Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Tradisi Unik Peringatan Ultah Klenteng Hoo Tong Bio Banyuwangi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

tradisiHormati Warga Sekitar, Rutin Wayangan Setiap Tahun Klenteng tentu bagian dari akar budaya Tiongkok. Namun, Klenteng Hoo Tong Bio punya kebiasaan menarik setiap hari ulang tahun Kongco Tan Hu Cin Jin. Klenteng tersebut rutin menggelar pertunjukan wayang kulit setiap tahun.

WINANDI, mahasiswa Stikom PGRI Ba nyuwangi, termasuk pencinta hiburan tradisional. Pemuda asal Kecamatan Sempu itu rutin non ton pergelaran seni di Taman Blambangan setiap Sabtu malam. Rabu malam itu dia mengaku lumayan beruntung bisa menyaksikan show tambahan. Tak harus menunggu Sabtu malam, dia bisa menikmati pertunjukan wayang kulit. Yang membuatnya heran, pergelaran wayang kulit itu di selenggarakan Klenteng Hoo Tong Bio.

Seni wayang kulit yang merupakan budaya masyarakat Jawa itu ditam pilkan dalam acara di sebuah klenteng Fenomena itu sungguh menarik, karena dua budaya bisa berjalan beriringan. Wayang kulit yang menjadi ikon budaya Jawa menjadi hiburan rutin saat sebuah klenteng merayakan ulang tahun. Padahal, masyarakat Tiongkok punya tradisi wayang sendiri, yakni wayang potehi. Seorang pengurus Klenteng Hoo Tong Bio, Indrana Tjahja menceritakan, waya ngan seperti ini bukanlah hal baru di Klen teng Hoo Tong Bio.

Sejak tahun 1950-an klenteng yang berada di Kelurahan Ka rangrejo itu selalu menyelenggarakan per gelaran wayang kulit. Tidak hanya wayang kulit, wayang potehi sebenarnya dulu kerap dilangsungkan pada hari ulang tahun klenteng. Bedanya, wayang potehi biasanya diselenggarakan setiap tanggal 15, bulan ke tujuh kalender Imlek. Wayang kulitdi gelar untuk memperingati ulang tahun Yang Mulia Kongco Tan Hu Cin Jin. “Sejak dulu klenteng ini sudah nanggap wayang,”ujar Indrana.

Bahkan, kata dia, klenteng tersebut pernah mempunyai seperangkat gamelan beserta wayangnya lengkap. Namun, itu ti dak bisa dipertahankan. Riwayat gamelan leng kap itu usai pada tahun 1960-an. “Kita dulu punya gamelan dan wayang kulit, tapi sekarang sudah tidak ada,” ujarnya. Meski identik dengan wayang potehi, tapi yang sering ditanggap klenteng justru wayang kulit. Sementara itu, wayang potehi sudah tidak lagi ditanggap ketika memasuki akhir tahun 1990-an. Alasannya cukup se derhana, wayang potehi di Banyuwangi kurang diminati.

“Potehi terakhir diundang kalau tidak salah tahun 1998. Potehi kurang ada peminatnya,” tutur lelaki yang akrab disapa Indra itu. Sementara itu, pada ultah klenteng tahun ini, pergelaran wayang kulit dilangsungkan siang dan malam. Dalang Ki Gaguk Pandu Asmoro tampil lebih dulu menyajikan lakon Anggodo Mbalik pada siang hari. Kelir dan segala umbo rampe dipasang di lapangan basket yang berada tepat di depan klenteng. Pada malam hari, para sinden dan wiyaga mengiringi lakon Wahyu Makuthoromo yang didalangi Ki Suryadi Sudarmono.

Seluruh penabuh malam itu mengenakan beskap warna merah. Penonton yang hadir terdiri atas laki-laki dan perempuan. Tampak juga anak-anak yang mengantuk menikmati cerita Wahyu Makutoromo yang disebut-sebut bisa mendatangkan perdamaian dan kasih sayang di dunia itu. Mendekati tengah malam, seluruh in strumen gamelan berhenti dibunyikan. Cerita wayang juga dihentikan sejenak. Perhatian sejenak berpindah ke aula per sembahyangan Klenteng Hoo Tong Bio.

Tepat pukul 00.00 sembahyang untuk menghormati ulang tahun ke-230 Yang Mulia Kongco Tan Hu Cin Jin dilang sungkan. Suasana menjadi khidmat. Setelah beberapa saat, bersembahyang pun selesai. Saron, peking, dan kendang, kembali memunculkan suara khas. Dari dalam klenteng, beberapa tampah berisi tumpeng di keluarkan. Malam itu mereka menikmati makan bersama sembari mendengarkan cerita. Selain bisa meneladani kisah pewayangan yang disajikan malam itu.

Setidaknya para pengunjung juga bisa mencontoh klenteng dalam menyikapi keberagaman masyarakat dan kearifan lokal. Di mana bumi dipijak, di situlah langit dijunjung. Sementara itu, perhelatan tersebut juga mendatangkan berkah bagi Anis, 50, penjual kopi dan camilan di lokasi itu. Dengan adanya pertunjukan itu, lapak tempat berjualan mereka bisa buka lebih lama. “Wayangan ini sudah berlangsung sejak lama. Setiap tahun selalu ada. Saya selalu jualan di sini,” ujarnya. (radar)

Kata kunci yang digunakan :