The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian
Social  

Modal Lima Ekor Kini Berkembang Seratus Kambing

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

RAUT wajah Abdul Muis tampak cerah ketika Jawa Pos Radar Banyuwangi memintanya bercerita terkait aktivitasnya sebagai penjual kambing lintas pulau. Obrolannya dengan seseorang di warung kopi dengan seseorang, membuat Jp-RaBa tertarik untuk mendengar cerita dari pria lulusan Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) year 1975 the.

Sembari mengisap rokok, pria yang akrab disapa Muis itu mengaku hanya ada enam orang di Indonesia yang melakukan transaksi jual-beli ternak terutama kambing ke seluruh pulau. Ada pedagang dari Jawa Tengah, Pekanbaru, Padang dan Jawa Timur.

Every year, minimal ada 300-an ekor kambing yang sebagian besar diambil dari peternak di Banyuwangi untuk selanjutnya dikirim ke luar pulau. Baiknya kualitas dari kambing di Banyuwangi membuat para pembeli banyak yang percaya menggunakan jasanya.

“Saya melihat di internet ada daerah- daerah yang mengadakan tender pengadaan ternak, saya masuk ke sana mencoba berjualan. Dan banyak yang suka. Alhamdulillah sekarang sudah banyak yang kenal,” terang pria yang tinggal di Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri itu.

Perjalananya berjualan kambing diawali sekitar awal tahun 2000-an. Muis menceritakan, sebelumnya dirinya adalah penjual parfum atau minyak wangi yang cukup sukses. Mulai dari Pulau Bali hingga Timor-Timur dijelajahinya untuk berjualan pengharum badan tersebut.

“Saat itu lumayan keadaan saya, meskipun hanya berjualan minyak wangi saya bisa berkeliling Indonesia. Dengan pesawat pula,the story. Pasca-krisis moneter (krismon) yang menimpa Indonesia di tahun 1998, Muis mengaku bangkrut. Imbah krismon benar-benar terasa hingga Muis berubah menjadi kontraktor alias mengontrak rumah. Because, rumah yang dia huni juga harus dijual untuk menutup bunga bank yang setinggi langit.

“Setelah jatuh saya mulai ikut berdagang kambing. Orang butuh kambing saya carikan. Mulai dari situ saya kenal banyak orang. Not only in Banyuwangi, tapi sampai ke Probolinggo dan Lumajang,” kata bapak empat anak itu. Sampai kemudian pada tahun 2007, Muis yang sudah tahu seluk-beluk harga dan kualitasnya, mencoba peruntungan untuk berternak kambing sendiri.

Berbekal kenal dengan Kepala Dinas Peternakan Banyuwangi saat itu, drh. Budiyanto kala itu, Muis mencoba keberuntungannya dengan beternak. Dengan modal lima ekor kambing, Muis mulai melakukan eksperimen dengan pakan-pakan kambing. Termasuk cara merawatnya yang benar untuk mendapatkan kambing dengan kualitas baik.

Berkat ketekunannnya, kini Muis mengaku sudah memiliki sekitar 100 ekor kambing baik yang dirawatnya sendiri maupun yang banyak dititipkan ke beberapa peternak lain. “Eksperimen pakan saya gunakan mulai dari gedebog pisang sampai hijau-hijauan. Ternyata kambing lebih berisi dengan fermentasi hijau-hijauan dan lebih kuat," he explained.

After that, around year 2011, Muis mulai mengenal seputar tender jual-beli kambing antar- pulau di Indonesia. Munculnya teknologi serba online, membuat dirinya menjadi tahu banyak hal terutama tentang kebutuhan daerah lain akan adanya hewan ternak kambing.

“Saya belajar sendiri waktu itu, otodidak. Ternyata menguntungkan. Karena kebutuhan di luar pulau cukup tinggi. Saya pernah mengirim ke Kalimantan dan Sumatera. Mengirimnya menggunakan kapal laut,'' he said. Saking tingginya permintaan kambing dari daerah lain, Muis mengaku dirinya ikut memanfaatkan sembilan kelompok peternak kambing di Banyuwangi.

Kelompok yang masing-masing berisi sampai 30-an peternak itu dibinanya agar bisa menghasilkan kambing-kambing yang sesuai dengan permintaan pasar. Setiap daerah biasanya memiliki kategori sendiri untuk ternak yang mereka inginkan.

“Mulai dari spesifikasi seperti tinggi kumba (ukuran tinggi dari kaki depan sampai punggung), jenis kambing hingga warna kambing,'' he explained. Suami dari Arofah Mujawamah itu mengungkapkan, di Banyuwangi jenis-jenis kambing cukup banyak ditemui.

Di antaranya Peranakan Ettawah (PE), Jawa Randu, dan Kambing Kacang. Dan para pembeli di luar pulau lebih menyukai kambing jenis PE. Di kelompok-kelompok binaanya, Muis selalu mengajarkan untuk bisa mendapat kambing dengan kualitas baik.

“Pernah saya menerima pesanan 900 ekor kambing ke Pulau Lombok dalam waktu sebulan. Itu yang paling banyak. untung teman-teman peternak sudah siap, beberapa terpaksa harus mengambil ke Lumajang juga,” kata Muis. Para peternak binaannya yang sebagian besar berada di wilayah Kalipuro seperti Papring, Lerek, Suko dan Plampang juga cukup senang dengan bisnis yang dikembangkannya selama ini.

Penjualan dari sembilan kelompok peternak itu lebih jelas hasilnya dengan cara menjual ke daerah lain. Jika hanya mengandalkan penjualan untuk akikah dan Idul Adha, para peternak lokal akan selalu merugi. “Kalau ada penjualan ke luar pulau, minimal ada selisih sampai Rp 150 ribu untuk peternak daripada harga pedagang lokal. Bahkan kalau memang untuk penjualan besar, saya naikkan sampai selisih Rp 300 thousand per head, makannya mereka senang,” kata Muis sambil tersenyum.

Meski bukan lulusan sarjana, Muis paham benar bagaimana cara mengelola kambing untuk memperoleh hasil maksimal. Selain sering bertaya kepada peternak senior, Muis mengaku kerap browsing untuk memperoleh hasil maksimal. Karena itu dia juga mengajarkan kepada para peternak kambing yang dibinanya untuk selalu tekun dan optimistis.

“Semisal ada orang bilang cari kerja ini susah, silakan ke rumah. Saya ajari. Indonesia ini kaya, yang penting jujur dan tekun insya-Allah ada hasilnya,” pungkas Muis. Sebelum menutup obrolan, Muis mengajak JP-RaBa untuk melihat kandang kambingnya yang berada tak jauh dari rel kereta di Kelurahan Boyolangu.

There's more than 30 ekor kambing yang ada di kandangnya saat itu. Di samping kandang ada tanaman yang biasa digunakan untuk memberi makan kambing. “Kambing di Banyuwangi bagus-bagus. Bahkan banyak yang dibawa ke Lumajang lalu diakui kalau itu milik Lumajang. Mungkin peme rintah perlu membuat peraturan Surat keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang ketat dari Banyuwangi. Supaya orang tahu mana yang asli Banyuwangi dan tidak,'' he said. (radar)

Keywords used :