, MH. Qowim mengingatkan bahwa Semi merupakan gandrung perempuan pertama yang tercatat Belanda, tapi bukan gandrung perempuan Banyuwangi pertama. Because, dia pernah membaca literatur berbahasa Prancis bahwa pada 1885 gandrung telah dipentaskan pada festival dunia di Paris oleh empat penari perempuan Banyuwangi.

“Festival itu digelar sebelum era Semi,He said. (radar)