The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian
Social  

Rutin Diskusi Benda Pusaka setiap Jam Istirahat

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox
Brigadir Jarwo, Bripka Eko, Iptu Roni, dan Aiptu Wayan menunjukkan barang antik koleksi mereka.

SUASANA sedikit hening tampak di kantor Unit PJR Jatim-V di dekat perempatan Karangente siang itu. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 12.00 di kantor patroli jalan raya yang membawahi wilayah Situbondo, Jember, dan Banyuwangi itu.

It means, mereka sudah waktunya istirahat makan siang. Sedikit tanda kehidupan tampak di bagian belakang pos yang berhadapan langsung dengan areal parkir mobil dinas. Over there, tiga orang anggota PJR tampak duduk dan ngobrol. Tampak kopi tersedia di atas meja.

Ketiganya adalah Iptu Roni Falsah, Aiptu Wayan Redita, dan Bripka Eko Widayat. Obrolan di jam istirahat itu pun tampak santai tetapi juga serius. Beberapa kali obrolan itu juga disertai dengan gerak tubuh yang menandakan adanya sesuatu benda yang dibahas.

It is true, obrolan ketiga anggota PJR itu berkutat seputar barang antik. Mereka saling menceritakan koleksi benda warisan leluhur yang ada di rumah masing-masing. Bentuk dan jenis koleksi yang dimiliki pun beragam. Mulai dari keris, spear, ring, hingga barang pusaka yang lainnya.

Perbincangan pun semakin hangat. Setelah setengah jam ngobrol, ketiganya pun bersiap siap untuk pindah tempat. Adalah rumah Eko Widayat yang ada di Perum Pakis Jalio, Banyuwangi District, yang menjadi jujukan. Apalagi bila adanya rasa penasaran yang membuat mereka bergegas menuju rumah salah satu anggota PJR tersebut.

“Mau lihat koleksi di rumah Eko,” ujar Iptu Roni Falsah. Not until 10 minute, rombongan akhirnya bisa sampai ke rumah Eko. Setelah melepas sepatu, Eko didampingi Roni dan Wayan langsung masuk rumah. Lokasi yang dituju adalah ruangan di bagian belakang rumah Eko Widayat.

Melihat tempatnya ruangan ini difungsikan pemilik rumah sebagai lokasi salat. Sajadah dan kaligrafi terpasang pada tempatnya. Di sudut ruangan, tampak sebuah lemari tua yang ada kacanya. Di dalam lemari itu ada beberapa koleksi benda antik milik Eko.

“Saya simpan koleksi di sini,” ujar Eko. Saat pintu lemari dibuka, Eko mengeluarkan sejumlah benda pusaka. Ada keris dengan rupa dan jenis serta ukuran yang berbeda. Layaknya manusia, keris itu juga punya nama. Seperti keris bermotif kera yang disebut dengan Keris Hanomanya.

Bagian lainnya ada juga koleksinya yang berbentuk tombak. Sama dengan keris, tombak ini juga punya nama. Koleksi yang dimilikinya itu diceritakan kebanyakan merupakan warisan dari orang tua. Seluruh koleksinya tetap tersimpan rapi hingga kini.

“Ada yang warisan ada juga yang diperolehnya sendiri,He said. Selain memang merupakan pemberian orang tua, sejumlah koleksi juga diperoleh sendiri. Momen berkumpul bersama dan jam istirahat, menjadi saat yang tepat untuk membicarakan benda peninggalan leluhur.

Bila ada yang cocok, maka sistem pertukaran bisa dilakukan dengan cara barter maupun jual beli. Tidak hanya di internal anggota PJR Jatim, koleksi juga diperolehnya dari berkumpul dengan sejumlah komunitas penggemar barang antik. Soal nilai memang tidak bisa diukur dengan uang. Namun prinsip dipegang ketiganya, bila benda antik yang diperoleh melalui pembelian, maka otomatis nilainya bisa diukur. Tapi kalau merupakan pemberian atau warisan, sedapat mungkin benda itu akan dipertahankan.

“Kalau nilai bukan karena uang. Tapi akan berusaha dipertahankan,” tegas Wayan. Since childhood, Eko, Roni, dan Wayan memang tergila-gila dengan barang antik. Selain lebih banyak kesukaan muncul karena didukung faktor lingkungan keluarga yang memiliki hobi yang sama.

Ada nilai menjaga warisan dan kekayaan budaya leluhur yang menjadi titik utama mereka dalam mencintai hobi yang tergolong unik di era modern. Ketiga pun sepakat menampik bila ketertarikan soal barang antik ini lebih ditonjolkan pada sisi spiritual alias gaib. Sebab tidak semua benda berkategori antik bisa dikaitkan dengan dunia magis.

Justru estetika dari benda itu yang menjadi daya tarik melebihi mitos adanya kekuatan yang dimiliki sebuah benda. Sebagai bukti kecintaannya, semua koleksi barang antik itu pun diberikan perawatan secara berkala. Untuk keris misalnya, perawatan dilakukan dengan menggunakan bahan umum seperti poles hingga anti karat.

Namanya juga ada unsur logam, disimpan dalam tempat tertutup bisa menghasilkan aroma yang tidak enak juga. Untuk menyiasatinya, digunakannya juga mewangian seperti dupa untuk sekadar memberikan aroma harum. Dan dalam momen tertentu seperti Suroan, seluruh benda pusaka itu juga dititipkan untuk dibersihkan.

“Momen itu biasanya semua yang punya koleksi dibersihkan. Saya titipkan saja,He said. Dan ternyata, hobi mengoleksi barang antik itu bukan tanpa hambatan. Ketiga anggota PJR itu pun sempat mendapat lampu merah dari internal keluarga soal hobi mereka. Namun karena cuma hobi , lambat laun kegemaran itu pun dibiarkan oleh keluarga masing-masing.

Nada protes pun kemudian hilang seiring dengan bertambahnya koleksi dan nilai estetika dari benda antik tersebut.(radar)