SINGOJURUH-Upacara ritual Kebo-keboan yang digelar berlangsung meriah kemarin (25/10). Ribuan warga yang datang dari berbagai daerah di Kota Gandrung, tumplek-blek di lokasi yang padat penduduk itu.
Sebelum ritual itu dilaksanakan, salah seorang penonton mendadak kesurupan dengan mengerang dan berguling-guling di jalan simpang empat yang ada di kampung itu. Para penonton lain yang berjubel menanti Kebo-keboan datang, langsung semburat.
Penonton yang kesurupan itu, diduga mengambil poro bungkil (sejumlah hasil bumi) yang ada di gapura. Padahal, rombongan Kebo-keboan dan Dewi Sri yang diperankan warga belum melintas. “Kami mohon penonton tidak mengambil, apalagi merusak gapura poro bungkil yang terpasang, sebelum dilewati Kebo-keboan,” cetus Sarpin, salah satu panitia melalui pengeras suara.
Upacara adat Kebo-keboan di Desa Alas Malang, ini dimulai sekitar pukul 10.00. Tapi, sejak pukul 06.30 sejumlah penonton sudah banyak yang berdatangan. Malahan, mereka juga rela menunggu meski terik matahari yang cukup panas.
Kerumunan massa mendadak berlarian setelah 25 pasang warga yang berdandan layaknya kerbau, datang sambil menyeruduk warga yang memenuhi rute jalan ider bumi. Dengan tetap dikendalikan petani, kerbau jadi-jadian itu terus berjalan mengelilingi empat penjuru batas dusun.
“Saya penasaran, baru kali ini nonton Kebo-keboan, ternyata seru juga,” ujar Eki Jery, 30, penonton asal Kelurahan/Kecamatan Giri. Usia ritual ider bumi dengan keliling kampung empat penjuru batas dusun, 25 pasang Kebokeboan mendapat pemberkatan dari Dewi Sri, yang diperankan oleh gadis pilihan di dusun setempat.
Selanjutnya, Kebo-keboan itu melaksanakan ritual ngurit (tebar benih padi) di jalan simpang empat Dusun Krajan dan di persawahan yang sudah disiapkan. Puncak ritual Kebo-keboan yang digelar untuk bersih desa itu, sejumlah penonton harus kejarkejaran dengan kerbau jadi-jadian untuk mengambil benih padi yang disebar oleh Dewi Sri.
Mereka harus rela beleprotan lumpur, bahkan mandi lumpur dan dibanting sang kerbau saat mengambil benih padi yang dipercaya bisa menyuburkan tanamannya itu. “Benih padi ini bertuah, untuk mendapatkan harus susah payah,” ujar Sulistiyono, 30, salah satu Desa/ Kecamatan Singojuruh.
Benih padi yang disemai dalam ritual Kebo-keboan itu, diyakini bisa mendatangkan berkah bagi pemiliknya. Apalagi, jika benih padi itu disemai bersamaan dengan benih padi lainnya, maka hasil panen akan melimpah dan terhindar dari segala jenis hama dan penyakit.
Ketua panitia Kebo- keboan, Indra Gunawan, mengatakan ritual ider bumi Kebo-keboan itu merupakan bagian dari rangkaian bersih Desa Alas Malang. Sebelum tradisi ini dilaksanakan, diawali selametan pambuko satu Suro dan akan diakhiri dengan selametan jenang Suro.
Ritual yang dilaksanakan itu, jelas dia, sebagai bentuk rasa syukur masyarakat karena hasil panen yang melimpah selama setahun terakhir.
“Hasil panen itu kita sedekahkan melalui ritual bersih desa ini,” katanya. Sebelum ritual ider bumi Kebo- keboan, masyarakat Desa Alas Malang menggelar tradisi ater-ater atau mengantar makanan kepada keluarga, kerabat, dan saudara yang ada di luar desa.
Itu, sebagai simbol perginya dewi kemakmuran atau Dewi Sri keluar Desa Alas Malang. “Semua warga sedakoh makanan pada tetangga,” terangnya. Usai melaksanakan ater-ater itu, jelas dia, esok harinya dilaksanakan ritual Kebo-keboan.
Untuk tradisi ini, dimulai dengan penanaman palawija di tengah jalan yang dibuat rute ider bumi. “Tanaman di tengah jalan itu diambil dari sawah dan kebun warga, akan diberkati oleh Dewi Sri dan Kebon-keboan,” ungkapnya.
Melalui ritual Kebo-keboan itu, masih kata dia, warga berharap musim panen di tahun mendatang bisa mendapat berkah dengan hasil yang melimpah. “Kegiatan ini merupakan tradisi yang mengandung spiritual dan ritual,” tandasnya. (radar)