The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian

The Story of a Farmer's Struggle in Banyuwangi Introduces the Quick Calculation Method for the Education of Village Children

story-of-a-farmer's-struggle-in-banyuwangi-introducing-quick-calculation-method-for-village-children's-education
The Story of a Farmer's Struggle in Banyuwangi Introduces the Quick Calculation Method for the Education of Village Children
Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

KOMPAS.com – His name is Eko Purnomo (57) from Kedungringin Hamlet, Temurejo Village, Bangorejo District, Banyuwangi Regency, East Java.

Petani satu ini punya cita-cita mulia. Ia ingin membuat dunia pendidikan di Banyuwangi tidak ada ketimpangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan.

Desktop.png ads-tracker?cid=300&cpid=200&action=impr

Eko yang selama ini tinggal di pinggiran desa, jauh dari pusat kota Banyuwangi, merasa ada ketimpangan perlakuan pendidikan. Baik kualitas, sarana belajar mengajar, cost, maupun metode pengajaran.

Eko yang awalnya petani, menjelma menjadi orang yang ahli berhitung matematika dengan metode 10 jari.

Read too: Sejarah Hari Pendidikan Nasional, Kamu Sudah Tahu?

Cerita itu berawal saat Eko dan istrinya Titik (57) akan memasukkan anak bungsunya ke tempat kursus pelajaran matematika.

Saat itu pasangan suami istri tersebut melihat ada bakat terpendam dari buah hatinya, terkait pelajaran berhitung. Keduanya melihat potensi itu ada dalam diri sang anak.

Agar bakat dan minat itu dapat terasah dengan baik, keduanya berniat memasukkan buah hatinya itu ke tempat kursus matematika di wilayah perkotaan.

Persyaratan anaknya untuk masuk ke tempat kursus itu telah disiapkan oleh Eko dan Titik.

Namun di luar dugaan, saat akan mendaftar, dirinya baru mengetahui biaya masuk ke tempat kursus tidak murah.

Keduanya harus membayar biaya kurang lebih Rp 14 juta agar anaknya dapat masuk di tempat kursus matematika itu.

Lantaran dirasa terlalu mahal, Eko dan Titik tak jadi memasukkan anaknya ke tempat kursus.

Namun ia berjanji akan berjuang untuk sang anak agar mendapat pendidikan setara seperti tempat kursus.

Sehingga kami berinisiatif membangun bagaimana caranya agar anak-anak desa ini metode pendidikannya setidaknya bisa setara dengan anak kota,” kata Eko kepada Kompas.com, Thursday (3/4/2024).

Read too: National Education Day, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Eko dan Titik akhirnya mempelajari berbagai pelajaran yang diajarkan di tempat kursus matematika, termasuk metode berhitung cepat dengan Jaritmatika.

Saya ya sambil ngarit (nyari rumput) di sawah ya sambil nyari ilmu itu (mathematics),” tutur Eko.


Page 2

Mereka mencari referensi dari berbagai literatur dan sumber. Karena keinginan yang kuat agar bakat sang anak dapat tersalurkan, tidak lama bagi keduanya menguasai ilmu Jaritmatika.

Wong bapak ini ndak ngerti Hp ya, jadi nyari di buku. Referensi dari orang dan lain-lain,” timpal Titik.

Desktop.png ads-tracker?cid=300&cpid=200&action=impr

Hanya beberapa bulan saja, pasangan suami istri itu dapat menguasai cara cepat belajar berhitung dengan riang gembira.

Merasa mendapatkan sedikit ilmu, Eko dan Titik menyalurkannya kepada sang anak. Dan benar, anak bungsunya itu cepat tanggap menyerap ilmu dari kedua orangtuanya.

“Alhamdulillah, anak kami langsung tanggap. Ternyata bisa dan mampu,” ungkap Titik.

Gradually, pengetahuan sang anak tentang ilmu matematika mulai meningkat. Dari situ Eko dan Titik berpikir menyalurkan ilmu yang didapat kepada anak-anak yang lain.

Anak saya mulai ngajak temen-temennya. Lalu anak tetangga, dari situ akhirnya mulai dikenal,” ujar Titik.

