The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian
Social  

Mujiyoko-Mujiastutik, Mantan TKI yang Jadi Perintis Rumah Batik

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

 

Mujiyoko-menjemur-batik-yang-diberi-warna-di-rumahnya-di-Dusun-Simbar-II,-Desa-Tampo,-District-Cluring,-siang-kemarin

Diragukan Kualitas Batiknya, Pembeli Sering Lakukan Tes

TERIK matahari yang begitu menyengat di siang itu tidak menjadi halangan. Kedua tangan lelaki itu terus mencelupkan kain ke dalam bak berisi air. Soon, kain batik warna-warni itu diangkat dan dijemur. Demi menjaga kualitas kain batiknya, penjemuran yang dilakukan tidak langsung mengenai sinar matahari.

Dibuatkan tempat yang teduh agar kain yang sudah bergambar batik itu tidak rusak. Itulah pekerjaan yang kini dilakoni Mujiyoko, 33, warga Dusun Simbar II, RT 1, RW 4, Tampo Village, Cluring District. Keterampilan membatik itu diperoleh Mujiyono setelah lulus SMA dengan bekerja sebagai karyawan di salah satu rumah batik di Dusun Simbar, Tampo Village, Cluring District, in the year 2001 ago.

Karena ingin mengembangkan usaha sebagai perajin batik, Yoko panggilan akrab Mujiyoko, in the year 2008 nekat pergi ke Brunei Darussalam menjadi TKI. “Saya di Brunei itu mencari modal dengan bekerja sebagai buruh bongkar-pasang ban mobil, truck, Melted, dan bus, di pabrik Guan HoHin," he remembers.

Selama empat tahun bekerja sebagai buruh migran, Yoko merasakan lika-liku kehidupan sebagai seorang TKI. Selama bekerja di negeri seberang itu, dirinya sempat ikut-ikutan para TKI lain dengan gaya hidup konsumtif. “Saya akhirnya berpikir sampai kapan hidup seperti ini, kerja keras ada perubahan pada diri sendiri,He said.

Setelah habis kontrak pertama di tahun 2012, Yoko memutuskan untuk pulang dan mengakhiri masa lajangnya dengan mempersunting Mujiastutik, 33. Istrinya yang berasal dari Tulungagung, itu TKI yang dikenal saat sama-sama bekerja di Brunei Darussalam.

“Kami ketemu di Brunei, sama-sama menjadi TKI," he said. Setelah menikah Yoko dan Tutik, panggilan Mujiastutik, sempat berangkat lagi menjadi TKI untuk kontrak yang kali kedua. Both of them, baru pulang pada awal tahun 2015.

“Berhenti jadi TKI setelah istri hamil, lalu kami putuskan bekerja di kampung halaman saja,he explained. Berbekal pengalaman sebagai tukang batik yang pernah ditekuni, Yoko mulai menekuni profesi lamanya sebagai perajin batik.

“Awal modal itu hanya Rp 15 million, itu masih sangat kecil dan kurang," he said. Dengan penuh keyakinan, keuletan, dan kesabaran, usaha yang dirintis setahun silam itu mulai beranjak naik. Even though, masih banyak kendala dalam pemasaran karena kalah bersaing dengan para perajin batik di kampungnya, yang memang sudah lama merintis.

“Penghasilan masih belum tentu, tapi untuk pengeluaran tiap hari sudah pasti,He said. Pelan tapi pasti, pelanggan sudah mulai ada yang datang. Not often, para pembeli itu juga memesan. Tapi karena masih baru, batik hasil karyanya itu kerap menjadi bahan uji coba oleh calon pembeli.

“Pembeli banyak yang membeli satu, di rumahnya direndam air sehari semalam, karena tidak luntur langsung memesan,” ujarnya sambil tertawa. Agar bisa memikat konsumen, kualitas batik selalu dijaga. So that, para pelanggan akan puas dan bisa datang lagi.

Untuk pengembangan, Yoko telah menciptakan batik khas Banyuwangi yang diberi nama batik gajah oleng dokar. Motifnya mirip gajah oleng tapi ada sentuhan bulatan mirip roda dokar. Mengenai harga batik buatannya, Yoko menyampaikan untuk kelas menengah harganya Rp 80 ribu hingga Rp150 ribu per potong dengan ukuran kain 230 Cm x 115 Cm. Untuk batik tulis dijual dengan harga Rp 250 ribu per potong.

“Harga tergantung jenis kain, tingkat kesulitan, dan pewarnaan," he explained. Usaha kerajinan batik itu hanya dikerjakan sendiri. Tapi untuk tenaga canting atau tulis batik, dia mempekerjakan delapan orang yang semuanya mantan TKI yang bertempat tinggal di sekitar kampungnya di Dusun Simbar, Tampo Village, Kecamaan Cluring.

“Kami ingin bangkit, berwira usaha dengan menjadi tuan di negara sendiri. Dan kami tidak ingin kembali sebagai TKI lagi,He said. Yoko mengaku kalau selama ini sering mengajak sesama TKI untuk segera pulang, dan memulai bekerja dengan membuka usaha sendiri. “Yang membantu di rumah membuat batik, itu semuanya mantan TKI," he said. (radar)