The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian
Social  

Berburu Momen Gerhana

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

Berburu-Momen-Gerhana

Pulau Santen Jadi Jujugan Fotografer

BANYUWANGI – Gerhana Matahari Total (GMT) yang terjadi kemarin (9/4) pagi menyedot animo masyarakat Banyuwangi untuk menyaksikan fenomena alam yang langka tersebut secara langsung. Sejak subuh, beberapa kelompok masyarakat bergerombol di sisi-sisi kota sembari membawa beberapa perlengkapan, seperti kacamata anti-uv (ultra violet).

Momen itu juga dimanfaatkan komunitas fotografi untuk berburu foto proses GMT. Seperti yang tampak di Pantai Pulau Santen kemarin. Komunitas fotografer dari Banyuwangi Photography Com munity (BPC) since 05.00 WIB sudah mempersiapkan peralatan untuk menjepret.

“Untuk pemotretan seperti ini (GMT), sebaiknya kamera didukung filter neutraldensity (ND) yang mampu meredam cahaya matahari,” ucap Ketua BPC, Nur Kholil. around 06.30, proses GMT berjalan. Perlahan bulan menutupi matahari yang kemudian membentuk sabit.

Suasana yang tadinya cerah perlahan meredup. Proses yang terjadi kurang dari satu jam itu langsung menjadi perhatian para pengunjung pantai. Mereka berbondong-bondong mendongak ke langit sembari mengenakan kacamata hitam.

However, rupanya cara tersebut kurang memuaskan untuk menikmati proses GMT secara maksimal. Sebab kacamata yang dikenakan oleh pengunjung merupakan kacamata yang tidak mampu menahan intensitas sinar matahari yang cukup tinggi saat itu.

“Aduh, silau. Tidak begitu jelas gerhananya,” celetuk salah satu pengunjung. At the same time, masyarakat setempat, tepatnya lingkungan Karang Anom, Karangrejo Village, memiliki cara unik dalam menikmati GMT.

If di kota lain masyarakat menyaksikan gerhana melalui teleskop bintang yang bernilai ratusan juta rupiah, di Pulau Santen, penduduk menggunakan cara tradisional. Mereka mengamati proses gerhana menggunakan pecahan ka ca bekas yang sengaja dibakar diatas lampu teplok sehingga tertutup arang.

Cara tersebut, menurut salah satu warga setempat, Antok Marganurdin, 64, merupakan cara yang digunakan masyarakat Indonesia sebelum mengenal teknologi. “Dulu pada waktu gerhana matahari sekitar tahun 1983, saya berada di tengah laut. Untuk menyiasati agar mata tidak rusak, saya manfaatkan arang lampu teplok dan pecahan kaca untuk menyaksikan gerhana," he remembers.

He explained, cara tersebut juga dia lakukan saat masih anak-anak meski kerap dilarang orang tuanya. According to him, teknik menyaksikan proses gerhana dengan cara yang sederhana tersebut cukup memuaskan dan aman bagi penglihatan.

Fenomena GMT kemarin diisi sebagian umat muslim dengan melaksanakan salat kusuf (salat gerhana matahari). Sebagian umat melaksanakan salat sunah tersebut secara berjamaah. Pelaksanaan salat kusuf rupanya berbeda-beda. Ada yang melakukan sebelum gerhana terjadi, ada pula yang setelahnya.

Di Masjid Agung Baiturrahman (MAB) salat kusuf berjamaah dimulai pukul 06.00. Di Masjid KH. Ahmad Dahlan salat kusuf dilaksanakan pukul08.00. Usai salat, khotib menyampaikan memberikan khotbah tentang gerhana. Khotib juga memaparkan riwayat gerhana matahari saat zaman Nabi Muhammad.

Seperti yang terlihat di Masjid KH. Ahmad Dahlan kemarin. Khatib Imam Suryadi dalam khotbahnya mengatakan, GMT bukan pertanda kematian seseo rang atau celaka bahkan musibah, melainkan pertanda kebesaran Allah.

Dia meminta umat muslim tidak panik dan memanfaatkan momen tersebut guna menambah amal baik. “Jadikan momen ini sebagai titik tolak untuk menambah ibadah, recite, takbir, sedekah, etc. Terutama sedekah. Because, bisa menutup 70 pintu kejelekan,he said. (radar)