The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian
Social  

Misteri Mata Air Penawar di Desa Pakistaji

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

Warga-di-Mata-Air-Penawar,-Dusun-Krajan,-Desa-Pakistaji,-Kecamatan-Kabat,-Banyuwangi

DI ANTARA luasnya ladang dan persawahan di Dusun Krajan, Pakistaji Village, District of Kabat, terdapat sebuah tempat yang tampak berbeda Lokasi itu dikelilingi rerimbunan pohon. Apparently, ada sebuah mata air kecil yang berada tepat di tengah pepohonan tersebut.

Warga sekitar menyebut mata air itu Penawar. Not without reason, nama itu muncul karena banyak orang yang datang ke sana untuk mengambil air dengan alasan menyembuhkan penyakit. So that, banyak orang yang menamai mata air tersebut dengan sebutan Mata Air Penawar.

Menuju mata air itu harus ditempuh dengan berjalan kaki. Saat Jawa Pos Radar Banyuwangi melihat lokasi tersebut, kami harus berjalan melewati sawah dan ladang sekitar 250 meter dari jalan setapak terdekat. Setelah menuruni jalan tanah dan masuk di antara rumpun bambu, kami menemukan sebuah ceruk kecil di bawah tumpukan daun bambu.

Di sana tampak mengalir sebuah air dari batang bambu yang menan cap di tanah. Air itulah yang disebut warga sekitar dengan nama Mata Air Penawar. “Air ini sering diambil orang-orang dari luar kota. Someone came from Jember, Bali, and Surabaya. Kadang saya yang menemani mereka ke sini. Tidak tahu dari mana mereka tahu tempat ini. But, mereka percaya air ini bertuah,” ujar Kholid, 55, magersari Mata Air Penawar itu.

Menurut cerita pria yang sehari-hari bekerja sebagai petani semangka itu, around 45 tahun lalu Mata Air Penawar itu digunakan sebagai kolam pemandian oleh banyak orang. Bentuknya jauh berbeda dengan kondisi saat ini. Saat itu mata air tersebut mengaliri kolam pemandian yang luasnya sama dengan separo kolam renang atletik.

Banyak orang yang dulu datang ke lokasi itu untuk sekadar mandi atau berendam menikmati segarnya air pemandian yang tak jauh dari Sungai Tambong itu. Dear, beberapa tahun kemudian, setelah pemilik pemandian itu meninggal dunia, kolam itu sepi dan tak terurus. Akhirnya kondisinya tak terawat seperti saat ini.

“Dulu ada orang Tionghoa yang mengelola, dijadikan kolam pemandian. Tapi kata bapak saya, dulu mata air itu adalah tempat pemandian orang Belanda. Istilahnya orang pentingnya mereka. Tapi kemudian dijual ke orang Tionghoa, setelah itu sekarang tanahnya dijual ke orang Bali,” terang Kholid.

Jika dilihat secara menyeluruh, memang tampak bekas-bekas fondasi yang mengelilingi mata air tersebut. Seolah mata air itu dulu berada di tengah sebuah bangunan kolam besar. Penasaran dengan kondisi air, Jawa Pos Radar Banyuwangi mencoba mengambilnya untuk berkumur.

Dari sesapan air yang ada di mulut, rasanya memang sedikit berbeda. Rasa air di Mata Air Penawar tersebut sedikit manis. Khalid added, beberapa waktu lalu ada orang yang meminta diantar ke mata air tersebut. The reason, mereka mau mencoba kualitas air sebelum dijadikan air minum. But, hingga sekarang tidak ada kabar lagi tentang rencana itu.

“Pernah ada yang ke sini membawa pikap, ya saya antarkan saja. Mereka ambil banyak air di sini,” kata Kholid. Other Citizens, Basri, 61, yang kebetulan juga berada di lokasi mengatakan, selain dipercaya sebagai media penyembuhan oleh beberapa orang, ada banyak kisah misteri yang meliputi mata air tersebut. One of them, orang yang berkunjung tidak boleh sembarangan, minimal harus ditemani penduduk sekitar.

Then, banyak penggemar ilmu metafisika dan supranatural yang menurutnya mendatangi mata air itu untuk mengambil benda-benda pusaka. “Banyak orang yang dapat keris, jajang caruk, sama batu akik. Ini bukan rahasia lagi. Coba tanya orang yang paham, pasti tahu. Cuma memang tidak sembarangan yang bisa mengambil,” kata pria yang berdagang buah itu.

Yang unik dari mata air itu, kata Basri, selain dianggap bisa menyembuhkan beberapa penyakit, mata air tersebut mengalir dari arah timur ke barat. Tidak seperti mata air biasanya yang mengalir dari barat ke timur. Meski dianggap bertuah, warga sekitar tidak terlalu mempercayai hal itu.

Menurut Basri, warga hanya mempercayai tempat itu sebagai sumber kehidupan bagi mereka. Because, air itu terus-menerus mengalir sepanjang tahun. “Dulu waktu kita kekeringan, banyak warga yang mengambil air di sana. Final, Pak Kholid malah menyedotnya pakai mesin untuk mengairi sawah. Ya tidak habis-habis,” terang Basri. (radar)