Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

KEJAR UNTUNG, ABAIKAN LARANGAN

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

kejar-untungEMPAT kapal ukuran sedang bersandar di dermaga baru Boom sebelah utara. Siang itu terik matahari benar-benar menyengat kulit. Suhu udara Banyuwangi yang mencapai 30 derajat tak menyurutkan sekumpulan pekerja menaikkan barang-barang ke atas kapal.

Ragam barang yang dinailkan kapal beragam. Ada sembako, sepeda pancal, televisi, tali rafia, dan kebutultan sembako lainnya. Pemandangan seperti ini sudah jamak di pelabuhan Boom sejak puluhan tahun lalu.

Yang membedakan sekarang sandaran kapal tidak hanya di pelabuhan sebelah selatan. Sejak dibangun dermaga baru di sebelah utara, kapal-kapal pengangkut barang memilih sandar di sana. Setiap hari bisa puluhan kapal bersandar di Pelabuhan Boom.

Itu termasuk kapal-kapal nelayan pencari ikan. Kapal-kapal tersebut berasal dari luar pulau seperti Sapudi dan Sapeken, Kabupaten Sumenep. Desa-desanya meliputi Sepanjang dan Pagerungan Besar, Pagerungan Kecil, Skala, dan Tanjung Keok.

Dari investigasi jawa Pos Radar Banyuwangi, dari deretan kapal yang sandar di pelabuhan sebelah utara, terlihat kru kapal Bintang Fajar sedang memperbaiki kapal. Muatan kapal sudah penuh sesak. Seorang anak buah apal (ABK) bernama Nurhadi mengaku kapalnya mengalami kebocoran sedikit.

“Ini kapal lagi bocor. Kalau tidak segera diperbaiki bisa celaka ditengah perjalanan, ujar Nurhadi seolah mengabaikan panasnya suhu pantai Boom siang itu. Pria berkulit hitam itu menuturkan, kapalnya sandar di Boom sejak Selasa (31/3).

Dari Pagerungan, dia diperintahkan bosnya untuk mengangkut kelapa. Begitu kelapa diturunkan, bosnya belanja barang-barang lain untuk selanjutnya dijual lagi di Pagerungan. “Saya hanya ditugasi menata dan mengangkut barang-barang di kapal. Yang belanja ya bos saya, aku Nurhadi.

Bukan hanya kapal Bintang Fajar yang sandar diBoom siang itu (2/4). Empat kru kapal lain sibuk menaikkan barang-barang. Yang aneh, muatan kapal itu tidak hanya sembako dan barang elektronik. Diam-diam, bos-bos kapal tersebut juga kulakan gas elpiji ukuran 3 Kg.

Fenomena seperti ini sudah berlangsung lama dan tidak yang mengusik. Sesuai aturan mengirim gas elpiji keluar pulau menyalahi aturan. Artinya, dengan “diselundupkannya” gas-gas elpiji itu, jatah elpiji ukuran 3 Kg untuk kuota Banyuwangi jelas terkurangi.

“Penyelundupan” tabung elpiji itu terlihat rapi dan terkonspirasi. Kapal-kapal kecil seperti Bintang Fajar hanya mengangkut 300 tabung elpiji. Sedangkan kapal besar seperti Apanselon bisa mengangkuat 400 sampai 500 tabung elpiji ukuran 3 Kg. Jelas, dengan kulakan elpiji di Banyuwangi untungnya cukup besar.

Satu tabung elpiji ukuran 3 Kg dibeli Rp 14 ribu. Di Pagerungan bos-bos kapal bisa menjualnya Rp 20 sampai Rp 25 ribu. “Sebetulnya bos-bos kapal itu tahu ada larangan, tapi mereka nekat kulakan elpiji dari Banyuwangi untuk dijual di Pulau Sapudi,” ujar seorang pekerja kapal yang tidak mau sebut namanya.

Lalu siapa pemasok elpiji tersebut bisa sampai ke kapal ? Mengacu aturan distribusi dari Pertamina, awalnya elpiji berasal dari Pertamina – SPBE – agen – sub agen – rumah tangga. Nurhadi salah seorang ABK Bintang Fajar mengaku elpiji itu dipasok oleh seseorang bernama Buhari.

Namun, Nurhadi tidak banyak tahu dari mana Buhari mengambil elpiji tersebut. “Saya hanya tahu namanya Pak Buhari,” akunya. Hasil pelacakan koran ini menyebutkan, Buhari mengambil dari seseorang berinisial AC.

Kabarnya AC mengambil langsung dari agen.” Kalau tanpa lewat AC nggak bakalan bisa dapat barang (elpiji, Red)? ujar seorang pekerja kapal tadi. Dulu, sebelum AC masuk, elpiji tersebut dipasok dari sejumlah toko di sekitar Kampung Mandar dan Jalan Banterang. Kini seiiring semakin ketatnya persaingan jadi agen elpiji, pasokan untuk kapal dikuasai AC. (radar)