Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Sampah Plastik Disulap Jadi Solar

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Nyoto Hariyono, pria berusia 43 tahun asal Desa Lemahbangkulon, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi itu ternyata punya ide cemerlang. Meski bukan seorang Insinyur, dirinya mampu mengolah sampah plastik dan limbah oli bekas menjadi bahan bakar yang disebut solar matic.

Rumah kontrakannya berada persis di tepi jalan raya. Tepatnya di jalan raya simpang tiga sebelah utara Bulog Lemahbangkulon, Kecamatan Singojuruh. Tumpukan televisi bekas, kulkas bekas tergeletak di teras berukuran dua meter kali tujuh meter itu.

Pada ujung teras sebelah barat, terdapat sebuah kompor gas yang menyala dan di atasnya terdapat sebuah katrol. Namun, katrol tersebut tampak tidak seperti katrol pada umumnya. Jika bagian penutup katrol hanya dari penutup besi biasa. Tapi pada katrol itu tampak tertutup rapat seperti sebuah tangki las yang dihubungkan dengan pipa.

Persis di ujung pipa tersebut ada sebuah botol plastik bekas air mineral. Dari selang pipa kecil yang terhubung dengan katrol tersebut hampir setiap detik menetes sebuah cairan. Cairan itu adalah uap pembakaran sampah plastik yang dicampur dengan oli bekas.

Cairan itu bisa digunakan untuk bahan bakar, yang disebut solar matic. Sementara sisa pembakaran yang berada di dalam katrol akan menjadi aspal.

Itulah eksperimen yang dilakukan oleh Nyoto Hariyono,43 warga Dusun Krajan Kidul, Desa Lemahbangkulon, Kecamatan Singojuruh.

Nyoto sudah melakukan eksperimen tersebut selama satu bulan lalu. Awalnya, dia ingin bekerja dengan memanfaatkan barang-barang tak berharga dan memiliki nilai jual. Hingga akhirnya tercetus untuk membuat solar matic tersebut.

Menurutnya, solar matic hasil produksinya itu dibuat dari sampah plastik yang dicampur dengan limbah oli bekas. “Awalnya saya hanya mengamati barang- barang bekas yang tidak terpakai dan dibuang sia-sia dan banyak dijumpai di tengah-tengah masyarakat,” ungkapnya.

Selama melakukan eksperimen tersebut, dia juga tidak sembarangan. Dia melakukannya sedetail mungkin, dengan mencatat setiap peristiwa yang terjadi mulai dari ukuran, waktu hingga hasil akhirnya. Semua tercatat secara detail layaknya sedang melakukan penelitian dan penemuan.

Untuk membuat dua liter solar matic, lanjut Nyoto. Dia hanya mencampurkan satu liter oli bekas dan satu kilogram sampah plastik. Semua jenis sampah berbahan plastik, mulai plastik kresek, hingga plastik keras seperti dek motor, televisi dan jenis plastik lainnya bisa digunakan.

“Pokoknya sampah berbahan plastik apa pun bisa. Kalau bisa kering. Tapi kalaupun basah juga tidak masalah,” katanya.

Bahan baku satu liter oli bekas dan berbagai jenis sampah plastik dimasukkan ke dalam panci atau katrol yang telah dimodifikasi khusus yang ditutup rapat. Katrol tersebut lantas dipanasi dengan api langsung dengan suhu yang terjaga.

Uap hasil pembakaran oli bekas bercampur plastik itulah akan menghasilkan uap yang ditampung ke dalam botol dengan dihubungkan melalui selang pipa. Proses pembakaran hanya berlangsung sekitar satu jam. Dua liter solar matic sudah didapatkan.

Agar terlihat lebih bening, solar matic yang dihasilkan dari pembakaran itu lantas disaring menggunakan kertas khusus yang juga di produksinya sendiri. Kertas yang dipotong berukuran bulat itu digunakan untuk menyaring.

Hasilnya sungguh menakjubkan, solar matic terlihat lebih bersih dan jernih. Sementara ampas sisa pembakaran yang berada di dalam katrol atau panci menjadi aspal.

“Pokoknya semua bahan yang saya gunakan ramah lingkungan dan tidak ada yang terbuang percuma. Bahannya dari sampah dan limbah. Selama proses pembakaran juga tidak ada asap dan bau karena tertutup rapat,” jelas pria lulusan SD ini.

Solar matic hasil temuannya itu juga telah diujicobakan pada sebuah mesin pembajak sawah, hand tractor. Para petani yang menggunakan solar matic buatannya juga tidak mengeluhkan adanya gangguan pada mesin.

Sayangnya, hasil penemuannya itu masih belum didukung dengan permodalan yang cukup. Sehingga, dia hanya memproduksi dalam kapasitas kecil. Untuk membuat peralatan dengan kapasitas yang lebih besar, dia membutuhkan biaya sekitar Rp 200 juta.

“Kalau misal ada modal untuk membuat peralatan. Mungkin saya bisa produksi dalam kapasitas lebih besar lagi dan bahan bakar ini bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat. Terutama para petani dan nelayan yang menggunakan mesin diesel,” bebernya.

Mengenai harga jual bahan bakar temuannya itu juga masih bisa diatur. Lebih murah dari solar Pertamina juga masih bisa. Karena bahan bakunya adalah sampah plastik dan limbah oli bekas.

“Ini sebuah solusi yang ramah lingkungan. Hanya dengan memanfaatkan limbah oli bekas, dan sampah plastik yang menumpuk dimana-mana menjadi sesuatu yang berharga,” tandasnya.