The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian
Social  

Mahasiswa Asal Bali Meninggal di Puncak Ijen

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

mahasiswa-asal-bali-meninggal-di-puncak-ijen

LICIN – Tempat wisata Gunung Ijen kembali makan korban. Kali ini petaka menimpa mahasiswa Universitas Pendidikan (Undiknas) Bali. I Putu Deni Krosiawan, 20, meregang nyawa karena kehabisan napas saat berada berada di ketinggian puncak Ijen.

Dengan meninggalnya Putu Deni, tercatat sudah empat wisatawan yang meregang nyawa dalam setahun ini. Putu mendaki bersama tiga rekannya dari Undiknas. Mereka terpaksa harus pulang lebih awal sambil membawa jenazah Putu ke Bali.

Artha Dharmawan, 20, salah seorang mahasiswa yang menjadi saksi mata kejadian ini menuturkan, rombongan naik Ijen pada Kamis dini hari (10/11) o'clock 03.00. Pendakian yang bertepatan dengan hari pahlawan itu direncanakan dengan pengambilan foto di beberapa spot yang menarik.

Para pendaki tersebut adalah Made Dwi Radtya, asal Sumerta Kauh, Denpasar; Ogiyante Suwendra asal Klungkung; Arta Darmawan asal Jimbaran, dan Putu Deni Krosiawan asal Banjar Sangkar Agung, Country, Jembrana. Ketika sampai di tengah pendakian, I Putu Deni Krosiawan, mengajak Artha dan temannya untuk berfoto di salah satu spot yang dilihatnya cukup bagus.

Setelah puas berfoto, Putu kembali mengajak untuk berfoto di spot yang lebih tinggi lagi. Karena Putu sudah tujuh kali mendaki Kawah Ijen, Artha dan rekannya pun membiarkan Putu memilih lokasi. Begitu sampai di salah satu spot yang berjarak 11 meter dari titik mereka berfoto sebelumnya, Putu tiba-tiba mengeluh jika sudah tidak kuat lagi. Not long, Artha melihat rekannya itu sudah terkapar.

“Terakhir yang saya dengar itu, dia bilang sudah ngos-ngosan. Terus waktu saya hampiri, jarak sekitar enam meter dia sudah tergeletak. Saya kira kesurupan,” ujar Artha. Dia pun sempat meminta bantuan kepada empat orang penambang belerang. Mereka kemudian menyarankan agar Artha meminta bantuan ke pos bawah.

Without thinking, Artha langsung menuju ke bawah. Di tengah jalan, dia sempat bertemu dengan dua orang wisatawan asing. Sambil menanyakan sinyal ponsel, Artha menceritakan kepada dua orang Wisman itu jika temannya sedang pingsan.

Salah seorang Wisman itu pun sempat memeriksa kondisi Putu yang masih terkapar. Wisman itu bahkan sempat memberikan bantuan napas buatan kepada Putu yang sudah mulai pucat. “Saya lihat salah seorang bapak bule yang memeriksa Putu itu mencoba menolong dan membuka mulutnya, tapi bapak bule itu langsung geleng-geleng.

Karena saya belum percaya, saya kembali ke rencana awal, saya turun ke bawah. Saya tanya tiap orang apakah ada sinyal, but nothing,” jelas Artha. Begitu sampai di bawah, Artha sempat meminta bantuan kepada salah seorang petugas. Karena tidak ada kendaraan, petugas tersebut mengatakan, lebih baik membawa rekannya turun dulu sebelum diberi bantuan medis.

Mahasiswa Fakultas Hukum itu pun kembali naik untuk membawa temannya. Tapi di tengah jalan dirinya melihat jika Putu sudah dibawa penambang dengan menggunakan troli sambil ditutup kain putih. Karena heran, dia sempat menanyakan kenapa tubuh temannya itu ditutup kain.

Artha mengatakan jika dirinya yakin kalau tubuh temannya itu masih hangat. Begitu tiba di bawah, Artha kembali harus berlari kesana-kemari untuk mencari bantuan. Dia mengaku sempat diarahkan oleh petugas untuk meminta bantuan medis. Tapi ruangan yang ditunjukkan oleh petugas itu malah terkunci rapat.

Artha pun sempat kebingungan karena tampaknya tidak ada petugas yang bisa benar-benar memberikan bantuan. Sampai akhirnya ada sebuah mobil ambulans yang kebetulan melintas di jalan depan Paltuding. Setelah dikejar, akhirnya ambulans itu mau berhenti. Artha kemudian meminta agar temannya bisa diangkut.

“Waktu di atas tidak ada yang bisa membantu. Saya tanya tim medis dimana setelah diarahkan ternyata memang tidak ada. Saya sempat kesal karena beberapa orang mengerumuni teman saya dan mengambil-ambil foto. Saya sempat melarang mereka, takutnya di-share yang tidak-tidak,” terang Artha.

Setelah diangkut ambulans, Artha sempat meminta kepada sopir untuk membawa temannya ke Puskesmas terdekat. Tetapi setelah diperiksa oleh petugas yang ada di ambulans, ternyata tubuh Putu sudah dingin dan dinyatakan meninggal.

”Yang saya sesalkan, kenapa tempat seramai itu tidak ada fasilitas kesehatannya,” sesal mahasiswa semester V tersebut. Licin Police Chief, AKP Jupriyadi menambahkan jika dari laporan yang diberikan BKSDA, menunjukkan jika Putu sudah meninggal pada pukul 08.30. Karena sudah meninggal, korban pun langsung dibawa ke RSUD Blambangan, sedangkan teman-temannya diinterogasi oleh petugas untuk meminta keterangan lebih lanjut.

“Kita perkirakan korban meninggal karena kehabisan napas. Mungkin karena terlalu bersemangat, dia tidak memperkirakan tenaganya sampai kehabisan napas, kita juga masih menunggu hasil otopsi,’’ ujar Jupri. The police chief added, selama ini sudah dipasang beberapa banner imbauan dan peringatan bagi para pendaki.

Dia berharap ke depan pihak pengelola Kawah Ijen bisa menyediakan layanan untuk pertolongan kepada pendaki. “Sehingga tidak terjadi lagi kasus seperti yang dialami mahasiswa Universitas Pendidikan Nasional tersebut,’’ tandas Jupriyadi.

Informasi yang diperoleh koran ini, peristiwa meninggalnya para pengunjung ini setidaknya menjadi pembelajaran bagi pengelola Ijen. Sudah saatnya, di kawasan Paltuding disediakan pos kesehatan yang didukung dengan tenaga medis. Yang terpenting lagi, keberadaan kereta gantung dianggap mendesak. Because, dengan kehadiran sky train tersebut pengunjung tidak harus berjalan kaki yang menguras tenaga. (radar)