The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian
Social  

Tiga Bulan di Laut, Cari Ikan hingga Perbatasan Australia

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

DI perairan Samudera Hindia dalam sepuluh hari terakhir sedang dilanda ombak tinggi. Banyak kapal nelayan yang biasa memburu ikan, terpaksa harus merapat ke sekitar pantai, termasuk para nelayan dari Kabupaten Banyuwangi. Daerah yang banyak dibuat para nelayan untuk berlindung, itu di sekitar perairan Muncar, terutama di sekitar Teluk Sembulungan dan perairan Kayu Aking.

Around 40 kapal motor (KM) asal Pekalongan, Central Java, sudah sepekan terakhir mengungsi di tempat itu. Puluhan KM dari Pekalongan itu terpaksa harus melempar jangkar karena ombak dianggap tidak bersahabat. Di perairan Teluk Sembulungan dan Kayu Aking, dianggap paling aman.

At that place, kapal tugboat yang membawa batu bara juga banyak yang berlindung. Selama berlindung itu, puluhan KM itu berjejer antara tiga atau beberapa kapal. Koloni antar kapal nelayan itu, dilakukan untuk mengurangi tekanan laju arus laut dan terjangan ombak yang menghantam kapal.

“Kalau kapal sendirian, jika diterjang ombak akan terasa kuat. Selain itu juga mudah terombang-ambing,” ungkap Karjuki, 53, salah seorang anak buah kapal (abb) KM Kasih Setia. Manfaat lain dengan cara berjajar di tengah laut itu, memudahkan dalam koordinasi dan komunikasi antar ABK.

Especially, sebagian besar nelayan berasal dari daerah yang sama. Sometimes, dalam satu kapal itu juga masih terikat satu keluarga. Not again, setiap kapal juga memiliki persediaan bahan makanan dan minuman. Jika kapal berkelompok, memudahkan untuk saling bantu membantu.

“Tidak hanya sekedar urusan makan dan minum, tetapi juga urusan lainnya,He said. Slama puluhan tahun berlayar sebagai nelayan, Karjuki mengaku banyak pengalaman suka maupun duka yang diperoleh. “Kalau berlayar mungkin sudah keliling nusantara, sampai ke Australia juga pernah," he said.

Sebelum berlayar untuk menangkap ikan ke samudera lepas, persyaratan yang harus dimiliki dokumen perizinan berlayar. Once at sea, kapal itu biasanya baru akan pulang hingga tiga bulan. Jika nasib sedang mujur, paling cepat sebulan, itu pun harus pulang dengan membawa ikan hasil tangkapan dalam jumlah banyak.

“Semua boks harus terisi ikan, baru boleh pulang,He said. Jika boks tempat penampungan ikan masih belum terisi penuh, sedang batas waktu pencarian ikan dan persediaan bahan bakar sudah menipis, terkadang minta dan beli ikan milik kapal lain yang baru berangkat.

“Pokok bagaimana caranya bisa cepat pulang, ketemu keluarga dan bawa pulang dengan uang hasil kerja,” cetus bapak dua anak itu. Transaksi ikan di atas lautan, adalah hal biasa dan sudah lazim dilakukan. Tidak hanya dengan sesama nelayan dari daerah Pekalongan, transaksi itu juga dengan nelayan dari daerah lainnya yang berniat membeli ikan.

Cuaca buruk dan harus berlindung di pulau terdekat, adalah hal biasa bagi nelayan. Itu demi keselamatan jiwa. It is just, bagi pemilik kapal saat kapal berlindung dari cuaca buruk itu sangat merugikan, karena membutuhkan waktu berhari-hari dan harus menanggung beban biaya hidup selama tidak bekerja.

Para ABK kapal juga dituntut bisa menjaga kondisi kesehatan selama berada di tengah laut. Selama ditengah lautan seluruh sarana dan prasarana sangat terbatas. “Bahan makanan dan minuman terbatas, jadi harus betul-betul diperhitungkan dengan baik,He said.

Bila ada nelayan yang sakit saat melaut, itu sangat merepotkan. So, bila kapal sedang berhenti untuk berlindung, itu kesempatan emas untuk turun ke darat dan mendapatkan perawatan tim medis. Not only that, saat kapal tidak bekerja sambil menunggu cuaca normal, para koki juga bisa belanja untuk persediaan bahan makanan ke pasar setempat.

Selama berbulan-bulan berlayar, para ABK mengaku hanya mendapatkan upah antara Rp 200 up to Rp 500 ribu dalam sekali melaut. “ Yang penting halal, but,"he said. (radar)