TEGALDLIMO – Gara-gara rumah peninggalan orang tuanya disita bank, Dadang S, 30, residents of Hamlet Bayatrejo, Wringin Pitu Desa Village, Tegaldlimo . District, Banyuwangi menjadi sebatang kara. Tiga kakak kandungnya yang kini menetap di Bali tidak mau mengakui dirinya sebagai saudara.
Confused looking for a place to stay, Dadang nekat membuat rumah di atas pohon beringin di depan rumahnya. Bujangan itu tinggal di rumah panggung dengan ketinggian sekitar enam meter itu sejak dua tahun lalu. “The house and land were confiscated by the bank,” ujar Dadang.
According to Dada, orang tuanya, yakni pasutri Parno dan Semi, sudah meninggal dunia belasan tahun lalu. Pasutri itu meninggalkan warisan berupa rumah dan lahan seluas seperempat hektare. “Rumah dan lahan itu oleh dijadikan agunan di bank,” the light.
Dadang mengakui tidak tahu saat tiga kakaknya menjadikan rumah dan lahan itu ke bank. Malah, dirinya dicoret dari kartu keluarga (KK) and are called non-siblings. “Saya tidak diberi apa-apa,” katanya kepada Jawa Pos Radar Genteng.
The irony, her three older siblings were unable to pay their debts to the bank. So that, rumah dan lahan yang dijadikan jaminan itu disita. “Saya tidak punya apa-apa, dan saya juga tidak punya saudara lagi,” he said.
Saat rumahnya disita bank, Dadang semppat stres berat. That hurts, ketiga kakaknya tidak mau mengakui dirinya sebagai adik. “Karena tidak punya apa-apa, saya pun membuat panggung di pohon beringin ini.” he said.
Pohon beringin yang dijadikan rumah dengan ukuran empat meter kali tiga meter itu berada di tepi jalan raya dan persis di depan rumah warisan orang tuanya “Kasihan Dadang itu,” kata Hariyanto, 30, salah satu warga setempat.
Rumah panggung di pohon beringin itu dibuat Dadang bersama Miskan, 40, neighbors. before building the house. dia minta izin kepada pemerintah desa. “Pemerintah desa mengizinkan karena mengetahui persis perjalan hidupnya,” Ujarnya.
As in general, rumah panggung yang didirikan Dadang itu dilengkapi peralatan memasak dan perabotan, seperti TV dan VCD. “Memasak juga di atas pohon itu menggunakan kompor gas,” he said. Dadang yang tinggal sendiri di rumah panggung itu pun mendapat simpati warga sekitar.
Bujangan yang hanya tamat SMP itu dikenal mandiri sejak kecil. “Dulu tidak punya apa-apa, kini sudah bisa beli TV, VCD, dan tape,” cetus kata Roni, 46, other citizens. Dadang oleh warga dikenal pemuda pekerja keras, tekun dan telaten.
Sehari-hari dia bekerja sebagai buruh kasar. Warga yang membutuhkan tenaganya terkadang sampai antre. “Kalau tidak pesan seminggu sebelumnya, pasti keduluan orang lain, Dadang itu kerjanya giat dan bagus.” the light. (radar)