Titik yang memang selama ini fokus kepada anak berkebutuhan khusus, merasa terpanggil karena perjuangan bersama sang suami.

Read too: Tema dan Logo Hari Pendidikan Nasional 2024, Diperingati Tiap 2 May

Lihat bapak kok semangat sekali. Saya ikutan semangat. Akhirnya kami bagi tugas, saya untuk anak berkebutuhan khusus.

Bapak tidak, fokus ke anak-anak yatim, putus sekolah dan yang ingin belajar meskipun sudah sekolah,” terang Titik.

Awal bergerak dilakukan di pinggiran bantaran sungai Desa Sambimulyo, Bangorejo District.

Mula-mula hanya satu dua anak yang ikut bergabung, lama kelamaan banyak yang berminat.

Kami sisir anak-anak di pesisir pantai, pinggiran hutan waktu itu. Kami ajak. Siapa pun yang mau belajar matematika, ayo, free. Tidak bayar,” Eko said.

Saat itu yang paling banyak ikut belajar adalah anak putus sekolah dan anak yatim. Mereka dikumpulkan di satu tempat.

Awalnya kami ajak bermain-main angka dulu, mereka senang. Lalu kita arahkan untuk dalam berhitung tidak menggunakan kalkulator. Lama-lama mereka bisa,” said Eko.


Page 3

Lalu sekitar tahun 2021 saat pandemi Covid-19 melanda, Pemerintah Desa Sambimulyo melihat perjuangan Eko Purnomo dan Titik.

Saat itu Kepala Desa Sambimulyo, Andik Santoso melihat banyak anak-anak desa di wilayahnya yang libur sekolah, karena dampak kebijakan pemerintah pusat.

Desktop.png ads-tracker?cid=300&cpid=200&action=impr

Mereka hanya menghabiskan waktu untuk bermain handphone, game dan komputer saja.

Kami melihat ada potensi bagus yang harus didukung. Akhirnya kami berinisiatif menawarkan tempat. Kebetulan kami punya saung, pusat berkumpul warga,” kata Andik kepada Kompas.com.

Read too: Program Makan Siang Gratis Bisa Mengancam Kualitas Pendidikan Nasional

Penawaran itu akhirnya disetujui oleh Eko Purnomo. Di saung milik kepala desa tersebut, Eko kemudian melangsungkan kegiatan belajar mengajar.

Kami berikan sarana prasarana, papan tulis, spidol dan berbagai keperluan kegiatan belajar mengajar lainnya,” ungkap Andik.

Sebagai pimpinan di desa itu, Andik kemudian ikut mensosialisasikan kepada warganya terkait aktivitas program kursus gratis yang dimentori oleh Eko Purnomo.

Kami ajak, kami sosialisasikan melalui kepala dusun, RT/RW dan sekolah-sekolah di desa kami. Alhamdulillah lambat laun mulai banyak yang tertarik,” ujar Andik.

According to Andik, tak kurang dari seratus anak mulai awal kursus hingga saat ini telah mahir dalam berhitung cepat menggunakan Jaritmatika.

Alhamdulillah terus bertambah, yang sudah alumni tingkatan SD banyak. Beberapa diantaranya ada juara berbagai olimpiade matematika,” terang Andik.

Eko added, saat ini pihaknya sudah membuka tiga tempat dalam kegiatan belajar mengajar berhitung cepat menggunakan metode Jaritmatika.

Ada di Saung Matematika Sambimulyo, ⁠Rumah Belajar Kedungringin dan Yayasan Nurul Nuda Dusun Sumberjambe,” clear Eko.

Eko memaparkan, saat ini murid-muridnya itu banyak berasal dari berbagai sekolah, rata-rata tingkatan SD dan MI. Mereka diajari metode bersimpul-simpul.

Karena murid terus bertambah, kami akhirnya membentuk tim dan dibuatkan Pokmas yang juga dibantu oleh pak kades,” ujar Eko.

Interesting, semua kegiatan proses belajar-mengajar itu tanpa memungut biaya alias gratis.


Page 4