The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian
Social  

Waiting for the Officiant, Punk Boy Ready to Enter the Ship

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

 

Punk's Son. Illustration

KABAT – Puluhan anak punk berkumpul di depan ruko di jalan Raya Jember, perbatasan Desa Pakistaji dan Desa Labanasem, District of Kabat, Banyuwangi, yesterday afternoon (23/8). Mereka mengaku akan menyeberang ke Pulau Dewata saat petugas lengah pada malam hari.

Sembari menunggu malam, mereka beraktivitas bersama di depan ruko sekitar perbatasan Desa Labanasem dan Desa Pakistaji kemarin. Mereka sudah ada di kawasan tersebut sejak Selasa malam lalu (22/8).

Keberadaan puluhan anak punk tersebut meresahkan pemilik ruko. Pemilik tempat usaha di tempat tersebut mengaku terganggu suara suara nyanyian kelompok remaja tersebut. Besides that, seringkali mereka juga masuk ke perkampungan warga untuk mengamen. Hasilnya digunakan untuk membeli makanan.

Data yang dihimpun wartawan Jawa Pos Radar Banyuwangi, mereka berasal dari luar Banyuwangi. Usia mereka berkisar antara 15 until 18 year. Sebagian besar remaja itu tidak melanjutkan sekolah.

“Saya mau ke Bali tetapi masih menunggu malam, agar petugas lengah dulu baru bisa masuk ke dalam kapal,” ujar Fandi, 15, anak punk asal Kabupaten Jember. Mereka juga mengaku lolos dari kejaran aparat Satuan Polisi Pamong Praja (PP Satpol) di Jember dan beberapa kabupaten lain.

Finally, mereka bertemu dan berkumpul serta beraktivitas bersama di sekitar Kecamatan Rogojampi. Fandi mengaku terciduk razia oleh aparat sudah jadi risiko yang harus mereka terima. Usually, he said, mereka akan digunduli saat terjaring razia ketertiban. Next, petugas akan menggunting baju yang sudah mereka pakai selama berhari-hari.

Kadang kalau tertangkap razia, kami disuruh push-up dan disuruh cabuti rumput,” ucap Fandi. Meanwhile, keberadaan sekelompok remaja asal luar kota itu membuat resah warga sekitar. Seperti yang disampaikan, Sri Rahayu, 30, pemilik toko di Desa Pakistaji, District of Kabat.

Menurut Sri, sekelompok remaja itu seharusnya diberi hukuman agar tidak meresahkan warga. Mereka harus diberi efek jera supaya tidak berkeliaran lagi di jalanan dan dipulangkan kembali ke rumah masing-masing.

“Very annoying. Apalagi kalau sudah nyanyi, suaranya tidak kara-karuan,” ucap Sri. He added, warga tak hanya terganggu suara gaduh sekelompok remaja itu. Anak-anak dan balita setempat takut untuk lewat di depan ruko tersebut, karena penampilan anak punk tersebut dianggap menakutkan.

Takut sama mereka,” tandas Maya, 15, local people. (radar)