The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian
Social  

Traffic jams in Ketapang are getting worse, Economic Path Is Obstructed

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

Antrean-truk-besar-dan-kendaraan-pri-badi-mengular-sampai-Watu-dodol.-Kemacetan-bakal-semakin-panjang-seiring-pemberlakukan-larangan-LCT-mengangkut-penumpang.

BANYUWANGI – Hari kelima penerapan aturan kapal jenis LCT (landing craft tank) dilarang mengangkut penumpang, kondisi pelabuhan Ketapang semakin kacau. Antrean panjang tak kunjung terurai. Kemacetan kendaraan masih berkutat sampai Watudodol.

even though, aparat kepolisian sudah memberlakukan aturan semua kendaraan harus melewati kantong parkir. Kendaraan yang dari arah utara, for example, jika hendak menuju Pelabuhan Ketapang harus masuk dulu ke kantong parkir dekat Stasiun Banyuwangi Baru.

Otherwise, kendaraan yang dari arah selatan dengan tujuan pelabuhan dialihkan ke Jalan Lingkar Ketapang. Dari SPBU Farly belok kiri hingga pertigaan markas KPPP lalu belok ke selatan melewati kantong parkir. “Butuh waktu tiga jam untuk bisa sampai ke pelabuhan,’’ ujar Wardi, sopir asal Madiun.

Kondisi itu benar-benar dikeluhkan para sopir dan pengendara lain. Mereka tak bisa cepat sampai tujuan gara-gara terjebak kemacetan. Bukan hanya kendaraan roda empat, motor yang hendak ke Wongsorejo juga terjebak macet. Because, jalan raya yang dibagi dua jalur itu penuh kendaraan dari dua arah.

“Sepeda pancal nggak bisa menembus kemacetan. Seluruh badan jalan dipenuhi kendaraan,’’ ujar Kusuma, seorang pengendara sepeda pancal. Pantauan langsung Jawa Pos Radar Banyuwangi, kantong-kantong parkir yang disediakan di Stasiun Banyuwangi Baru dan Terminal Sri Tanjung tampak tidak begitu efektif.

even though, pihak kepolisian mengandalkan kantong parkir demi mengurangi kemacetan. Sopir truk pun memilih ikut mengantre di jalan daripada masuk ke dalam kantong parkir. Sambil bercengkerama di dekat kendaraannya, mereka menanti kesempatan melanjutkan perjalanan.

Faturrokhman, 46, salah seorang sopir truk pengangkut semen, mengatakan dirinya enggan masuk ke kantong parkir. According to him, akan menjadi lebih lama jika dia memarkir kendaraannya di kantong parkir. Therefore, dia memilih ikut mengantre di badan jalan karena dianggap lebih cepat.

“Dari Bangsring ke sini saja sudah tiga jam. Kalau masuk kantong bisa lebih lama. Mending saya di sini saja," he said. Ketut Irawan, 38, sopir pengangkut sayur-mayur, bernasib lebih parah lagi. Pria dua anak itu mesti menunggu selama empat jam di depan ASDP Ketapang sebelum kendaraannya masuk ke kapal. even though, jenis sayur yang dibawanya mudah layu.

“Kalau begini terus bisa rugi. Ini saja kalau di kapal lama bisa layu,” ujar pria asal Srono itu. Petugas kepolisian yang mengatur lalu lintas pun tampak kewalahan karena kendaraan terus datang dari arah utara. Kondisi itu mirip situasi saat kebijakan larangan angkutan penumpang menggunakan kapal LCT tahun lalu.

Kondisi itu diperparah dengan sopir truk yang memilih kapal yang bisa mengangkut kendaraannya bersama dirinya. Antrean di Pelabuhan Ketapang yang mengular hingga enam kilometer menjadi perhatian forpimda. Usai rapat koordinasi di ASDP Ketapang, jajaran forpimda yang dipimpin Bupati Anas melihat langsung kondisi kemacetan.

Beberapa bus yang berhenti di depan loket dimasuki Bupati Anas. Di dalam bus itu Anas berusaha menyapa penumpang yang tampak lelah karena sudah lama mengantre. Para penumpang pun tampak sedikit terkejut karena mendadak bus yang mereka tumpangi ramai diserbu petugas yang mengikuti jajaran forpimda.

Anas berjanji akan berkirim surat baik ke gubernur maupun ke Kementerian Perhubungan terkait permasalahan yang melanda Banyuwangi. Because, kemacetan itu menyebabkan perekonomian Bali dan Banyuwangi terhambat.

“Ada banyak kebutuhan pokok, seperti tomat, cabai, dan udang, yang busuk jika terlalu lama di kendaraan. Itu akan mempengaruhi kondisi Bali," he said. Meanwhile, kemacetan parah yang terjadi di Pelabuhan ASDP Ketapang sejak lima hari terakhir itu juga berdampak pada perekonomian Banyuwangi.

Around 70 persen jumlah wisatawan menurun. Tamu pemerintah batal datang akibat kemacetan tersebut. Untuk mengatasi kemacetan itu, yesterday (14/3) Forpimda Banyuwangi bersama pimpinan ASDP, OPP Ketapang-Gilimanuk, Syahbandar, dan Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Lake and Crossing (Gapasdap), mencari formula agar kemacetan tersebut bisa terurai di kantor ASDP Banyuwangi.

