BANYUWANGI – Bangunan ikonik Banyuwangi bertambah satu lagi. Tetenger baru itu adalah terminal penumpang Bandara Blimbingsari. Sebelumnya, Pemkab Banyuwangi sudah selesai melakukan renovasi Pendapa Shaba Swagata Blambangan menggunakan konsep arsitektur lokal dan modern.
Selain pendapa penataan beberapa Taman Terbuka Hijau (RTH) dan bangunan Aula Kampus Poliwangi juga menggunakan konsep perpaduan modern dan arsitektur lokal Banyuwangi. Pembangunan terminal bandara dengan konsep green airport ini arsitektur lokal lebih menonjol.
Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas menjelaskan, konsep arsitektur ruang publik tidak boleh dilakukan asal- asalan. Selama ini, karya arsitektur yang menerobos pakem relatif jarang dan bahkan sulit diterapkan di bangunan yang menggunakan anggaran pemerintah karena paradigma arsitektur yang masih konvensional maupun kendala administrasi lainnya.
Tapi di Banyuwangi, kata Anas, karya anti-mainstream itu justru diberi ruang seluas mungkin. Selain di bandara, ruang publik lain juga dibangun dengan arsitektur mendalam, mulai taman, kampus, pendapa, pasar, hingga destinasi wisata.
“Sehingga bangunan publik tidak hanya bermakna proyek, tapi juga bermanfaat bagi ekonomi masyarakat dan pengembangan sosial-budaya,” ujar Anas. Anas memaparkan, konsep yang diusung di terminal bandara diarahkan mencapai tiga tujuan. Pertama, menjadi ikon pendukung pengembangan pariwisata Banyuwangi.
”Arsitektur yang khas bisa menjadi landmark yang menarik perhatian wisatawan,” kata dia. Kedua, sebagai bagian dari transfer pengetahuan dari arsitek nasional kepada arsitek lokal. Secara bertahap, semua bangunan di Banyuwangi, seperti ruko dan rumah makan, juga memiliki konsep arsitektur yang jelas.
”Bangunan-bangunan dengan arsitektur khas bisa menjadi contoh bagi swasta dan masyarakat. Masyarakat bisa meniru konsepnya yang sederhana, namun tetap ikonik dan yang jauh lebih murah,” tegas Anas. Ketiga, secara fungsional dan daya guna, bangunan bisa terjaga keberlanjutannya dengan prinsip efisiensi.
Terminal bandara ini menggunakan energi sehemat mungkin sesuai konsep rumah tropis yang mengutamakan penghawaan alami. Terminal bandara tersebut, papar Anas, menonjolkan desain pasif untuk menghemat energi dari pada menggunakan teknologi penghemat konsumsi energi.
”Desain interior dikonsep minim sekat untuk memperlancar sirkulasi udara dan sinar matahari. Juga ada kolam-kolam ikan untuk mengoreksi tekanan udara, sehingga suhu ruang tetap sejuk,” jelasnya. Pembangunan terminal hijau ini makin ikonik karena mengadopsi konsep atap rumah tradisional suku Oseng yang juga menunjukkan ciri bangunan tropis. Kearifan lokal diadopsi untuk menumbuhkan cinta seni-budaya Banyuwangi.
“Budaya masyarakat yang selalu mengantar atau menjemput kerabatnya saat bepergian juga diadopsi dengan menyediakan anjungan luas. Jadi semuanya tidak akan terlantar di bandara,” ujarnya. (radar)