Rapat yang dimoderatori Asisten Administrasi, Development, dan Kesra, Wiyono, itu lebih dulu mendengarkan laporan dari Kepala OPP Ketapang-Gilimanuk, Arif Mulyanto, terkait kondisi terkini kemacetan Ketapang. Arif menjelaskan, kemacetan terjadi pasca Hari Raya Nyepi.

Penyebabnya adalah pengetatan peraturan berupa pemberlakuan verifikasi untuk memastikan jumlah penumpang. Proses itu dilakukan secara manual kemudian disalin dalam form yang disediakan pihak Syahbandar untuk memastikan manifes penumpang.

Jika biasanya proses penghitungan penumpang membutuhkan waktu 30 minute, kali ini dapat sampai 1 over hour. “Sekarang semua harus tercatat dengan jelas. If not, pihak Syahbandar tidak berani mengeluarkan SPB (surat persetujuan berlayar),said Arif.

Ditambah lagi prosedur lasing kapal. Kedua prosedur tersebut membuat durasi persiapan kapal menjadi lebih panjang. Ditambah lagi dengan penerapan peraturan LCT tidak boleh mengangkut penumpang. “Peraturan itu dilaksanakan sesuai permenhub tentang standar keselamatan pelayaran. But, banyak sopir yang tidak mau dipisah dengan truknya, sehingga menimbulkan kemacetan,” jelas Arif.

Dampak dari penerapan kemacetan tersebut, jika biasanya dalam sehari Pelabuhan Ketapang mampu menyeberangkan sampai 4.080 vehicle units, saat kemacetan terjadi hanya 2.880 vehicle. Berarti ada pengurangan 1.200 kendaraan setiap hari.

Kepala Syahbandar Pelabuhan Ketapang, ispriyanto, menjawab bahwa prosedur tersebut sudah menjadi job desk Syahbandar demi memastikan keselamatan penumpang. Sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), selain manifes penumpang yang harus dipastikan dengan jelas, kapal jenis landing craft tank (LCT) benar-benar tidak boleh mengangkut penumpang.

Kesalahan dalam peristiwa kecelakaan KMP Rafelia II, menurut Ispriyanto, menjadi pelajaran bagi pihak Syahbandar. Especially, tidak bermain-main terkait masalah penumpang. “Selama ini mungkin ada beberapa prosedur yang tidak diterapkan, seperti penghitungan jumlah penumpang yang hanya berdasar data kendaraan. Kalau sekarang harus jelas,” he said.

Berbagai usul pun terlontar dari beberapa peserta rapat koordinasi tersebut. Including, dari Dandim 0825 Lieutenant Colonel (Inf.) Roby Bulan agar tetap mengutamakan keselamatan. Then, Danlanal Letkol (P) Laut Wahyu Endriawan mengimbau agar pihak pengusaha kapal dan pelabuhan menambah personel.

Wakapolres Banyuwangi Kompol I Made Dhanu Ardana mengusulkan supaya ada koordinasi dan kesiapan dua pelabuhan, baik Ketapang maupun Gilimanuk. So that, banyaknya kendaraan yang menyeberang dapat ditampung dengan maksimal.

Then, hasil rapat tersebut dirumuskan menjadi sebuah formula untuk mengatasi kemacetan yang mengular tersebut. Because, yang menjadi permasalahanadalah lamanya prosesverifikasi penumpang dan lasing kendaraan.

Meanwhile, Bupati Anas mengusulkan sebuah terobosan berupa penyederhanaan penulisan manifes penumpang. So that, data yang sudah diisi penumpang tidak perlu disalin oleh petugas dan dapat langsung dilaporkan ke Syahbandar sebagai syarat pemberian SPB untuk nakhoda.

Terkait lasing kendaraan, dirinya meminta ada penyetandaran. Salah satunya dengan menambah petugas dari pihak kapal atau pelabuhan. Anas berharap dengan solusi tersebut ada percepatan proses pemberangkatan penumpang dan kendaraan sampai 20 menit dari waktu yang biasanya.

“Kita minta hari ini setelah disepakati, keputusannya langsung berjalan. Kita juga meminta pemilik angkutan mengedukasi sopirnya agar mereka membawa bolpoin. So, saat pencatatan tidak bingung. Saya harap itu bisa menjadi solusi tanpa mengesampingkan keselamatan,” beber Anas.

Meanwhile, Manager Operasional ASDP Ketapang, Wahyudi, menambahkan untuk mengatasi solusi kapal LCT yang tidak diperkenankan mengangkut penumpang, pihaknya memberikan solusi berupa pengangkutan para sopir menggunakan kapal roro yang berada di pelabuhan LCM.

“Awalnya para sopir tidak mau dipisah dengan kendaraannya. So, kita tawarkan mereka naik kapal roro yang berlayar di depan kapal LCT,” terang Wahyudi. Terkait solusi yang dicetuskan forpimda tersebut, Novi Budiyanto, ketua Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Lake and Crossing (Gapasdap) Banyuwangi, mengatakan pihaknya bersedia menjalankan keputusan itu. Termasuk menambah tenaga untuk proses lasing kendaraan di dalam kapal.

“Terus terang dengan aturan lasing ini banyak pengusaha kapal yang rugi,'' he said. Jika dalam sehari rata-rata satu kapal dapat melakukan 8 trip, gara-gara kebijakan baru itu mereka hanya bisa melakukan separo.

“Perjalanan kapal bisa sampai 3 jam karena mereka menunggu prosedur. Kami siap menambah tenaga lashing dan tukang data manifes penumpang,"he said. (radar)